Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Allah, Kuatkan Aku…

Allah, Kuatkan Aku…

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Rintik-rintik hujan dini hari itu, lambat laun mulai menetes semakin lama pun semakin kencang, hingga akhirnya deras hujan di dini hari itu, membasahi dedaunan, memberikan kesejukan kepada dunia, dingin rasanya. Rintik air hujan dini hari itu, di awal tahun ini, semakin membuat suasana senyap, karena sang insan pun semakin menghangatkan tubuh dengan selimut, dan mungkin hanya beberapa yang menengadahkan tangan di antara rintik gerimis hujan, sembari meneteskan airmata, berharap keajaiban dalam keberkahan doa saat hujan, meminta kemustajaban doa saat hujan. Dan dini hari itu, kembali diri ini merenung, lalu bermuhasabah, mengevaluasi sejauh ini, berjalan, berlari, kadang disertai belaian lembut, dan tak jarang pula menginjak kerikil yang tajam, bersama tarbiyah. Tarbiyah yang sudah selama ini mengikatkan hati dengan para perindu surga lainnya, tarbiyah yang selama ini telah membuat sang jiwa yang tulus merasa jatuh hati dengan dakwah dan enggan untuk pindah haluan, tarbiyah yang selama lebih dari empat tahun ini telah membelai lembut sang hati, sehingga hatinya yang semula keras bak batu, kini menjadi lembut, bahkan mengalahkan kain sutra dengan kualitas terbaik sekalipun.

Aku pun menjadi kembali teringat masa-masa awal bersama tarbiyah, entah, diri ini akan menjadi seperti apa ketika tidak bertemu dengan belaian tarbiyah. Entah hati ini mungkin akan semakin membatu tanpa tarbiyah, yang secara kontinyu, sabar, dan tsabat senantiasa membelai lembut sang hati, hingga akhirnya sang hati ini luluh lantah, tak kuasa menahan kesucian tarbiyah, ya, hati ini pun jatuh hati kepada tarbiyah. Teringat masa-masa itu ketika tarbiyah begitu mempesona jiwa, sehingga dengan pesonanya yang luar biasa, membuat jiwa ini takluk bertekuk lutut tanpa syarat, terbuai pesona yang sungguh mempesona. Di sini, di tarbiyah ini, masih saja teringat waktu itu, ketika dengan melingkar, kita seakan akan sedang memadu cinta dan kebersamaan, sedang me-reka cipta, sedang mewujud asa, tentang Islam, tentang indahnya peradaban, tentang mimpi-mimpi yang belum terwujud, dan ternyata, melingkar itu adalah kita, tarbiyah. Ah, indahnya…

Ah, tak terasa, diri ini sudah begitu lama mengenal tarbiyah, bahkan status dan jenjang dalam tarbiyah ini sudah sedemikian tinggi, tetapi masih ada saja rasanya, kegundahan-kegundahan yang kadang menghantui pikiran ini. Seperti pepatah lama mengatakan, “semakin tinggi pohon menjulang, maka serangga, burung-burung, dan  angin tak akan membiarkannya meninggi”, semakin tinggi jenjang ini, bukannya kemudahan yang didapat, tetapi halangan dan rintangan ini justru semakin kencang membadai bertubi-tubi menggoda kekuatan dan ketsiqahan kita untuk selalu bersama tarbiyah. Semakin lama diri ini bersama tarbiyah, bukan semakin kecil tanggungjawab yang diemban, tetapi justru semakin menggunung tanggungjawab itu, tentang amanah yang semakin banyak, tentang produktivitas amal kita, tentang produktivitas rekrutmen kita, tentang keshalihan akhlaq kita, tentang segalanya. Ah, beratnya…

Aku sebenarnya ingin mengungkapkan segalanya di dini hari itu, di awal tahun, namun ternyata setelah kulihat dan kucermati, mengeluhnya diri ini akan berbagai hal dalam tarbiyah, yang saat ini begitu memberatkanku untuk beramal, bukan berasal dari banyaknya amanah-amanah itu, tetapi ternyata berasal dari sini, dari hati ini. Ternyata hati ini sedang lemah, tidak kuat, tidak dekat dengan Allah. Sehingga Allah pun “enggan” untuk menguatkan hati kita. Iman ini sedang compang-camping, sehingga tak kuasa menahan derasnya godaan yang membadai bertubi-tubi silih berganti. Dan pada akhirnya, aku memahami, bahwa tarbiyah ini adalah akumulasi dari iman kita secara individu, bahwa tarbiyah dan iman itu berbanding lurus, tak dapat dipisahkan satu sama lain. Kalau iman itu beres, maka ia akan membuat si empunya nyaman menikmati tarbiyah, nikmat bersama dakwah, tak ada keluhan, tak ada menghilang, tak ada resah dan galau karena banyak amanah dakwah yang diemban. Aku sekarang tahu, di sini, di dini hari ini, hanya ingin berucap dengan sepenuh hati, ya Allah, kuatkan aku….

Allah, ternyata jiwa ini lemah. Begitu lemah. Sangat lemah. Mudah goyah. Mudah terkotori. Mudah terbolak balik. Namun ternyata diri ini tersadar, betapa hati ini begitu merasakan akan kekotoran jiwa ini. Jiwa yang sedang sekarat, dimana sang syahwat keangkuhan, terlalu mendominasi segenap tubuh yang sudah rapuh ini. Ternyata jiwa yang lemah ini, masih bisa saja memperlihatkan keangkuhannya, seakan-akan dia kokoh, seakan-akan dia tegar, padahal rapuh, padahal mudah goyah.

Allah, ternyata kaki yang terlihat kuat menopang segenap anggota tubuh itu, ternyata pincang, ternyata tak lagi kuat. Tak lagi kuat membawa dosa-dosa yang begitu menumpuk. Begitu bertambah setiap waktu. Kaki itu, seakan menjerit, “wahai tubuh, aku tak lagi kuat membawa beratnya dosa-dosa ini”.

Allah, ternyata tubuh yang terlihat elok itu, hanyalah pembungkus. Pembungkus dari seonggok tulang. Seonggok daging yang membusuk. Busuk karena timbunan bangkai-bangkai dosa. Yang semakin lama, ternyata semakin bertambah. Tak berkurang.

Allah, ternyata mulut, dengan rangkain lidah dan bibir yang terlihat menawan, hanyalah ilusi. Yang jika dilihat dengan kacamata kejujuran, di sana akan terlihat sampah-sampah dusta, maksiat, yang senantiasa menumpuk setiap waktu. Tanpa henti. Dan mulut itu hanya pembungkusnya.

Allah, ternyata fisik ini begitu sangat lemah. Semakin tak berdaya. Mengikuti jiwa yang menggelora. Maka Allah, kuatkanlah hambaMu ini. Dan ampunkanlah hambaMu ini

Allah, ingin sekali aku berlari kencang. Mengejarmu, melihat keagunganMu. Menangis di hadapanMu. Berkeluh kesah. Mengadu. Tentang sulitnya perjalanan ini. Tentang begitu banyaknya rintangan. Tentang panjangnya jalan ini.

Tapi Allah, ternyata itu sulit terjadi. Airmata itu kini tak lagi keluar. Terhijab oleh syahwat keangkuhan yang mengotori jiwa ini. Kaki ini sangat berat melangkah, karena kaki ini ternyata masih terbungkus oleh gumpalan dosa-dosa.

Allah, semoga Engkau berkenan, mengampuni hambaMu yang hina-dina ini. Amin ya Rabb.

Allah, kuatkan aku…

Allah, tetapkan aku bersama tarbiyah ini…

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (31 votes, average: 8.90 out of 5)
Loading...

Tentang

Jurnalis online dan pengamat socmed.

Lihat Juga

Ada Dakwah di Dalam Film End Game?

Figure
Organization