Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Ini Senjataku, Mana Senjatamu?

Ini Senjataku, Mana Senjatamu?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Seringnya pemberitaan di televisi mengenai kasus penembakan oleh dan terhadap warga sipil yang terjadi belakangan ini, menarik perhatian rekan-rekan kerjaku untuk menjadikannya sebagai bahan obrolan di sela-sela rutinitas pekerjaan. Meski terkadang asal-asalan dan bahkan sok tahu, tapi ada juga beberapa dari obrolan mereka yang menggugah kesadaranku.

“Membekali diri dengan senjata jelas perlu dan bahkan penting sekali. Ke mana-mana aku selalu membawanya,” ucap salah satu rekan yang mejanya berseberangan denganku. Ia tetap santai walau semua tatapan kini tertuju kepadanya.

“Kamu ke mana-mana membawa senjata? Termasuk kerja juga?” tanya rekan yang mejanya bersebelahan denganku. Pertanyaannya mewakili keterkejutan kami semua.

Yang ditanya mengangguk.  “Dulu, sebelum merantau, bapakku berpesan agar ke manapun aku pergi, apapun yang ingin kukerjakan, jangan lupa membawanya serta,” lanjutnya, membuat seisi ruangan makin penasaran.

“Serius?” tanya dua rekan kerjaku berbarengan.

Untuk kedua kalinya rekan kerja di depanku mengangguk. Santai.

“Senjata apa yang kamu punya? Keris, belati atau jangan-jangan senjata api? Dari mana kamu mendapatkannya? Boleh kami melihatnya?” cecar seorang rekan lainnya.

“Sebagian aku dapatkan dari bapak, sebagian lagi dari guru ngajiku.”

Wajah-wajah penasaran makin jelas terlihat. “Bentuknya apa? Bolehkah kami melihatnya?”

“Tidak bisa dilihat, tapi kalian bisa mendengar dan merasakannya.”

Semua jawaban dan juga sikap tenang yang ia tunjukkan semakin membuat rekan-rekan lainnya penasaran. Walau aku juga penasaran, tapi aku mulai merasa curiga. Secara pribadi aku kenal cukup dekat rekan kerjaku yang satu ini. Belum pernah sekalipun aku melihat ia membawa senjata. Itu bukan kebiasaannya. Dan berbual juga bukan hobinya. Senjata yang ia maksudkan pastilah tidak seperti yang kami duga. Kamilah yang salah mengartikan kata-katanya. Dan tebakanku terbukti benar setelah sambil terkekeh ia menjelaskan senjata yang ia maksudkan.

“Senjata yang aku punya dan selalu kubawa ke mana-mana tak akan bisa kalian lihat, tapi dapat kalian dengar dan rasakan. Senjataku bukan berbentuk keris, belati ataupun pistol seperti yang kini ramai diberitakan di televisi. Bapak dan guru ngajiku tak mungkin membekaliku dengan yang seperti itu. Tapi aku yakin, senjataku tak kalah ampuh atau bahkan lebih ampuh dari itu semua.”

Ia berhenti sejenak, seolah menikmati ketegangan yang terpancar dari raut wajah kami.

“Sebenarnya kalian juga punya, tapi mungkin kalian tak menyadari atau jarang menggunakannya. Senjata yang kumaksudkan adalah doa.”

Kompak rekan-rekan kerjaku ber – yah…. kecewa.

“Lho, benar kan? Kita memang tidak bisa melihat bentuknya tapi bisa mendengar saat dibaca dan juga merasakan efek positif setelah membacanya. Doa adalah senjata bagi orang yang beriman.”

Semua terdiam, membenarkan apa yang ia katakan. Selama ini kita beranggapan bahwa berbekal senjata tajam adalah cara yang tepat untuk berjaga-jaga dan melindungi diri. Padahal kita mempunyai satu senjata yang jauh lebih ampuh dan juga jauh lebih bisa diandalkan, yaitu doa.

Tak perlu pisau, golok, belati, senjata api ataupun lainnya untuk melindungi diri. Berdoalah sebelum, selama dan sesudah beraktivitas, mohon bimbingan, bantuan dan perlindungan pada Allah agar dimudahkan setiap perkara, dilancarkan setiap urusan dan dikabulkan apa yang kita upayakan. Sesungguhnya, tak ada satu pun senjata yang dapat melukai tubuh kita kecuali Allah yang mengizinkan.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 9.89 out of 5)
Loading...

Tentang

Seorang pembaca yang sedang belajar menulis.

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization