Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Mengapa Seorang Muslim Harus Berakhlak Mulia?

Mengapa Seorang Muslim Harus Berakhlak Mulia?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (thenotesonmyblog.blogspot.com)

dakwatuna.com – Akhir-akhir ini berita dari dunia sepak bola, disuguhkan dengan berita tentang profil pesepak bola Muslim. Sebut saja Yaya Toure, yang sekarang berstatus sebagai pemain Manchester City FC, yang dengan lantang mengatakan, “Saya Muslim dan tidak minum-minuman beralkohol” ketika diajak oleh rekan satu timnya untuk minum bersama. Berikutnya Nicolas Anelka, mantan pemain Chelsea FC yang sekarang merumput di salah satu klub sepak bola Cina yaitu Shanghai Shenhua FC, beliau adalah seorang mualaf yang dengan lantangnya mengatakan bahwa Islam menjadi sumber kekuatannya. Nicolas Anelka mengaku juga kalau dia ingin bekerja sebagai pesepak bola profesional dan melaksanakan ajaran Islam secara berimbang. Contohnya ketika bulan Ramadhan beliau tetap menjalankan ibadah puasa ketika bermain sepak bola, karena kata beliau wajib hukumnya sebagai seorang muslim yang taat untuk menghormati bulan Ramadhan dengan berpuasa. Serta masih banyak lagi pemain sepak bola yang menunjukkan eksistensi keislamannya.

Membaca berita di atas, penulis jadi teringat pengalaman seorang pemuda Muslim dari Indonesia yang menjadi salah satu peserta di seminar Internasional yang diikuti oleh berbagai peserta dari berbagai belahan dunia. Pemuda Muslim itu merupakan peserta yang paling muda usianya dibandingkan peserta lainnya. Seminar itu bekerja sama dengan salah satu Universitas ternama di Jepang. Satu-persatu dari peserta mempresentasikan makalahnya, dan akhirnya tiba giliran pemuda itu. Setelah presentasi pemuda itu, beberapa Profesor bertanya tentang makalah yang dia buat dan menyatakan ketertarikannya dengan isi makalah itu. Selesai beliau mempresentasikan makalahnya, seorang Profesor Jepang menyalaminya dengan seraya mengatakan “Excellent”. Beliau kagum walaupun usia pemuda itu tergolong masih muda tetapi dapat menyajikan makalah dengan sangat bagus, berbeda dengan mahasiswa bimbingannya yang berstatus sebagai mahasiswa pasca sarjana. Profesor itu langsung mengajak pemuda itu untuk minum kopi bersama. Mereka pun berdiskusi panjang dan itu menjadi awal keakraban mereka berdua.

Selesai seminar itu, ada jamuan makan malam bersama yang diikuti oleh seluruh peserta tak terkecuali pemuda Muslim itu dan rekan-rekan se-Negaranya yang kebanyakan usianya sudah berkepala empat ke atas dan banyak juga yang berstatus sebagai Profesor. Jamuan makan malam itu menyuguhkan makanan cita rasa khas Jepang, dan tentunya ditemani minuman bir. Sambil menyantap makan malam, ternyata tanpa disadari Profesor Jepang itu mengamati gerak-gerik peserta-peserta Muslim tak terkecuali dari Indonesia, termasuk pemuda itu. Selepas makan malam bersama, Profesor itu memanggil pemuda itu dan mengajaknya berdiskusi di kamarnya. Beliau pun bertanya, “Kenapa banyak peserta Muslim yang minum bir?” Padahal sepengetahuan saya, dalam Islam diharamkan untuk minum-minuman beralkohol”. “Ya kata pemuda itu, dalam Islam dilarang untuk minum-minuman beralkohol”. Tetapi dia salut dengan pemuda itu, yang dengan konsistennya memegang teguh keyakinannya untuk tidak minum bir. Bisa dibayangkan, apa persepsi Profesor itu terhadap Islam seandainya seluruh peserta Muslim malam itu ikut minum bir? Akan di-kemananakan wajah Islam? Beruntung masih ada pemuda Muslim yang setia untuk menaati ajaran agamanya, di tengah kebanyakan orang melanggarnya.

Kita juga mungkin teringat dengan keagungan akhlak Rasulullah, salah satunya dengan seorang kakek tua Yahudi yang buta, yang selalu mencaci Rasulullah setiap harinya di sudut pasar Kota Madinah. Namun setiap pagi Rasulullah mendatanginya dengan membawa makanan, tanpa berucap sepatah kata pun. Rasulullah melakukan hal rutin itu setiap harinya, hingga Rasulullah wafat. Hingga suatu ketika Abu Bakar menggantikan untuk menyuapi kakek tua itu sepeninggal Rasulullah. Ketika Abu Bakar menyuapinya, kakek tua itu marah sambil menghardik “Siapa kamu”. Abu bakar menjawab, “Saya ini orang biasa”. “Bukan kata kakek tua itu, Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku”. “Orang yang mendatangiku, biasanya dengan lemah lembut menyuapiku”. Setelah mendengar perkataan kakek tua itu, Abu Bakar pun tidak kuasa menahan air mata, seraya berkata, “Saya memang bukan orang yang biasa menyuapimu, Saya ini adalah salah satu dari sahabatnya, Beliau itu adalah Muhammad Rasulullah SAW”. Kakek tua itu pun tersontak kaget dan menangis, karena selama ini dia telah menghina dan memfitnah orang yang selalu menyuapinya dengan makanan setiap hari. Kakek tua itu pun saat itu juga bersyahadat di hadapan Abu Bakar. Sungguh keluhuran akhlak Nabi Muhammad SAW, telah menyadarkan dirinya.

Kisah di atas mengajarkan kepada kita sebagai seorang Muslim, masing-masing diri kita adalah duta bagi dunia Islam. Gambaran Islam, bisa jadi orang pelajari dari tingkah laku kita dalam kehidupan sehari-hari. Terkadang tanpa kita sadari tingkah laku kita yang bertentangan dengan ajaran Islam bisa mengubah persepsi orang lain terhadap Islam. Bagaimana orang di luar Islam akan menghormati Agama Islam atau banyak yang tertarik dengannya, sementara diri kita sendiri tidak menghargai Agama yang kita anut dengan banyak melanggar ajaran Agama Islam. Jangan sampai karena akhlak kita yang buruk, pandangan orang non-Muslim terhadap dunia Islam menjadi buruk. Selama ini persepsi orang non-Muslim negatif terhadap kaum Muslim, salah satunya disebabkan banyak perilaku Muslim yang menyimpang dari ajaran Islam, sering terjadi perselisihan antar sesama Muslim, lemahnya penguasaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Terakhir, penulis mengajak khususnya kita sebagai pemuda Muslim marilah memperbaiki akhlak kita dan belajar yang sungguh-sungguh. Kita tunjukkan dalam keseharian kita, kita bersikap sesuai dengan akhlak Muslim yang sesungguhnya, sesuai dengan akhlak Nabi Muhammad yang luhur. Kita tunjukkan kepada dunia bahwa penganut Agama Islam bisa bersatu, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga suatu saat nanti kejayaan Islam bisa kembali. Masih panjang memang untuk mengembalikan kejayaan Islam, namun paling tidak kita termasuk salah satu orang yang turut andil ikut serta di dalamnya. Kita mulai bertahap, sedikit-demi sedikit sesuai kapasitas kita masing-masing. Mudah-mudahan langkah yang kita lakukan mendapat Ridha dari Allah SWT.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (15 votes, average: 9.73 out of 5)
Loading...
Mahasiswa Program Magister Fisika ITB.

Lihat Juga

Kemuliaan Wanita, Sang Pengukir Peradaban

Figure
Organization