Topic
Home / Pemuda / Essay / Fenomena Pacaran Remaja Muslim

Fenomena Pacaran Remaja Muslim

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (blogspot)

dakwatuna.com – Jika kita berbicara tentang tema pacaran, tentu tidak asing lagi bagi muda mudi yang sudah memasuki masa pubertas, masa di mana seorang pemuda sudah mulai mengenal arti kecantikan seorang wanita, dan begitu juga sebaliknya, seorang wanita sudah mulai mengenal arti ketampanan seorang pemuda. Masa muda adalah masa yang labil, masa yang penuh dengan bermacam fenomena, masa di mana seorang anak manusia cenderung kearah pencarian jati diri, pengakuan dari individu luar, ingin tau banyak hal tentang kehidupan, serta membutuhkan rasa kasih sayang dari individu yang ia anggap mampu memberikan hal tersebut selain orang tua, yaitu lawan jenisnya. Salah satu fenomena itu ialah yang populer di sebut pacaran.

Definisi pacaran memiliki makna tersendiri serta dalam lingkup yang sangat luas, bahkan bisa dikatakan “pacaran” bukan bahasa definitive yang bisa dipakai untuk mewakili fenomena yang terjadi terhadap muda mudi tersebut, karena pengertian dan batasannya tidak sama buat setiap orang sesuai dengan pengalaman sosio-kulturalnya.

Asal kata “pacaran” dalam bahasa Indonesia adalah “pacar”, yang memiliki arti, “kekasih” atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Yang kemudian mendapat imbuhan –an atau ber-an yang arti harfiahnya “bercintaan”; (atau) “berkasih-kasihan” (dengan sang pacar).

Kemudian Wikipedia mendefinisikan kata “pacaran” sebagai proses perkenalan antara dua insan manusia yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan berkeluarga yang dikenal dengan “pernikahan”. Yang pada kenyataannya, penerapan proses tersebut masih sangat jauh dari tujuan yang sebenarnya. Manusia yang belum cukup umur dan masih jauh dari kesiapan memenuhi persyaratan menuju pernikahan telah dengan nyata membiasakan tradisi yang semestinya tidak mereka lakukan. Maka tidak sedikit hal itu disalahartikan oleh kalangan muda mudi yang mengidolakan pacaran tersebut dengan melakukan tindakan-tindakan yang sangat jauh dari norma sosial, kesopanan, apalagi agama.

Lalu bagaimana Islam sebagai agama menyikapi fenomena ini, yang mau tak mau bisa saya katakan remaja atau muda mudi Islam saat ini hampir kebanyakan mereka menjalani lakon di atas, baik yang Islamnya hanya tertera di KTP sampai kalangan yang bisa dikatakan memiliki latar belakang pendidikan agama yang cukup mumpuni seperti para santri, ustadz, mahasiswa perguruan tinggi Islam, aktivis Islam, dan lain sebagainya yang menggeluti dunia keislaman, dengan bermacam istilah lain yang mereka gunakan dalam mengartikan hal tersebut.

Islam mengakui adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Karena itu adalah fitrahnya. Ketika seseorang memiliki rasa cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya. Mari kita telusuri hal ini dalam arti firmannya di bawah ini:

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik”. (QS. Ali Imran: 14).

Kitab suci Al-Qur’an tidak menafikan hal itu bukan? Tapi, cinta yang bagaimana termasuk kategori di atas, yakni cinta yang mampu memberikan rasa indah dalam pandangan manusia? Apakah cinta yang dibalut dengan istilah pacaran di atas termasuk kategori ayat tersebut?

Sahabatku para remaja muslim, dalam agama Islam kita dianjurkan untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluan agar kita tidak terjerumus ke dalam lembah ajakan setan laknatullah, karena setan selalu mengajak anak manusia untuk ingkar kepada Allah dan syariat yang dibawa oleh utusannya Nabi besar Muhammad SAW. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an:

“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…..” (QS. An-Nur: 30-31)

Dalam ayat yang lain kita dilarang mendekati zina.

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. al Israa’: 32)

Setujukah kalian wahai para remaja muslim jika saya katakan pacaran itu adalah jalan (mendekati) untuk melakukan perbuatan zina? Coba kita perhatikan apa saja yang sering dilakukan oleh orang yang sedang berpacaran. Bukankah kalau berpacaran itu tak jauh dari bermesraan, berdua-duaan di tempat gelap, saling berpegangan tangan, ciuman atau berpelukan, dan terakhir berbuat zina? Jika memang itu yang terjadi, yuk kita simak dalam sabda nabi:

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan kecuali ditemani oleh mahram-nya”. (HR. Imam Bukhari)

Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, disebutkan pula:

“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan perempuan yang tidak halal baginya, karena orang yang ketiganya nanti adalah syaithan, kecuali kalau ada mahramnya”.

Sahabatku para remaja muslim, adakah pacaran tanpa hal-hal negatif di atas? Tanpa bermesraan, tanpa pegangan tangan, ciuman, pelukan dan seterusnya. Saya rasa tidak ada, kenapa? Karena pacaran itu menurut saya hanya cinta kasih yang hanya mengedepankan hawa nafsu belaka, keegoisan, dan rasa ingin memiliki saja. Remaja muslim jangan tergiur oleh istilah pacaran Islami, ta’arufatau apalah namanya, karena tipu muslihat setan itu sangat halus saudaraku. Sungguh aneh jika ada yang mengatakan “kita boleh berpacaran asal itu dilakukan secara islami, mencintai karena Allah”. Rasanya sangat lucu sekali jika selepas melakukan hubungan vertikal kepada Allah (shalat) kemudian kita melakukan hubungan horizontal kepada sang pacar dengan bermesraan lewat telepon, sms, atau lewat jejaring sosial. Sangat aneh jika setelah membaca mushaf kemudian kita membaca surat dari sang pacar, pergi ke majelis ta’lim berduaan pakai motor, dsb. Akhirnya STMJ (shalat terus maksiat pun jalan) na’udzubillah min dzalik.

Janganlah kita mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan hanya demi sang nafsu yang tak pernah kenyang. Tundukkanlah pandangan terhadap lawan jenismu, agar kau bisa selamat. Karena pandangan itu tak ubahnya seperti sebilah anak panah yang beracun, jika kau lepaskan ia dari busurnya maka ia akan mengenai hatimu yang selanjutnya akan membinasakanmu dengan racun tersebut. Ingatlah bahwa nafsu hanya bisa dikalahkan dengan rasa takut kepada Allah, dengan mendekatkan diri kepadanya. Semoga Allah memelihara kita semua dari fitnah zaman ini. Amin yaa robbal a’alamiin

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (67 votes, average: 8.00 out of 5)
Loading...
Mahasiswa S1 Tahun Akhir Jurusan Studi Islam (Spesialisasi Fiqh-Ushul) Universitas Hassan Tsani, Mohammedia, Casablanca, Maroko.

Lihat Juga

Aresta VIII (dok. dakwatuna.com)

Ajang Remaja Berprestasi 14: Genggam Dunia dengan Impianmu, Ubah Dunia dengan Potensimu

Figure
Organization