Manisnya Belajar Sambil Beramal

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Ada banyak harapan ketika kita masuk dalam sebuah lembaga dakwah.  Tak hanya ukhuwah, tapi juga ilmu dan amal tentunya. Bersama sahabat, kita bersama memperjuangkan ketinggian Islam. Tapi, sudahkah amal yang kita perbuat diiringi dengan ilmu? Jangan-jangan, kita begitu terlarut dalam berbagai program yang ingin terlaksana, tapi kita sendiri kropos, roboh? Seringkali kita melupakan ini, ketika kita sibuk menerangi orang lain, tapi kita lupa menerangi diri… seperti lilin yang menerangi sekitarnya, tapi justru membakar dirinya sendiri?

Amal harus dilandasi dengan ilmu 

Sahabat, Allah memberikan kita dua pilihan, melakukan kebaikan atau keburukan, dan kita sebagai manusia memiliki potensi untuk melakukan keduanya. Karena itulah, Allah meminta kita untuk senantiasa mensucikan diri, melakukan berbagai amalan harian yang membeningkan hati kita dan membersihkannya dari noda dosa…

Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy-Syams (91): ayat 8,9,10)

Hidup adalah pilihan, seperti itulah kira-kira. Untuk menjadi biasa, tidak biasa atau manusia luar biasa, kita dibebaskan untuk memilihnya.

Manusia seperti Rasulullah, dan sahabat-sahabat terbaik di zamannya adalah contoh manusia luar biasa. Mereka memilih jalan ketakwaan dan meninggalkan kefasikan.  Mereka adalah manusia-manusia yang senantiasa menyebarkan kebaikan berlandaskan ilmu, berlandaskan Al Qur’an dan sunnah… jalan yang mereka tempuh pun bukan jalan yang mudah tanpa hambatan, tapi jalan yang penuh liku. Itulah mengapa mereka membekali diri mereka dengan ilmu sebagai landasan mereka bergerak… agar mereka tak salah melangkah, dan agar tak mudah terjerumus ke jalan yang salah…

Orang-orang shalih di masa dahulu mengatakan “Seandainya para raja dan anak-anak raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam dzikir dan majelis ilmu, niscaya mereka akan merampasnya dan memerangi kita dengan pedang”. Lihatlah, betapa mahalnya harga ilmu dan dzikir. Sayangnya hal ini tidak bisa dirampas, tetapi harus diikuti prosesnya, dihayati dan diperjuangkan. Maka untuk menuntut ilmu dan melakukan sebuah amal pun memerlukan perjuangan, kesabaran dan keistiqamahan. Namun yakinlah, bahwa waktu yang kita gunakan untuk menuntut ilmu bukanlah waktu yang sia-sia, melainkan Allah berikan padanya pahala yang berlipat ganda dan meningkatkan derajatnya (Al Mujadillah: 11)

Konten ini telah dimodifikasi pada 12/07/12 | 01:49 01:49

Alumni Psikologi Universitas Indonesia. Saat ini bekerja sebagai management trainee di Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...