Topic
Home / Berita / Opini / Antara Berdoa dan Kumandang Adzan

Antara Berdoa dan Kumandang Adzan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Pidato yang disampaikan oleh Wakil Presiden Bapak Boediono saat membuka Muktamar keenam Dewan Masjid Indonesia mendapat tanggapan yang sangat beragam dari berbagai kalangan. Pasalnya, pada pidato pembukaan muktamar tersebut, orang terhormat nomor dua di Indonesia ini menyampaikan bahwa sebaiknya ada aturan yang terikat mengenai pengeras suara adzan di masjid. Berikut kutipan pidato Pak Boediono yang dilansir oleh ANTARA, Jakarta.

“Kita semua sangat memahami bahwa azan adalah panggilan suci bagi umat Islam untuk melaksanakan kewajiban shalatnya,” kata Wapres Boediono saat memberikan pengarahan sekaligus membuka Muktamar VI Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Jumat. 

Dikatakan Wapres, apa yang dirasakan barangkali juga dirasakan oleh orang lain, yaitu bahwa suara azan yang terdengar sayup-sayup dari jauh terasa lebih merasuk ke sanubari dibanding suara yang terlalu keras, menyentak, dan terlalu dekat ke telinga. 

Menurut Wapres, Al-Quran pun mengajarkan kepada umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa memohon bimbingan dan petunjuk-Nya. (ANTARA, Jakarta)

Tulisan berikut ini hanya sebuah torehan sederhana untuk menanggapi apa yang disampaikan oleh Pak Boediono.

Melalui tulisan ini ingin kembali mengingatkan Pak Boediono, saya dan umat Islam lainnya bahwa ada perbedaan antara adzan dan berdoa, pun begitu dengan adab terhadap kedua hal tersebut. Adzan adalah seruan untuk mengajak umat muslim melaksanakan hak Allah atas dirinya (shalat) dan sejenak meninggalkan segala kewajiban (pekerjaan) dunia. Sedangkan berdoa adalah saat dimana kita memohon dan meminta segala sesuatu kepada Allah Swt. dengan penuh pengharapan, hati yang tenang, tidak tergesa-gesa dan suara yang lemah lembut.

Benar yang dikatakan oleh Pak Boediono bahwa Al-Qur’an mengajarkan umat Islam untuk merendahkan suara sambil merendahkan hati ketika berdoa kepada Allah Azza Wa Jalla. Ajaran ini telah Allah firmankan dalam Al-Qur’an: “Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)

Karena setiap yang bersumber dari Al-Qur’an adalah wajib untuk dilaksanakan. Begitu pun tentang berdoa, Allah Swt telah mewajibkan setiap hamba-Nya untuk berdoa kepada-Nya. Allah Swt berfirman: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku kabulkan permohonan (orang) yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam kebenaran.” (QS. Al Baqarah: 186). Dan pada firman-Nya yang lain dalam Al-Qur’an, “Dan Tuhanmu berkata, ‘Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina’” (QS. Al-Mu’min: 60)

Dalam sabdanya Nabi Muhammad Saw mengatakan bahwa “Doa adalah inti ibadah.” Shalat adalah ibadah dan berdoa juga merupakan ibadah. Antara shalat dan berdoa saling berkaitan. Karena pada hakikatnya shalat juga merupakan bagian dari berdoa. Hanya perbedaannya, berdoa bisa dilakukan kapan saja dan pada setiap keadaan. Sedangkan shalat dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Dan waktu-waktu shalat itu diketahui saat dikumandangkannya suara adzan.

Lantas, apakah kumandang adzan yang terdengar terkesan begitu keras karena menggunakan pengeras suara saat mengumandangkannya dapat dinilai melampaui batas lalu kemudian menyarankan apa yang beliau sampaikan pada acara muktamar tersebut? Tentu sangat tidak relevan jika kumandang adzan harus disamakan dengan berdoa. Karena pada keduanya telah jelas tata cara (adab)-nya.

Kumandang adzan yang keras bukan berarti mengusik kenyamanan orang-orang yang mendengarnya. Namun sebaliknya, kumandang adzan yang begitu nyaring, jelas dan kuat saat dilantunkan dapat menggugah jiwa-jiwa untuk segera menyambut kedamaian. Dengan mendengarkan adzan hati menjadi tenang dan lebih bersemangat melaksanakan ibadah. Melalui adzan kalimat-kalimat tauhid untuk mengagungkan Allah Swt dan Rasul-nya Muhammad Saw disyiarkan kepada seluruh umat manusia di dunia. Memaknai adzan sebagai motivasi untuk meraih kemenangan hakiki.

Sebenarnya masih banyak hal lain yang perlu menjadi perhatian serius selain mempermasalahkan pengeras suara adzan. Alangkah lebih bijaksana jika pemimpin nomor dua di Indonesia ini lebih memfokuskan untuk memberi dukungan bagi para pengurus di Dewan Masjid Indonesia agar mereka lebih semangat dan memaksimalkan kinerja dalam menjalankan amanah masyarakat muslim Indonesia melalui lembaga tersebut dan menyampaikan pesan serta motivasi kepada pemuda/i Islam agar senantiasa mencintai dan memakmurkan masjid-masjid di lingkungan tempat tinggal mereka. Membina akhlak generasi-generasi harapan bangsa dengan membiasakan hidup islami, salah satunya dengan memakmurkan masjid. Masjid tidak saja hanya sebagai tempat ritual ibadah shalat namun lebih dari itu, dari masjid bisa terbentuk peradaban hidup yang lebih baik. Dengan kegiatan-kegiatan yang dapat membentuk karakter pemuda yang religius serta menambah pengetahuan dan wawasan untuk meningkatkan kualitas intelektual pemuda/i Islam, generasi-generasi harapan bangsa. Wallau’alam bishawab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (13 votes, average: 9.85 out of 5)
Loading...

Tentang

Alumni FMIPA USU stambuk 2008 jurusan D3 Kimia Industri. Saat ini aktif sebagai pengajar.

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization