Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Namaku di Gramedia

Namaku di Gramedia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Sejak kecil aku tak suka menulis, namun aku hanya suka membaca. Menceritakan ulang buku-buku yang telah ku baca adalah kegemaranku yang lain. Buku-buku yang aku baca tak jauh dari kisah teenlit. Kisah romansa remaja-remaja saat ini. Tak jauh dari itu. Kekuatan novel sungguh hebat. Setelah berhari-hari membacanya imajinasiku pun tak pernah hilang membayangkan cerita novel-novel itu. Rasanya aku seperti masuk ke dalam imajinasinya pengarang itu. Satu hal yang menyebabkan dampak negatif ketika kita membaca novel adalah “lupa waktu’. Yah, ketika membacanya kita tak akan pernah mau ada orang yang mengusik keasyikan kita ketika membaca novel. Datang terlambat ke sekolah pun pernah aku alami akibat keasyikan membaca novel.

Ketika duduk di bangku SMP, tempat favorit ku adalah perpustakaan. Mencari informasi novel teenlit apa yang terbaru yang ada di perpustakaan SMP ku itu adalah kebiasaan ku. Meski rela bersaing dengan teman-temanku yang lain aku akan setia menunggu novel-novel teenlit itu. Hebatnya perpustakaan ku, adalah perpustakaan yang selalu update dengan novel-novel teenlit terbaru, jadi pengunjungnya pun tiap hari makin banyak. Didukung dengan bantal yang empuk, televisi, AC, dan tempat untuk duduk santai di bawah dengan menggunakan karpet memanjakan setiap pengunjung yang tak mau beranjak dari tempat favorit itu.

Karena seringnya aku ke perpustakaan, bapak pustakawan akhirnya akrab denganku. Banyak hal yang kami bicarakan, mulai dari buku-buku recommended beliau yang harus aku baca sampai berdiskusi masalah negeri ini tak luput dari perbincangan kami. Meski terkadang aku tak bisa memberikan pendapat atau opini secara logis, karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang kumiliki.

Hampir setiap hari kami berdiskusi masalah negeri ini. Untuk bisa menanggapi pernyataan bapak pustakawan itu,  saya mulai menambah wawasan saya dengan rajin nonton berita-berita di televisi karena keluarga saya tidak berlangganan dengan koran. Dan ketika saya melihat abang saya ke-2 yang sangat gemar dengan MTGW (Mario Teguh Golden Ways), saya pun akhirnya ikut menonton dengannya. Sejujurnya saya tidak mengerti dengan apa yang disampaikan oleh bapak yang terkenal dengan “Super Sekali”nya itu. Beberapa kali saya tonton tak kunjung dapat pencerahan. Dan saya pun mengerti ketika saya telah mengenakan seragam putih abu-abu.

Tak hanya membaca, bakat saya yang lain saya ketahui ketika saya menjuarai Lomba pidato mewakili sekolah bersama dengan rekan-rekan saya yang lain. Yah, lomba pidato yang rasanya saya tidak menyangka bahwa itu adalah salah satu “passion” saya. Saya pemalu dan tak berani untuk berbicara di depan. Berkat guru-guru bahasa Indonesia ku yang luar biasa akhirnya saya mencintai pidato itu sendiri. Belajar, belajar, dan belajar mengenai pidato adalah hal yang sangat menyenangkan untuk mengisi waktu luang.

Kegemaran saya pun bertambah, yakni browsing .Mencari-mencari dan mencari di dunia maya mengenai keadaan negeri ini. Suatu ketika saya melihat lomba di suatu jejaring sosial di dunia maya. Lomba yang berjudul “Asma Nadia Inspirasiku” diselenggarakan oleh penerbit Leutika Publishing. Lomba ini akan memuat kisah-kisah penggemar Asma Nadia yang merasa hidupnya lebih baik ketika membaca buku-buku karangan Asma Nadia.30 pemenang dari lomba ini kisahnya akan dibukukan dalam sebuah buku yang berjudul “Asma Nadia Inspirasiku” ,mendapatkan sertifikat, dan royalti dari hasil penjualan buku-buku itu. Tertarik! Karena sejak aku masih mengenakan rok biru aku sangat mengagumi penulis wanita yang hebat itu. Asma Nadia adalah penulis pertama wanita yang meyakinkan diriku, bahwa wanita pun bisa menulis. Wanita pun bisa menghasilkan karya-karya spektakuler yang luar biasa dan bisa menginspirasi banyak orang. Ketika itu ada seorang penulis pria yang sedang naik daun juga yakni “Habiburrahman El-Shirazy”. Sungguh, novel-novel karangan bapak El-Shirazy begitu mengoyak emosi yang membacanya. Kekagumanku pada 2 penulis hebat itulah yang membuat aku semakin merasa tertantang untuk mencoba dunia kepenulisan.

Berhari-hari menimbang, apakah aku harus mengikuti lomba itu. Lomba menulis untuk pertama kali. Sedangkan aku tak punya pengalaman sebelumnya. Segala macam prasangka menghampiriku. “Aku pasti akan kalah”, ”Tulisanku kan jelek”, dsb yang membuat aku ragu untuk mencoba mulai menulis. Yah, karena aku tak sehebat mereka yang piawai merangkai kata-kata. Dan kuputuskan aku akan mengikuti lomba itu. Lomba Asma Nadia itu. Meski sulit untuk jadi pemenang, paling tidak aku telah mengungkapkan isi hatiku mengenai inspirasi ku dalam dunia kepenulisan. Inspirasiku untuk terus mempertahankan hidayah ini. Pada awalnya aku sempat bingung, apa yang akan aku tulis tentang Asma Nadia. Apa hal yang menginspirasi dalam hidup ini dengan membaca buku-buku karangan Asma Nadia.

Alhamdulillah, akhirnya ide itu muncul. Aku dapatkan sebuah ide yang mungkin aneh ketika orang pertama kali mendengarnya. “Ketika Aku Ingin Melepas Jilbab”. Ide ini membuat aku merinding ketika menuliskannya. Ide ini bukanlah main-main. Ide ini menceritakan bagaimana perjuanganku untuk terus mempertahankan hijab ku ketika aku mengenakan rok biru dan kudapati kekuatan untuk mempertahankan jilbabku ini dari sebuah buku yang ringan, mendidik namun tak menggurui dan begitu menginspirasi. Buku itu adalah “Jilbab Pertamaku” karangan Asma Nadia. Memuat beberapa kisah orang lain yang mempertahankan jilbab pertama mereka. Dan kuyakin bahwa aku tak sendirian untuk terus bertahan dengan seutas kain di kepalaku.

 

“Ketika Aku Ingin Melepas Jilbab” menceritakan pengalaman ku yang tak mudah. Betapa besar godaan yang menghampiriku ketika usia itu. Godaan untuk melepas jilbabku. Usia yang dimana masih mengedepankan ego, usia yang labil, tidak mau diatur dan mudah terpengaruh dengan orang lain. Bagaimana mungkin di usia yang masih sangat muda dan belia saat itu, kita harus mengenakan jilbab. Membuat panas, gerah, dan sedihnya kita tidak bisa mengikuti trend remaja saat ini untuk memodifikasi rambut mereka sesuka hati jika ada model terbaru yang keluar di majalah atau sebagainya. Dan pada akhirnya aku berhasil mempertahankan jilbabku berkat Allah SWT yang menggerakkan hatiku untuk membaca buku yang berjudul “Jilbab Pertamaku” karya Asma Nadia.

Karangan “Ketika Aku Ingin Melepas Jilbab” yang akan kulombakan akhirnya pun selesai. Dan aku mengirimkannya jam-jam terakhir deadline lomba itu. Aku pasrah jika aku tak menang, paling tidak aku telah menuangkan perasaanku dan pengalaman hidupku itu.

Berhari-hari tak ada berita pemenang lomba itu. Sampai suatu hari, ketika aku mendapati perasaanku sedang kacau karena nilai try out SMA ku sangat jauh mendekati angka kelulusan aku sempatkan untuk membuka email. Berharap ada kabar baik yang dapat menghiburku pada hari itu. Dan namaku “Ayyash Ibnu Sofian” menjadi salah satu pemenang dari 30 pemenang hebat lainnya. Perasaan kebahagiaan yang tak bisa kulukiskan. Aku pikir ini adalah mimpi. Dan jika itu mimpi aku tidak mau terbangun dari mimpiku ini. Ternyata benar ini sungguhan bukanlah mimpi. Padahal, aku merasa tulisanku itu tidak cukup baik untuk menjadi pemenang.Ini adalah hadiah dari Allah.

Suatu hari ibu ku menerima sebuah amplop besar dari Jasa pengiriman .Amplop itu ditujukan untukku. Ibuku pun langsung membuka amplop besar itu dan ternyata itu adalah sertifikat lomba yang aku ikuti. Ibuku dan keluargaku kaget. Setahu mereka aku tidak bisa menulis aku hanya bisa berpidato .Keluargaku tak menyangka bahwasanya aku bisa memenangkan lomba menulis itu. Mereka pun akhirnya mendukungku untuk terus mengembangkan minat ku di kepenulisan. Mereka memberikan ucapan selamat dan mereka bangga terhadapku. Perasaan yang sungguh luar biasa. Tak disangka aku pun bisa menulis. Tulisan ku pun dibukukan. Subhanallah, karuniaMU yang sungguh luar biasa.

Ketika aku jalan-jalan ke Gramedia Matraman suatu hari aku menemukan buku ku. Buku “Asma Nadia Inspirasiku”  yang kutulis dengan 30 pemenang lainnya  Kulihat lembaran demi lembaran ada namaku “Ketika Aku Ingin Melepas Jilbab” karya “Ayyash Ibnu Sofian” . Namaku pun kini ada di Gramedia. Berdampingan dengan buku-buku karya penulis-penulis lainnya.

Untuk mengawali sebuah minat baru itu tidaklah mudah kawan, aku pun berjanji untuk terus belajar mengenai dunia kepenulisan. Pasti ada berbagai macam prasangka negatif menghampiri. Lawanlah segala prasangka itu karena mereka yang sukses adalah mereka yang tidak pernah puas dengan hanya menguasai satu bidang saja. Carilah minatmu di bidang lain, kembangkanlah, kesuksesan akan menghampirimu. Aamin. Mari Menulis.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (9 votes, average: 8.56 out of 5)
Loading...

Tentang

a long life learner, staff humas KAMMI MADANI, Aktivis Forum Remaja Masjid Jakarta Islamic Centre (FORMAS JIC). � �

Lihat Juga

ICMI Rusia Gelar Workshop Penulisan Bersama Asma Nadia

Figure
Organization