Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Tak Ada Yang Abadi

Tak Ada Yang Abadi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (cedmedia.ntu.edu.sg)

dakwatuna.com – Seorang professor senior di sampingku ini kini sudah menginjak umur 74 tahun, namun masih aktif mengajar di kampus. Membimbing kami, menyampaikan ilmu, berbagi ilmu dan pengalaman hidup. Subhanallah. Ia pun masih menyetir sendiri mobilnya, olahraga tenis, dan beraktivitas lainnya layaknya orang yang masih muda.

Namun tetap tak dapat dipungkiri, raganya tak sekuat dulu, tak sesigap dulu, tak sesegar dulu. Kini kulitnya sudah berkeriput, kulihat gerakan tangannya bergetar, pandangan matanya sudah tak fokus lagi. Bicaranya sudah mulai terbata-bata, dan pendengarannya pun sudah melemah.

Penampilannya seperti kurang terurus, aku tak tau apakah istrinya masih ada atau tidak. Anak lelakinya, dua-duanya sudah besar dan sukses. Satu hakim, satu dosen jebolan US. Entahlah, aku merasa iba saja melihatnya. Ke mana anak-anaknya? Tak adakah yang merawat beliau? Aku suka sekali dengan kesahajaannya, dengan penampilan sederhananya. Namun tetap saja aku merasa kasihan padanya, seolah tak ada yang mengurusi dan merawat.

Pangkat professor, paper yang dipublish dimana-mana, jalan-jalan ke berbagai negara, penghasilan yang besar, istri, anak-anak yang sukses, pada akhirnya akan pergi meninggalkan kita, kecuali amalan yang akan menemani kita.

Tak ada yang abadi di dunia ini. Yang muda akan menjadi tua, yang hidup akan mati, yang kaya jatuh miskin, yang sehat menjadi sakit, yang punya kekuasaan pun lambat laun akan lengser. Namun banyak yang tak menyadarinya. Tak sadar kalau semua ini sementara, tak abadi. Bahkan akhir hidup di dunia pun adalah misteri yang kita tak tau kapan datangnya. Beruntung bagi mereka yang sedang dan selalu mempersiapkan bekal untuk mati, namun sungguh rugi bagi mereka yang melulu memikirkan kehidupan dunia, entah itu mencari uang sebanyak-banyaknya, gila jabatan, gila pujian, dll. Lalu di manakah letak diri ini? Masuk golongan yang manakah diri ini? Astaghfirullaahal ‘Adziim…

Wahai diri, sadarlah semua hanya titipan dan akan kembali pada-Nya…

Di sisa umurku ini, semoga kebaikan yang mendominasi, semoga kebaikan yang dapat aku pancarkan, semoga kebaikan yang selalu aku lakukan, semoga…

Rabbi, jika sampai waktuku… izinkan diri ini kembali pada-Mu dengan husnul khatimah, aamiin…

Sebuah catatan sepulang kuliah.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (4 votes, average: 9.50 out of 5)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Merajut “Kemesraan” Abadi Bersama Ramadhan

Figure
Organization