Topic
Home / Pemuda / Essay / Dakwah dan Budaya Alay

Dakwah dan Budaya Alay

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Suatu hari (salah satu gaya penulisan lama kerap diawali dengan dua kata tersebut) duduk dua mahasiswa tengah bercengkerama dalam sebuah masjid.

Ujang: Sep, Ane rek curhat yeuh. Minggu-minggu ieu meuni banyak tugas UTS (baca Ujian Tara Serius) jeung amanah oge numpuk. Ane bingung kudu kumaha?

Asep: Hmm… Bingungna di beulah mana Sep? Hhe…

Ujang : (Bengong…ngusapan jenggot)

Asep : Geus ayeuna mah kerjakeun heula weh nu kira-kira bisa dikerjakeun ku ente (asal kata Antum; entah dari mana filosofi perubahan kata tersebut ^^), inget kan yen Allah moal mere cocoba di luar kemampuan hambaNa di QS Al-Baqarah ayat 286 “laa yukalifullahu nafsan illa wus’ahaa” urang teh kudu yakin…

Ujang: Enya apal Ane oge, ngan teuing kunaon ayeuna teh urang keur andilau **

Asep: (ngahuleng…) pendekar? Naon andilau teh?

Ujang: Beuuh, ari Asep kamana wae? Teu gaul ah…andilu teh “antara dilemma dan galau”…keur trend ayeuna teh eta istilah Sep…

Asep: ooh…^^ enya sok ayeuna mah tong andilau-andilauan kitu GJ teu puguh…mending kerjakeun tong di engke-engke. Kamu inget kan kisahna Rauh Ibnu Zanba. Harita manehanana keur shaum, tuluy ditawarn buka di tengah poe ku Raja tapi subhanallah Rauh ngajawab “… Demi Allah aku tak akan berbuka hari ini. Karena sesungguhnya aku takut besok akan mati”

Ujang: Ari GJ naon Sep?

Asep: hha…satu kosong, ente oge teu gaul Jang. GJ teh Gak Jelas u know?

Ujang: Gkgkgk…Hheu bisa wae ente mah Sep (Ujang merunduk tersipu malu)

Asep: Astaghfirullah… Enggeus ah. Urang tatadi geus kaleuwihan heureuyna. Nu kitu teh melenakan, enya teu Jang?

Ujang: Enya Sep, hampura nyak. Ane can bisa jadi saudaramu yang baik.

Asep: Enya sarua Ane oge, inget yen Allah teh teu resep ka hamba-hamba yang melampaui batas (Al-Baqarah; 190, Al-Imran: 147)

Asep+Ujang: Astaghfirullah…berpelukan.

Demikianlah gambaran yang kemudian dewasa ini terjadi. Globalisasi, menjadi fenomena yang sangat misterius. Kemunculannya diawali dengan semakin menggilanya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi. Jelas sangat berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan manusia. Termasuk Dakwah di dalamnya.

Dakwah yang salah satu aksinya dijewantahkan dari semangat beramar ma’ruf nahi munkar yang juga tertera dalam QS. Ali Imran: 104, “Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung” pun tak lepas dari pengaruh tersebut.

Walaupun jika kita runut, bahwa setiap fenomena yang muncul akan selalu mempunyai dua perspektif; positif atau negatif. Hal itu dikembalikan lagi kepada masing-masing individu. Namun yang pasti pergolakan globalisasi akan terus berkembang bahkan pada sesuatu yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya. Dari segi positif, dakwah mendapatkan satu peluang bagaimana ekspansi-ekspansi penanaman nilai-nilai syariat bisa berjalan massive. Dengan memaksimalkan syiar multimedia: Facebook, tweeter, blog, web dsb. Hal ini agaknya mampu membuat dakwah “tersenyum”.

Tetapi, lagi-lagi kita harus siaga. Dalam artian kita tak lekas cepat puas dengan berbagai “kenyamanan bias” yang ditawarkan.

Terbukti, kader-kader dakwah pun dewasa ini tidak sedikit yang terserang virus alay. Alay, salah satu bentuk dari budaya yang menggejala dalam kehidupan sosial. Kemunculannya, ibarat tamu tak diundang (bukan jelangkung ya^^). Bisa membawa manfaat, namun bisa pula mengakibatkan mudharat. Alay bisa hadir dalam bentuk bahasa, tingkah laku maupun kebiasaan. Contoh pendeknya, dari bahasa. Kata Ya, yang sebelumnya tertulis dalam kumpulan huruf Ya, Ia atau Iya sekarang muncul dengan dua huruf EA. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Alay sendiri menurut Wikipedia; Alay atau anak layangan adalah orang-orang kampung norak yang baru bisa berlagak. Dalam ilmu sosiologi, dikenallah strata yang berarti tingkatan seseorang/kelompok dalam suatu komunitas dan alaylah yang menempati strata terbawah dalam negara Indonesia dan sampai kapan pun strata mereka tidak akan bertingkat bahkan bisa turun apabila ada golongan baru. Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa alay ibarat kanker yang perlahan membunuh karakter Indonesia. Seperti tontonan tak bermutu: R*J* G*MB*L. Jengah saya lihatnya. Akankah bangsa ini diisi oleh orang-orang tak bermoral? Akankah negara ini dihuni oleh mayat-mayat yang berjalan? (Haduuh, astaghfirullah. Klo lagi kumat so, idealisnya).

Kita tengok karakter si Ujang dalam penggalan di atas. Kita secara sadar atau tidak terkadang kerap mendapati suasana seperti itu. Galau Gak Jelas. Bahkan sering pula kita tidak menghadiri satu acara hanya karena alasan SIBUK. ADK memang luar biasa dan biasa di luar. Aktivitasnya yang bejibun terkadang menghijabi keyakinan bahwa Allah adalah pengatur segala sesuatu. Kita tak usah ribet, rumit mikirin hal yang belum tentu jelas adanya (astaghfirullah, menampar diri sendiri…). Ketika kita dihadapkan pada satu dimanika permasalahan; amanah, tugas kuliah, maisyah, nikah, rumah dan serba serbi ah. Maka mari bertawakal, mari beristighfar karena ketidaktenangan, kegelisahan timbul dari syaitan sedangkan ketenangan bersumber dari Allah SWT “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad: 28).

Terlepas dari itu semua, satu yang harus kita yakini bahwa apapun yang kemudian muncul dalam nafas kehidupan kita adalah entah itu anugerah atau musibah yang pasti kita tetap berhusnudzan kepada Allah SWT. Wallahualam Bish shawab, kesalahan timbul dari saya sebagai jelata tak bermakna penuh dosa dan teramat papa. Kebenaran bersumber dari Allah SWT yang Maha Segalanya.

Salam inspirasi

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 9.78 out of 5)
Loading...

Tentang

Aktif di Lembaga Dakwah Mahasiswa UIN SGD Bandung dan KAMMI UIN SGD Bandung, Lembaga Pers Mahasiswa, kuliah Jurusan Jurnalistik 2009, aktif menulis juga di koran nasional Media Indonesia, anak ketiga dari tiga bersaudara, asal Ciamis Jawa Barat.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization