Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menjadi Peserta Bermental Panitia

Menjadi Peserta Bermental Panitia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Segudang aktivitas dalam sepekan merupakan ciri khas yang melekat pada kader tarbiyah. Mulai dari syura, kuliah, tugas akademik, praktikum, laporan, menghadiri kajian rutin, halaqah, mengadakan kegiatan buat syiar dakwah dan akademis, birul walidain, baca buku, diskusi, silaturahim dan masih banyak lagi aktivitas lainnya. Baik aktivitas tersebut merupakan aktivitas organisasi, aktivitas pribadi maupun aktivitas tarbawi (jamaah).

Dalam beraktivitas, posisi kita terkadang bisa menjadi peserta ataupun menjadi panitia suatu kegiatan. Kalau kita cermati, pengorbanan menjadi panitia suatu kegiatan jauh lebih besar dari pada pengorbanan peserta dalam mengikuti suatu kegiatan. Ketika kita memposisikan menjadi peserta, sudahkah kita hadir tepat waktu sesuai dengan undangan yang ditentukan panitia. Ketika kita menjadi peserta, jika ada penugasan kegiatan apakah kita mengerjakan tugas itu dengan sungguh-sungguh (buat tugasnya saja tidak, apalagi dikerjakan dengan sungguh-sungguh). Ketika kita menjadi peserta, apakah kita membayangkan persiapan (pengorbanan) yang sudah dilakukan panitia untuk kegiatan tersebut.

Memang ada simbiosis di sini, tidak lengkap rasanya suatu kepanitiaan (kegiatan) tanpa di hadiri peserta, meskipun hanya beberapa orang saja yang hadir. Karena jika tidak ada seorang peserta pun yang hadir, maka kegiatan tersebut terancam batal atau diundur di lain waktu. Ditambah dengan ketidakenakan panitia kepada pihak yang sudah dihubungi (kerjasama) untuk memberikan sambutan atau untuk mengisi acara tersebut, atau berurusan dengan pihak penyedia tempat yang sudah dipersiapkan untuk acara, atau konsumsi yang sudah terlanjur dipesan.

Tetapi mari kita tengok perjuangan panitia dalam mempersiapkan kegiatan sehingga kita sebagai peserta, tidak memandang rendah (tidak penting) suatu kegiatan. Sehingga minimal bisa mengurangi indisipliner dan agar ketika kita di undang sebagai peserta, tidak ada lagi alasan terpaksa atau prasangka buruk lainnya.

Di tengah kesibukan aktivitas organisasi, aktivitas akademis dan aktivitas lainnya, panitia masih menyempatkan diri untuk memikirkan konsep acara yang baik dan masih meluangkan waktu untuk syura minimal sekali sepekan atau bahkan lebih banyak dari itu agar acara yang dibuatnya mempunyai goal setting yang jelas. Sedangkan peserta asyik dengan kesibukan pribadinya. Dan sibuk beralasan tidak hadir jika diundang technical meeting.

Di tengah peserta memikirkan biaya registrasi kegiatan yang katanya mahal, panitia sibuk mencari donator dan sponsorship untuk mensubsidi iuran peserta atau untuk membayar DP pemesanan konsumsi dan pengeluaran lainnya. Tidak jarang juga panitia harus menanggung defisit keuangan suatu kegiatan mulai dari puluhan ribu sampai jutaan rupiah.

Di tengah peserta memikirkan sarapan pagi karena acara dilakukan di pagi hari. Ternyata panitia hadir lebih awal dari peserta guna memaksimalkan persiapan acara serta menyambut peserta yang datang lebih awal. Apakah panitia juga tidak membutuhkan sarapan?

Ketika peserta masih ada di tempat masing-masing dan belum mempersiapkan diri untuk menghadiri kegiatan, sedangkan panitia harus menahan malu karena birokrasi atau pejabat yang diundang untuk ngisi sambutan atau pembicara pertama sudah datang sementara peserta hanya ada satu atau dua orang saja di ruangan tempat acara.

Ketika panitia membuat peraturan untuk ketertiban acara dan penugasan agar peserta menghadiri kegiatan tidak dengan pikiran kosong, tetapi peserta menganggapnya itu tidak penting, panitia hanya tersenyum ikhlas meski sempat memberi teguran untuk menyadarkan peserta akan hal itu.

Menghargai orang lain berarti menghargai diri sendiri, maka bersegeralah menyambut aktivitas yang panitia buat spesial buat kita, seperti halnya firman Allah SWT:
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41)

Dari Abi Hurairah RA berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Hak antara sesama muslim ada enam.” Lalu ditanyakan kepada Rasulullah: “Apakah enam hak itu, ya Rasulullah?” Jawab Rasulullah: “Apabila bertemu sampaikanlah salam, apabila diundang penuhilah undangannya, apabila minta nasihat kepadamu maka nasihatilah, apabila bersin dan membaca hamdalah maka doakanlah, apabila sakit jenguklah, dan ketika meninggal dunia iringkanlah jenazahnya”. (HR. Muslim dan Nasai).

Ketika kita masih bingung apakah bisa hadir pada kegiatan tersebut atau tidak dengan segala pemikiran yang ada. Kadang menghadiri dengan terpaksa karena ta’limat dari qiyadah (Murabbi), atau menghadirinya karena mencari ilmu semata. Atau yang lebih parah lagi kita menganggap kegiatan itu kurang penting dan lebih penting kegiatan lain yang sebenarnya ia hanya mencari  agenda tandingan semata. Atau karena mengharap ridha Allah. Ingat kawan, keberkahan itu tergantung dari apa yang kita niatkan.

Memenuhi panggilan (undangan), di samping memenuhi hak sesama muslim juga sebagai miniatur jihad kita. Baik jihad dari segi waktu karena kerelaan kita mengesampingkan aktivitas kita yang lain atau jihad dalam bentuk harta dengan kita membayar registrasi kegiatan tersebut.

Manusia makhluk sosial yang membutuhkan interaksi atau bantuan dengan orang lain dalam proses kehidupan di dunia. Interaksi yang baik antar sesama menjadi modal dasar bagi kemudahan kehidupan yang kita jalani. Ingat kawan sesungguhnya ketika kita berbuat baik untuk orang lain maka manfaatnya akan kembali untuk kita sendiri. Sehingga tidak ada kerugian dalam kebaikan. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri”.  (QS. Al Israa’: 7). Atau dalam firman Allah yang lain yang artinya “Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Al-Qashah: 77)

Maka dari itu, mari kita sikapi seruan itu dengan sami’na wa atho’na “Ya, Allah berilah petunjuk kepadaku kepada akhlaq yang paling baik, tidak bisa memberi petunjuk kepada yang terbaik kecuali Engkau. Palingkanlah dariku keburukannya. Tidak bisa memalingkan keburukannya dariku kecuali Engkau”. (Shahih Muslim kitab para musafir, bab 26, hadits no 771)

Allahu ‘alam bishowab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (8 votes, average: 9.88 out of 5)
Loading...

Tentang

#Konsultan, #Alumni FSLDK, #Melingkar, Pencari Ridho Allah SWT

Lihat Juga

Apakah Kelainan Orientasi Seksual Bisa Disembuhkan?

Figure
Organization