Topic
Home / Narasi Islam / Sejarah / Asy-Syahid, Abdul Qadir Audah (bagian ke-2)

Asy-Syahid, Abdul Qadir Audah (bagian ke-2)

Abdul Qadir Audah (schooloflife.wordpress.com)

Kesadaran terhadap Tanggung Jawab

dakwatuna.com – Ustadz Abdul Qadir Audah berkata, “Saya merasa memiliki kewajiban yang harus saya tunaikan segera, demi syariat, demi kawan-kawanku yang terdiri dari para tokoh undang-undang dan demi mereka yang mempelajarinya melalui riset lapangan. Kewajiban itu adalah memaparkan kepada manusia hukum-hukum syariat dalam masalah pidana dengan bahasa yang dipahami dan akrab bagi mereka. Sekaligus berusaha memperbaiki informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh pakar undang-undang tentang syariat, lalu menyebarluaskan di tengah manusia hakikat yang menghalangi mereka untuk mengetahui semua itu sejak dahulu disebabkan oleh kebodohan.

Undang-undang yang ada adalah buatan manusia, sementara syariat adalah ciptaan Allah. Hukum dan undang-undang yang berlaku dewasa ini sesungguhnya mempresentasikan kelemahan, kekurangan dan ketidakmampuan manusia. Dengan demikian, undang-undang tersebut sangat mungkin mengalami perubahan dan revisi, atau apa yang kita sebut dengan perkembangan. Ketika terjadi perkembangan pada sebuah jamaah atau lembaga ke arah yang tidak terduga, atau menemukan sebuah kondisi yang tidak pernah diprediksi kemunculannya, maka undang-undang itu akan selalu kurang dan takkan mungkin mencapai derajat kesempurnaan selama pembuat dan penyusunnya tidak mendapat predikat sempurna dan tidak memiliki kemampuan mengetahui apa yang akan terjadi berikutnya, walau ia sangat memahami apa yang telah terjadi.

Adapun syariat, maka pembuatnya adalah Allah Azza wa Jalla, yang di dalamnya mempresentasikan kemampuan Sang Pencipta, kesempurnaan, keagungan dan penguasan-Nya atas apa telah dan sedang terjadi. Dengan demikian syariat tersebut diciptakan Allah Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi sekarang dan akan datang. Demikian pula ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu. Ini adalah perkara mulia yang tidak akan tergantikan. Firman-Nya:

“Dan tidak ada pergantian pada kalimat Allah.” Karena itu, ia tidak butuh perubahan dan revisi walau pun waktu terus berjalan, negeri ini mengalami perubahan dan manusia berjalan menuju kemajuannya.”

Ustadz Mahmud Abdul Halim menceritakan kepada kami tentang Ustadz Abdul Qadir Audah dan hubungannya yang erat serta kedekatannya dengan Imam Syahid Hasan al-Banna dan ustadz Hasan al-Hudhaibi. Dalam bukunya “Al-Ikhwan al-Muslimun, Ahdats Shana’at at-Tarikh”, Ustadz Abdul Halim Mahmud berkata, “Pada awalnya, Ustadz Abdul Qadir Audah memimpin sekelompok Ikhwan yang tetap berprasangka baik kepada Abdul Nasser, menyikapinya prilakunya dengan baik sebagai anggapan bahwa dia adalah salah satu perwira Ikhwan yang harus diberi dukungan.”

Tidak dapat diragukan lagi bahwa ustadz Abdul Qadir Audah mampu menempati hati Ikhwan dengan cinta, penghormatan dan penghargaan. Bahkan saya merasa paling cinta, menghargai dan mengormatinya. Dia adalah kawan tercinta yang paling dekat pada hatiku di antara Ikhwan lainnya, dan paling saya kagumi dan cintai.

Ustadz Abdul Qadir Audah adalah sosok yang sangat dicintai oleh Imam Syahid Hasan al-Banna di kalangan Ikhwan. Ia terkadang menyebutnya penuh kebanggaan dan kemuliaan. Ketika Ustadz Hasan al-Hudhaibi diangkat sebagai Mursyid ‘Aam Ikhwanul Muslimin, maka Ustadz Abdul Qadir Audah juga adalah sosok yang dekat dengannya. Dan mungkin saja Ustadz Hasan al-Hudhaibi yang menyarankan padanya agar meninggalkan jabatannya sebagai hakim agar ia dapat lebih fokus sebagai wakil ketua Ikhwanul Muslimin.

Mengenai usahanya dalam memerangi Inggris di Terusan Suez dan pengangkatan pimpinan Ikhwanul Muslimin untuk amal jihad melawan mereka, Ustadz Kamil Syarif menulis dalam bukunya, al-Muqawamah as-Sirriyah fi Qanaat as-Suwaeis (Perlawanan Rahasia di Terusan Suez), “Di tengah malam buta, Oktober 1951, saya menerima selembar telegram yang di dalamnya terdapat tanda tangan Ustadz Abdul Qadir Audah, wakil ketua Umum Ikhwanul Muslimin, yang memintaku agar datang menemuinya di Kairo untuk membahas sebuah perkara yang sangat penting. Dengan kereta api, saya segera berangkat ke Kairo. Di dalam rumahnya pembicaraan berkisar tentang situasi genting dan berbagai kebutuhan yang terkait dengannya. Ia juga menyampaikan padaku bahwa Ikhwanul Muslimin telah memutuskan untuk memasuki peperangan di Qanat (terusan) Suez, dan menugaskanku untuk mempelajari situasi dan kondisi di wilayah Qanat sekaligus mempersiapkan laporan yang lengkap.

Beberapa hari kemudian saya menerima informasi melalui telepon yang memintaku agar menghadiri sebuah rapat penting di Zaqazik yang juga akan dihadiri oleh ustadz Abdul Qadir Audah, Ustadz Mahmud Abduh dan sejumlah jenderal Nizham Khash. Dalam pertemuan itu saya diberitahu oleh ustadz Abdul Qadir Audah bahwa ustadz Mahmud Abduh telah ditunjuk sebagai panglima perang yang akan kami terima instruksi dan perintahnya.

Ketika perselisihan semakin berkobar antara Ikhwan dengan Perwira Revolusi, Abdul Nasser segera menampakkan dusta dan permusuhannya, mengingkari seluru janji dan kesepakatan yang pernah ia buat, mengkhianati amanah dan Ikhwanul Muslimin. Ustadz Abdul Qadir Audah sebagai wakil ketua umum Ikhwan lalu menerbitkan manifesto bersejarah yang membantah berbagai tuduhan dusta dan kebohongan yang dilontarkan Abdul Nasser terhadap Ikhwan. Adapun judul manifesto tersebut adalah Hadza Bayaan li an-Naas “Ini adalah Penjelasan bagi manusia.” Sebagian cuplikan dari penjelasan tersebut sebagai berikut:

“Sesungguhnya dakwah kita telah melalui hari-hari yang sarat dengan berbagai peristiwa besar yang akan memiliki pengaruh terhadapnya pada masa yang akan datang, dan juga terhadap generasi yang akan datang. Adalah hak kalian untuk mengetahui berbagai peristiwa yang dihadapi dakwah ini, beragam situasi dan kondisi yang meliputi kalian dan dakwah ini agar semakin tampak jelas, sehingga sikap dan prilaku kita berada di atas kebenaran dan realita.

Apabila hak kalian terhadap pemimpin kalian adalah mencerahkan dan mengarahkan kalian, maka hak dakwah ini adalah ketika kalian melekatkan etika dakwah ini pada diri disertai batasan-batasannya. Pikiran kalian tunduk pada kekuasaannya, sehingga kalian tidak berfikir selain melalui Islam, tidak mengatakan sesuatu kecuali Islam menyukainya, dan kalian tidak beramal kecuali dalam bingkai Islam. Apabila kalian melakukan itu, maka sesungguhnya kalian telah mengikat diri-diri kalian dengan kitab Tuhan kalian, dengan Sunnah Rasullah dan menyempurnakan iman kalian. Ketahuilah bahwa tidak sempurna iman seorang mukmin sehingga ia berkata dan bekerja karena Allah dalam ridha dan amarah-Nya, cinta dan murka-Nya, dan dalam seluruh perbuatannya:

مَنْ أَحَبَّ للهِ وَأَبْغَضَ للهِ وَأَعْطَى للهِ وَمَنَعَ للهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيْمَانِ  رواه أبو داود، قال الألباني صحيح

Barang siapa yang cinta karena Allah, marah karena Allah, memberi karena Allah, menolak karena Allah, maka sungguh telah sempurna imannya.” [HR. Abu Dawud, Berkata al-Bani hadits ini shahih]

Wahai Ikhwan sekalian, kita bukanlah pelaku kezaliman karena Islam melarang kezaliman. Kita juga bukan penyeru fitnah, karena itu lebih kejam dari pembunuhan. Dan tidaklah pantas bagi seorang mukmin bila ia menjadi tukang fitnah dan tukang laknat. Tapi kita kita berjalan di atas jejak Rasulullah saw.; mengajak kepada kebaikan dengan cara yang hikmah dan nasehat yang baik. Kita selalu menghindar dari menyampaikan nasehat yang buruk, dan berusaha membela dan membalas dengan cara yang lebih baik dengan mengutamakan adab seorang mukmin, kesabaran, dan keyakinannya pada pertolongan Allah Azza wa Jalla.

Untuk kedua kalinya Jamaah Ikhwanul Muslimin dibubarkan. Sebagian besar anggotanya di tangkap dan dipenjara dengan berbagai tuduhan dusta yang dakwakan kepada mereka, dan dimusuhi oleh media massa. Ini adalah ujian yang baru dan cobaan yang mendatangkan kabar gembira berupa keridoan Allah terhadap jamaah ini. Sudah menjadi sunatullah dalam jamaah ini bahwa akan terjadi proses seleksi dengan memisahkan yang baik dari yang buruk. Firman-Nya:

مَّا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَىٰ مَا أَنتُمْ عَلَيْهِ حَتَّىٰ يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ ۗ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِن رُّسُلِهِ مَن يَشَاءُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ۚ وَإِن تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ﴿١٧٩﴾

“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini [*], sehingga dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya [**]. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, Maka bagimu pahala yang besar.” [QS. Ali Imran, 3: 179] [*]  yaitu: keadaan kaum muslimin bercampur baur dengan kaum munafikin.

[**]  di antara rasul-rasul, nabi Muhammad s.a.w. dipilih oleh Allah dengan memberi keistimewaan kepada beliau berupa pengetahuan untuk menanggapi isi hati manusia, sehingga beliau dapat menentukan siapa di antara mereka yang betul-betul beriman dan siapa pula yang munafik atau kafir.

 

Dan hari esok, jamaah ini kembali berada di tengah manusia dengan cahaya lebih terang, tekad lebih kuat, dan dahan yang lebih kokoh. Karena cobaan dan ujian yang terjadi berulang-ulang atasnya menjadi bukti kekuatan iman jamaah ini, kedekatannya kepada Allah Azza wa Jalla dan bukti kebenaran sabda Rasulullah saw.,

أَشَدُ النَّاسِ بَلاَءً الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الصَّالِحُوْنَ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسْبِ دِيْنِهِ ، فَإِنْ كَانَ فِيْ دِيْنِهِ صَلاَبَةً زِيْدَ فِي البَلاَءِ رواه أحمد والبخاري والنساء وابن ماجه

“Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shaleh, lalu orang-orang yang mendekati mereka, kemudian orang yang mendekati mereka. Seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya. Apabila dalam agamanya terdapat keteguhan pada agamanya, maka akan semakin bertambah pula ujian pada dirinya.” [HR. Ahmad, Bukhari, Nasai, dan Ibnu Majah]

— Bersambung

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (2 votes, average: 7.00 out of 5)
Loading...
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah (LKMT) adalah wadah para aktivis dan pemerhati pendidikan Islam yang memiliki perhatian besar terhadap proses tarbiyah islamiyah di Indonesia. Para penggagas lembaga ini meyakini bahwa ajaran Islam yang lengkap dan sempurna ini adalah satu-satunya solusi bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber ajaran Islam yang dijamin orisinalitasnya oleh Allah Taala. Yang harus dilakukan oleh para murabbi (pendidik) adalah bagaimana memahamkan Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mutarabbi (peserta didik) dan dengan menggunakan sarana-sarana modern yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Lihat Juga

Mursyid Ikhwanul Muslimin Divonis Hukuman Seumur Hidup

Figure
Organization