Topic
Home / Berita / Opini / Protes Buruh dan Ironi Pertumbuhan Ekonomi

Protes Buruh dan Ironi Pertumbuhan Ekonomi

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Gelombang protes barisan buruh yang menuntut untuk perbaikan nasib yang terjadi belakangan ini menunjukkan bahwa baik pemerintah dan pengusaha gagal memperhatikan kesejahteraan kepada mereka, ibaratnya mereka menjadi sapi perah untuk meningkatkan kesejahteraan para pengusaha namun di sisi lain buruh tidak mendapatkan balas jasa yang sepantasnya untuk jasa mereka.

Perbedaan pandangan pengusaha dan buruh dalam penetapan jumlah upah kepada mereka merupakan bentuk dari eksploitasi manusia. Menurut Mustofa (2010) eksploitasi kepada buruh dalam bentuk kebebasan berekonomi tanpa memperhatikan nasib buruh merupakan pola pemiskinan secara sistematik yang lebih menguntungkan kaum pemilik modal yang merupakan cerminan sistem kapitalisme yang tidak adil dan tidak manusiawi memandang buruh sebagai mesin uang bagi usaha mereka dengan cara memberikan gaji yang kurang pantas.

Sebagai contoh apabila kita melihat produk hasil industri yang dibuat oleh buruh seperti sepatu, tas, celana jeans, baju dan sebagainya yang kita liat di mall baik dalam negeri dan luar negeri harganya tidak sebanding dengan upah mereka perbulan bahkan mereka sendiri tidak mampu membeli dan memakai hasil kerja mereka, begitu tidak adilnya dan akutnya problematika perburuhan dalam negeri kita.

Sebagai seorang pengusaha motifnya adalah mendapatkan keuntungan yang semaksimal mungkin dan hal tersebut adalah normal dan sah sebab tujuan bisnis adalah untung bukan rugi, yaitu dengan berusaha menekan cost dalam proses produksi salah satunya dengan mengurangi cost atau biaya upah/gaji buruh di samping mengurangi komponen cost yang lain seperti biaya bahan baku, deliveri, storage dan berbagai biaya lainnya dalam industri.

Terdapat beberapa cara yang biasa ditempuh dalam proses pemberian upah buruh tanpa menciderai nasib buruh yaitu dengan menggunakan beberapa strategi industri dan salah satunya yang biasa dipakai dalam dunia akademik adalah strategi managerial accounting seperti strategi jam kerja, shift karyawan dan sampai dengan mempekerjakan siswa magang di perusahaan atau industri dalam jumlah tertentu pada pos pos tertentu dalam proses produksi.

Langkah ini mampu mengurangi biaya upah sebab siswa magang tidak mesti digaji cukup memberikan biaya transport dan makan selama magang, cari ini sangat efektif mengurangi biaya dan bisa dibayangkan berapa banyak biaya gaji yang bisa dikurangi apabila siswa magang selama 6 bulan dan setiap selesai magang digantikan lagi dengan siswa yang lain. Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan manufaktur sampai industry kelas dunia seperti Toyota yang bahkan melakukan kerja sama dengan sekolah tertentu atau membina sekolah yang akan diajak kerja sama untuk magang, dan tentu saja magang tidak sembarangan ada syarat tertentu agar tidak merugikan kualitas produksi.

Akan tetapi kebanyakan pengusaha lebih memilih dan cenderung bermain dengan pemerintah sebagai jalan pintas untuk mengurangi biaya terutama dalam penetapan standar gaji yang lebih dikenal dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Regional (UMR). Langkah ini sering melukai dan mengecewakan buruh karena sering kali pemerintah tidak adil menetapkan upah cenderung mengikuti kemauan dan lobby pengusaha dimana standar upah tidak rasional karena upah mereka tidak sebanding dengan biaya hidup saat ini yang tinggi untuk membiayai keluarga sementara waktu dan tenaga telah mereka serahkan sepenuhnya untuk perusahaan.

Karena pada umumnya buruh tidak mempunyai akses untuk meyakinkan pemerintah dalam berkontribusi dalam penetapan standar gaji hingga berujung pada kekecewaan dan frustasi yang mengakibatkan buruh sepakat melakukan demo selama beberapa hari hingga mengakibatkan pemblokiran dan penutupan akses jalan tol yang merugikan semua pihak.

Dalam dunia industri konflik internal antara pengusaha dan buruh biasanya metode yang dipakai untuk mengatasinya gap antara buruh dan pengusaha menggunakan teori agen (agency theory) dimana buruh (agen) merasa paling berjasa dan mengetahui kondisi perusahaan dan principle (pemilik modal/pemilik perusahaan) menggangap buruh/agen hanya sebatas pekerja yang harus mengikuti segala aturan yang ditetapkan pemilik modal untuk memaksimalkan keuntungan.

Namun hubungan buruh (agent) dan pengusaha (principle) banyak permasalahan salah satunya adalah soal gaji dan upah sehingga salah satu dari rekomendasi dari agency theory adalah dengan memberikan incentive kepada agen apabila perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar, akan tetapi biasanya ini gagal karena pengusaha cenderung memikirkan kepentingan sendiri dengan melakukan manipulasi laporan keuangan sehingga tidak ada incentive, sikap moral hazard pengusaha inilah yang membuat buruh kecewa sehingga mereka melakukan aksi yang merugikan banyak pihak sampai demo yang anarkis.

Buruh Dalam Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam buruh mendapatkan tempat yang terhormat dan mulia karena dalam Islam apabila kita bekerja dengan niat untuk menghidupi keluarga dan mendapatkan kehidupan yang layak yang sesuai dengan aturan/syariah Islam adalah ibadah dibandingkan dengan melakukan kejahatan merampok apalagi hanya berpangku tangan menjadi pengemis.

Beberapa hadits meriwayatkan bekerja dengan sungguh-sungguh mampu melebur dosa-dosa yang tidak bisa dihapus dengan amalan ibadah lainnya. Ditambahkan oleh Al-Qur’an dalam surat Al An’ am ayat 132 dinyatakan: “Dan masing-masing orang memperoleh derajat dengan apa yang dikerjakannya”. Islam memposisikan pekerja atau buruh setara dengan pemilik modal dan tidak merendahkan posisi buruh dari segi kasar atau halusnya pekerjaan namun melihat dari tingginya kualitas dan hasil kerjanya.

Berbeda dengan paham kapitalisme yang lebih melihat buruh bukan sebagai asset namun kelas pekerja yang bebas dieksploitasi demi memaksimal keuntungan tanpa memihak hal buruh.

Islam tidak menghendaki eksploitasi kepada buruh dengan memberikan beban yang berada di luar batas kemampuannya sampai lembur yang tinggi demi mengejar target sementara porsi balas jasa yang tidak manusiawi. Rasulullah pernah menegaskan hal ini:”Janganlah kamu sekalian membebani buruh dengan tugas yang dia tidak kuat memikulnya.” Islam menganjurkan perusahaan agar memberikan bantuan dan rangsangan kepada buruh bila memberikan tugas tambahan. Rasulullah menyatakan hal ini: Bila kamu sekalian membebani mereka maka berilah dorongan dan bantuan.”

Di sisi lain Islam mendorong dan mensyaratkan agar kebutuhan primer buruh baik kebutuhan fisiologis, keamanan, penghargaan, informasi, pengetahuan dan kebutuhan rohani dipenuhi namun kenyataannya hak buruh kurang mendapatkan perhatian dari pengusaha dan Islam tidak hanya menjamin hak buruh tetapi juga menjamin hak-hak pengusaha. Oleh karena itu pengusaha dan buruh harus saling mengedepankan kepentingan bersama

Ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al Maidah ayat 1: “wahai orang-orang yang beriman penuhilah akad atau janji-janji itu”. Ditambah dalam surat Al Muthaffin ayat 1-3: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi”.

Ironi Pertumbuhan Ekonomi

Kondisi buruh saat ini yang mengakibatkan mereka frustasi dan kecewa terhadap upah yang mereka dapatkan dengan melakukan demo besar- besaran adalah cerminan kondisi ekonomi kelas bawah yang menuntut kesejahteraan.

Pemerintah SBY dan Boediono oleh tim ekonominya selalu menjual kepada rakyat bahwa berhasil meningkatkan kesejahteraan yang ditandai dengan tingkat pertumbuhan makro ekonomi yang stabil. Pada tahun 2011, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat fantastis: 6,5%. Angka itu menempatkan kekuatan ekonomi Indonesia di urutan ketiga Asia. Selain itu, pemerintah juga dianggap sukses menekan angka kemiskinan hingga 12,3%. Sedangkan pengangguran berhasil diturunkan hingga 6,6% dan apabila kita periksa, sebagian besar pemicu pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah: investasi asing, perdagangan internasional, dan konsumsi.

Kenyataannya sangat berbeda sebab pertumbuhan ini hanya dirasakan segelintir pelaku ekonomi dan pemilik modal papan atas di negeri ini bahkan tidak menutup kemungkinan lebih banyak dinikmati oleh asing. Pemerintah gagal memenuhi hak-hak dan kesejahteraan rakyat kelas bawah. Rakyat kecil dan buruh selalu menjadi korban eksploitasi untuk kepentingan pemilik modal dan politik pemerintah.

Sesungguhnya buruh dan pengusaha adalah pihak yang saling terkait, tidak saling merendahkan atau menggantungkan kepentingan. Kaum buruh merupakan salah satu elemen bangsa yang juga menginginkan penghidupan yang layak, terpenuhi hak-haknya setelah tertunaikan kewajibannya.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (1 votes, average: 9.00 out of 5)
Loading...

Tentang

Penulis saat ini menjadi asisten dosen dan peneliti di department accounting International Islamic University Malaysia (IIUM), di luar aktivitas akademik aktif sebagai pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Chapter Malaysia dan Islamic Economics Forum for Indonesia Development (ISEFID).

Lihat Juga

Seminar Nasional Kemasjidan, Masjid di Era Milenial

Figure
Organization