Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Timbangan Cinta

Timbangan Cinta

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”(QS. Attaubah [9]: 24).

Tak ada seorang pun di dunia ini yang dapat hidup tanpa cinta. Hidup tanpa cinta adalah kehidupan semu yang tidak bernilai. Hati yang kosong dari cinta adalah hati yang beku dan keras. Jasad yang hidup tanpa cinta adalah jasad yang hidup segan, mati tak mau. Setiap manusia hidup dengan cinta. Karena itulah manusia yang kehilangan rasa cinta biasanya akan menjadi jasad yang mati dan menderita depresi serta gangguan kejiwaan karena ia telah kehilangan gairah hidup.

Karena itu, semakin besar rasa cinta, semakin bertambah nilai dan detak kehidupan. Semakin besar keterikatan seseorang dengan cinta, maka detak nadi kehidupannya pun akan semakin bertambah.

Melalui ayat di atas, Allah SWT membuat permisalan timbangan cinta. Cinta kepada bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diletakkan pada piring timbangan pertama. Kemudian, cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan jihad di jalan-Nya diletakkan pada piring timbangan kedua. Jika piring timbangan pertama lebih diunggulkan dari pada yang ke dua maka kehancuran bakal menimpa.

Permisalan timbangan di atas menunjukkan perbandingan kekuatan cinta (quwwatul mahabbah). Karena itu, Allah SWT tidak memerintahkan untuk sekadar mencintai-Nya begitu saja. Tetapi, Dia menuntut hamba-Nya agar lebih mencintai-Nya dari pada yang lain. Sebab, “Di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zhalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS Albaqarah [2]: 165).

Oleh karena itu, mencintai orang tua diwujudkan dengan birrul walidain. Mencintai anak diwujudkan melalui kasih sayang. Mencintai saudara diwujudkan melalui kerjasama dalam kebaikan. Mencintai istri diwujudkan melalui keteladanan. Mencintai keluarga diwujudkan melalui jalinan silaturahim. Mencintai harta kekayaan, perniagaan, dan tempat tinggal diwujudkan sebagai sarana peningkatan penghambaan kepada-Nya. Wallahu a’lam.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.11 out of 5)
Loading...
Dosen SETIA Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization