Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Bulan Menyapa Lagi

Bulan Menyapa Lagi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Bulan!

Tidakkah dia begitu cantik dengan kesederhanaannya? Bulat, putih, bercahaya, itu saja. Namun di sanalah letak istimewanya.

Kita?

Seringkali tak menyadari, kecantikan sejati ada pada murninya ciptaan, karena memang DIA sebaik-baik pencipta. Merias sana sini, make up ini itu, bahkan parahnya bertato, mengikir, menyambung rambut, membentuk alis, dan tingkat keterlupaan tertinggi, operasi plastik! Tidakkah begitu sayangnya lembar demi lembar uang yang dikeluarkan? Kalau saja digunakan untuk membantu mereka yang bahkan untuk mencari sesuap nasi pun begitu sulit, sudah berapa banyak yang terselamatkan? Dan lebih mengherankan lagi, terlalu banyak ‘pemuja’, ‘penggemar’, ‘pendukung’ dari para mereka ini. Ah dunia, telah begitu pintar membolak-balikkan fakta, menipu dengan segala hiasannya!

Bulan!

Tidakkah dia begitu ikhlas? Memancarkan sinar dirinya ke segala penjuru tanpa harap balas. Prinsipnya memberi, lalu melupa, bukan menagih.

Kita?

Sayangnya ego itu masih menguasai. Jangankan ikhlas, mencoba ‘tuk memberi saja terlalu banyak alasan yang membelakangi. Kalau bisa bahkan diberi. Kewajiban diri dilimpahkan pada yang lain, tak perlu lihat hal besar, lihat saja hal-hal kecil di sekeliling. Meminta tolong akan hal yang sebenarnya bisa kau lakukan sendiri. Ayolah diri, Islam itu mempunyai derajat yang tinggi, maka yang menganutnya harus punya prinsip yang tinggi pula, tidak akan dan tidak boleh ‘meminta’ selagi masih sanggup membuka mata! Terkecuali bila keadaan begitu mendesak.

Bulan!

Dia tak angkuh akan kedudukan. Waktunya singkat, tak sampai menutupi seluruh malam hingga dijemput cahaya fajar. Namun hari-hari berikutnya tetap sudi menghampiri.

Kita?

Kedudukan itu dicari, bahkan kalau memungkinkan dibeli. Menyikut teman sendiri hal yang biasa, atau mungkin telah menjadi warisan budaya? Merasa iri dan dengki dengan yang lebih meraihnya. Ketika sinar itu meredup dan mengusir, tak ada lagi rasa loyalitas diri, berpindah mencari sinar yang baru. Terus menerus hingga terbuai. Tersibuk akan kesibukan duniawi, melupakan sang Pencipta dan kodrat diri.

Kalau saja setiap orang tak hanya bisa mengagumi, tapi juga bisa mengambil hikmah dari yang dikagumi, kan banyak pembelajaran yang bisa dibagi.

Kalau saja tiap-tiap kebesarannya bisa tersurat menyampaikan pesan hikmah, terlalu banyak yang tersadarkan tanpa perjuangan.

Adilnya DIA, memberi jalan ‘usaha’ sebelum ‘berserah’, layaknya mencari ‘hidayah’ sebelum mendapat ‘hikmah’.

Hasby Rabbi Jalallah…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (6 votes, average: 9.83 out of 5)
Loading...
Mahasiswi Jurusan Akuntansi Universitas Bakrie. Musafir di Bumi Allah.

Lihat Juga

Meraih Keutamaan Bulan Ramadhan

Figure
Organization