
Tatabbu’urrukhas Dalam Talfiq
dakwatuna.com – Ada sebagian orang awam yang memilih tatabbu’urrukhas dan pendapat-pendapat yang aneh dalam mazhab-mazhab atau ulama dengan semangat talahhiy (main-main) tasyahhiy (senang-senang) atau mencari yang paling gampang. Ini boleh atau tidak?
Mayoritas ulama melarang talfiq yang demikian karena sudah berubah menjadi mengikuti selera. Dan syari’at Islam melarang mengikuti nafsu. Ibnu Abdul Barr menyebutkan ijma’ larangan ini.
Sebagian ulama membolehkannya dalam beberapa mazhab, karena tidak ada larangan dalam syari’at yang melarangnya. Al Kamal bin Al Hammam berkata dalam kitab At Tahrir: “Sesungguhnya seorang muqallid dipersilakan mengikuti yang dia kehendaki, meskipun seorang awam mengambil setiap masalah dengan ucapan mujtahid yang lebih ringan baginya, saya tidak tahu apa yang melarangnya secara naqli dan aqli. Keberadaan manusia yang mencari apa yang lebih ringan baginya dari pendapat para mujtahid yang ahli berijtihad, saya tidak mengetahui celaannya dalam syari’at Islam. Dan adalah Rasulullah saw menyukai apa saja yang meringankan umatnya.”
Yang kami ketahui bahwasanya tidak ada perbedaan hukum syar’i antara rukhshah dan azimah, selama masih hukum syar’i yang memiliki dalil shahih. Jika diperbolehkan talfiq dalam masalah pokok, maka tidak ada sisi larangan untuk memilih yang mudah-mudah selama rukhshah itu memiliki dalil syar’i. Tidak bisa dikatakan bahwa hukumnya makruh jika tidak ada dharurat atau udzur, dan diperbolehkan tanpa makruh jika ada kondisi dharurat atau udzur. Rasulullah saw “tidak pernah diberi pilihan dua hal, kecuali memilih yang paling mudah selama tidak ada dosa”[1]. Prinsipnya setiap muslim diberi kebebasan memilih antara pendapat-pendapat produk ijtihadiyah yang berbeda-beda, dan insya Allah pendapat-pendapat itu tidak ada dosa.
Perlu diingatkan bahwa talfiq hanya berlaku dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang zhanniy (hipotesis). Sedangkan untuk masalah-masalah yang bersifat qath’iy tidak ada ruang untuk memilih rukhshah atau talfiq di sana. Sebagaimana jika talfiq atau mencari rukhshah itu menyeret kepada pelanggaran agama, maka hukumnya haram seperti jika dengan talfiq itu menyebabkan khamr, zina, dan perbuatan haram lainnya yang qath’iy menjadi mubah. Hal ini tidak mungkin menjadi halal baik dengan talfiq maupun dengan cara lain.
— Bersambung
(hdn)
[1] Muatan hadits ini dengan redaksi yang berbeda-beda dalam shahih Bukhari Muslim, Muwaththa’ Malik, Musnad Imam Ahmad dan Sunan Ad Darimiy
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: