Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Pepaya untuk Tetangga

Pepaya untuk Tetangga

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Sudah lama gak pulang kampung ^^, ada tetangga baru rupanya di samping rumah. Tapi kali ini saya agak kerepotan, akan lebih sering menjaga hati dan pendengaran untuk berkonsentrasi (lebay!). Bukan apa-apa, nih tetangga punya hobi dengerin musik kuat-kuat, sampai suaranya bak menggedar-gedor jendela kamar saya, mengusik kekhusyu’an dalam melahap buku, atau yang sedang mengerjakan draft Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dll, untuk saya selesaikan selama liburan ini -_-‘ (cie… rajin bener ^^.  *ini Tuntutaaaaannn!!).

Posisi sound di rumah si tetangga baru, mungkin tepat bersejajar dengan kamar saya! T.T  untung bawa earphone! Bisa disumpel nih telinga dengan suara nasyid atau murottal dari laptop, hehe… tapi tetap proporsional juga, nanti kalau ada yang ketok-ketok rumah malah kagak kedengeran. Maklum, kalau Abah dan Mak lagi jemput rezeki maka tugas saya adalah menjaga rumah (Ooh, satpam ya? ^^).

Kembali ke soal tetangga baru tadi, sebenarnya ini masalah (lebih pasnya: tantangan) bagi saya, tidak bisa dibiarkan! Grrrr… musiknya itu lho, tepat kaya’ musik yang selalu saya dengar kalau naik angkot, musik disco! Telinga saya panaaaassshh!! (haha… lebay berpangkat! *Eh, ini sungguh! -_-‘).

Baiklah, saya coba ke dapur, lirak-lirik di dalam kulkas. Ada sesuatu gak ya…? Pepaya segar, eummm…  Aha! Saya punya ide! (meski belum izin sama Mak. Ah, gampang! Bisa dijelaskan nanti kalau sudah pulang. Peace… ^^) Saya kupas dan potong-potong sedemikian rupa si Pepaya, setelahnya saya taburi dengan susu kental manis, sehingga… Nampak lezat untuk dimakan saat cuaca panas seperti ini (yummy! Mau nyobain, tapi lagi shaum…  Sabar! Sabar! -_-‘). Yup! Pepaya segar nan sederhana ini akan saya bawa ke tetangga sebelah. Biar tau pemilik baru di rumah itu, kalau kita hidup bertetangga ^^.

Dengan langkah mantap dan berkibar-kibarnya jilbab marun (lebbaaaayyy!), saya membawa piring berisi Pepaya segar nan sederhana menuju rumah ber-cat ungu.

“Tok…tok… Assalamu’alaikum…” sapa saya, sambil mengayunkan punggung tangan ke daun pintu warna ungu muda itu, berkali-kali. Nampaknya harus lebih kuat, agar bisa mengalahkan suara musik disco di dalamnya.

Alhamdulillah, ada yang bukain pintu… Langsung saya lemparkan!!!

Senyum saya lempar ke si pembuka pintu, sambil menyodorkan piring berisi beberapa potongan Pepaya segar yang ditaburi susu kental manis di atasnya.

“Bang, ini ada Pepaya segar…,” sapa melembut ke laki-laki di hadapan saya, mm… mungkin lima tahun lebih tua usianya dari saya. Sambil senyum agak bingung laki-laki itu menerimanya (tepatnya: heran?), seperti tidak pernah mendapat hadiah (bukan, tapi bertanya dalam hati: siape lu??!  *ahhaha…). Langsung saya lengkapi kalimat saya yang tadi, “ini Pepaya dari Abah, yang rumah sebelah ini.” Sambil menunjuk rumah ber-cat hijau di samping, sementara terus mengembangkan senyum (senyum proporsional sama si abang).

“Oh, iya… makasih ya… nanti piringnya dianterin.” Piring saya sudah di tangannya kini.

“Iya, mari Bang…”, balik kanan, pulang.

Alhamdulillah, misi selesai! ”Ya Allah, berilah hidayahMu untuk tetanggaku agar lebih baik.” Batinku.

Eh, suara musiknya udah gak se-hebbooh yang tadi! ^^

Sekarang hanya terdengar sayup-sayup tipis suara disco-nya itu di kamar saya -_-‘, dan perlahan-lahan suara menghilang. Yey! Saatnya tidur… (lho? RPP euy! RPP!).

Satu jam kemudian.

Ada perempuan muda dengan rambutnya yang di-cat berwarna Almond dan berkaca mata di rumah saya, membawa piring tadi berisi ikan sambel goreng di atasnya. Subhanallah… rupanya beliau adalah istri si Abang tetangga. Heum, padahal niatnya gak butuh balesan, cuma ingin nyapa aja pake buah Pepaya. Alhamdulillah…

Ngobrol bentar sama Mak, sambil melihat foto-foto wisuda saya yang sedang dimasukkan ke dalam bingkainya. “Ini anak ibu, yang baru diwisuda kemaren di Unila… bla…bla…bla…”, mulai deh Mak… mempromosikan.

Saya senyam-senyum membalas senyum yang dilempar beliau bertubi-tubi ke saya.

“Makasih ya, Pepaya-nya enak.” Katanya sambil terus senyum ke saya (bukannya semua rasa Pepaya sama, ya? Enak.  *iya ya… ah, si mbak gak kreatif nie mujinya… ehhehe. Maksud si tetangga baru itu berusaha menyenangkan hati saya… heuh).

“Oh, iya mbak, sama-sama. Makasih juga ikan sambelnya….” balasku. ^_^

Sejatinya, bersaudara itu bukan saling take and give. Tapi give, give, and give.

Rabb, jangan henti keindahan Mu mengilhamkan senyum nan cerah di wajah kami, agar pergaulan semanis susu – seharum kasturi…

Hei.., saya dengar Sulis berdendang di sebelah rumah! Sungguh, melantunkan syair “Salam ‘Alaika” nya… Lagu favorit saya, kala SD.

Redaktur: Lurita Putri Permatasari

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (5 votes, average: 9.80 out of 5)
Loading...
Sang Melankolis - Sanguinis yang ingin mendekap ridha Nya dalam tulisan dakwah.

Lihat Juga

Pulanglah

Figure
Organization