Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Benci Berubah Menjadi Cinta

Benci Berubah Menjadi Cinta

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Bahasa Arab

dakwatuna.com – Diawali dengan berpulangnya kedua orang tua Fulan menghadap Ilahi Rabbi saat Fulan duduk di bangku Madrasah Ibtidaiyah, usia yang sangat belia untuk menghadapi kerasnya hidup ini. Sepeninggal kedua orang tuanya, Fulan tumbuh sebagai anak yatim piatu di bawah asuhan keluarga besar almarhum kedua orang tuanya.

Atas desakan keluarga besar, Fulan melanjutkan sekolah ke Madrasah Tsanawiyah (SMP). Seperti yang kita ketahui bahwa mata pelajaran di Madrasah Tsanawiyah didominasi oleh pelajaran agama, salah satunya adalah Bahasa Arab yang merupakan mata pelajaran yang amat sangat dibenci oleh Fulan. Namun entah mengapa, walaupun Fulan membenci Bahasa Arab, dia tetap bisa lulus dari Madrasah Tsanawiyah.

Dari Madrasah Tsanawiyah, Fulan melanjutkan ke Madrasah Aliyah (SMA), lagi-lagi Fulan harus berhadapan dengan sesuatu yang dia benci yang bernama “Bahasa Arab”! Fulan mulai mengalihkan rasa benci yang mulai memuncak terhadap Bahasa Arab ke Bahasa Inggris dikarenakan guru yang mengajarkan Bahasa Inggris menggunakan metode yang menarik minat Fulan terhadap mata pelajaran tersebut. Saat Fulan duduk di bangku kelas II, Fulan bertemu dengan seorang guru Bahasa Arab lulusan dari Kuwait yang membuka mata hatinya dan mengikis rasa bencinya terhadap Bahasa Arab. Guru tersebut berujar bahwa “Mengapa kalian lebih suka mempelajari Bahasa Inggris daripada mempelajari Bahasa Arab yang merupakan Bahasa Allah?” Fulan terhenyak, sesaat dia terdiam terpaku, menyadari kesalahannya selama ini yang sudah sekian lama membenci Bahasa Arab. Dalam hatinya dia bertekad: “Mulai saat ini saya akan mempelajari Bahasa Arab” dan sejak saat itu sedikit demi sedikit rasa cinta Fulan terhadap Bahasa Arab mulai tumbuh dan berkembang, mengikis rasa benci yang lama terpendam hingga rasa benci itu lenyap dan berubah menjadi sebuah rasa cinta. Untuk membuktikan rasa cintanya terhadap Bahasa Arab, Fulan bertanya kepada Sang Guru, dimana tempat yang tepat baginya untuk menuntut ilmu Bahasa Arab lebih dalam, Sang Guru merekomendasikan ke sebuah pesantren.

Rasa cinta Fulan tidak serta merta mendapat dukungan dari keluarga besar yang selama ini mempunyai andil dalam membesarkannya, namun Fulan tidak berputus asa, dia tetap mempertahankan rasa cinta itu dan mencari jalan agar tetap bisa masuk ke Pesantren rujukan dari Sang Guru. Fulan mengungkapkan kepada keluarga besarnya bahwa dia akan tetap melanjutkan ke Pesantren dan mengenai biaya Fulan yang akan mengusahakannya sendiri. Alhamdulillah, dengan izin Allah, akhirnya Fulan bisa masuk ke Pesantren tersebut. Tanpa bekal dan biaya dari keluarga besarnya, Fulan menjalani hari demi hari di Pesantren dengan berpuasa. Fulan sahur dan berbuka dengan air kran yang ada di Pesantren tersebut, baginya tiada hari tanpa berpuasa dan itu dilaluinya tanpa mengeluh kepada siapa pun, hanya kepada Allah SWT dia menggantungkan semuanya. Cinta Fulan terhadap Bahasa Arab telah membuatnya hanyut dalam kehidupan yang selama ini dalam pandangan orang adalah sesuatu yang tidak masuk akal, namun Fulan yakin bahwa pertolongan Allah pasti akan datang.

Singkat cerita, di pesantren tersebut akan diadakan lomba pidato dalam Bahasa Arab. Fulan bersemangat sekali mendengar berita tersebut dan berusaha sekuat tenaga berlatih dan menghafal Bahasa Arab. Fulan memandang ini adalah sebuah kesempatan bagi dirinya untuk merubah hidup sekaligus jalan keluar yang diberikan oleh Allah SWT dari permasalahan yang sedang dihadapinya mengenai biaya SPP yang sudah menunggak selama 3 bulan. Fulan ingin membuktikan kepada para Ustadz dan murid-murid di Pesantren tersebut bahwa dia akan memenangkan lomba pidato itu walaupun dia tergolong anak baru di sana.

Upaya Fulan akhirnya membuahkan hasil… kerja kerasnya selama ini tidak sia-sia, rasa cintanya terhadap Bahasa Arab telah menempa Fulan menjadi pribadi yang tangguh dan pantang menyerah. Atas izin Allah SWT, Fulan memenangkan Lomba Pidato Bahasa Arab tersebut mengalahkan saingannya yang mayoritas adalah senior di Pesantren tersebut. Usai lomba, Fulan dipanggil oleh pihak Pesantren dan karena prestasinya Fulan dibebaskan dari biaya SPP selama Fulan menempuh pendidikan di Pesantren tersebut.

Dari kisah ini, marilah kita sama-sama introspeksi diri sebagai seorang muslim, sudahkah kita mencintai Bahasa Arab, yang merupakan Bahasa Al-Qur’an, kitab suci umat Islam? Jika belum, tidak ada kata terlambat untuk belajar Bahasa Arab dan mencintainya.

Dari Utsman bin Affan RA dari Nabi Shalallaahu ‘alaihi wasallam ia bersabda;

“Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain”. (Bukhari no: 4739)

Marilah kita mengisi hari-hari kita dengan Belajar Bahasa Arab dan Mempelajari Al-Qur’an…

Semoga tulisan ini bisa menjadi motivasi bagi para pembaca dan khususnya bagi penulis pribadi.

Salam hormat untuk ustadz yang telah memberi motivasi untuk mencintai Bahasa Arab.

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (17 votes, average: 8.59 out of 5)
Loading...

Tentang

Lahir di Jakarta pada tahun 1981. Dan kini juga tinggal di Jakarta. Seorang karyawati swasta, menikah, mempunyai 2 org anak dan sedang mengikuti program Bahasa Arab di PSI Al Manar, Jakarta Timur.

Lihat Juga

Semusim Cinta, Ajang Menambah Ilmu dan Silaturahim Akbar WNI Muslimah Se-Korea Selatan

Figure
Organization