Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kalau Hidup Cuma Mengalir…

Kalau Hidup Cuma Mengalir…

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - (wordpress.com/stanvaganza)

dakwatuna.com – “Ah, saya, sih mau jadi orang biasa-biasa saja, Mba. Ga neko-neko lah. Bisa makan kenyang sehari aja udah cukup.” Demikian penuturan bapak tukang angkot (supir) nomor 34 itu menanggapi pertanyaanku tentang bagaimana hidup di Jakarta.

Aku tersenyum. Lelaki yang kutaksir berusia sekitar 40 tahunan itu sedikit menerawang. “Kepengen sih, Mba, buka usaha. Dagang apa, gitu. Tapi ya mau bagaimana lagi. Modal aja ga ada.” Kalimat itu meluncur seiring tanyaku tentang adakah keinginan beliau beralih ke dunia wirausaha. “Lagian kalo dagang dapetnya ga pasti, Mba…” beliau tersenyum. “Mending nyopir gini..”

“Bapak ga pernah ganti rute. Ya nomor 34 aja dari dulu tahun 90-an. Setelah Bapak lulus SMA langsung nyupir, Mba.” Kali ini adalah respon beliau saat aku bertanya bahwa apakah boleh seorang sopir angkot berganti mobil. Dan, rentang waktu dua puluh satu tahun bukanlah waktu yang sebentar. Ya, selama itulah beliau berada di balik setiran mobil nomor 34 itu.

Sering kita melihat fenomena seperti itu di sekitar kita. Masih lekat di ingatan saya, seorang bapak penjual ‘rangin’ sewaktu saya TK. Hingga detik sekarang, pun beliau masih setia dengan gerobak panggul biru dan topi koboi hitam lusuh yang selalu bertengger melindungi kepalanya dari terik matahari.

Mereka berdua hanya sekelumit orang dari ribuan orang di negeri ini yang mengalami nasib serupa. Statis, tidak ada perubahan dan perbaikan dalam perekonomiannya. Apakah mereka tidak mau berubah? Tidak mampu? Ataukah tiada mereka mendapat kesempatan?

Andai perubahan adalah kepastian

Sering terdengar lengkingan kalimat penyeru bahwa perubahan adalah kepastian. “Bergerak atau tergantikan” juga merupakan jargon sebuah organisasi mahasiswa yang tergolong besar, menandakan bahwa fitrah suatu lingkungan adalah berubah, dinamis, dan dengan harapan menuju pada kebaikan.

Akan tetapi, bagaimana halnya dengan sekelumit contoh di atas? Bukankah kondisi mereka tidak berubah? Buktinya, mereka itu tetap saja menjalani profesi yang telah puluhan tahun mereka lakoni untuk sekedar memutar

Perubahan adalah kepastian, namun ia juga merupakan pilihan. Mungkin ada sebagian orang beranggapan bahwa ia tidak memiliki kesempatan untuk berubah. Ada sebenarnya. Namun celah sempit bernama kesempatan itu alih-alih dilihat dari sisi bahwa ia membawa secercah harapan namun malah dipandang sebagai suatu kemustahilan untuk ditempuh dan diperjuangkan.

Batu yang keras sekalipun mampu berubah dengan ketabahan air. Maka tidak ada alasan bahwa manusia tidak bisa berubah. Kemampuan telah Allah berikan pada setiap diri bernama manusia. Kesempatan, telah Allah berikan 24 jam tiap harinya. Apa yang kurang? Tak lain, adalah kemauan kita, para pelaku perubahan untuk melakukan perubahan itu sendiri.

Rasulullah, sang legendaris, melakukan perubahan besar pada kaumnya. Beliau mereformasi kejahiliyahan yang ada di sana menuju ketundukan rabbani. Beliau mengalihkan arus potensi bangsa Arab yang luar biasa; fisik penduduknya yang kuat, hapalan mereka lekat, tekad dan kekerabatan yang luar biasa, dll menjadi kekuatan dahsyat dalam garis pembelaan terhadap Sang Haq. Maka beliaulah sang perubah.

Dan kembali pada kita sebagai pribadi. Apa yang kita lakukan pada diri kita untuk merubah hidup kita, untuk merubah bangsa kita menjadi lebih baik?

Jika masih terbesit rasa pada diri bahwa urusan agama dan bangsa bukanlah urusanmu, jika masih merasa bahwa masalah dan hajat hidupmu adalah segalanya, maka jangan harap muncul benih perubahan dalam hidupmu. Apabila foya-foya kau pilih menjadi tipe hidupmu, apabila keacuhan terhadap kehidupan sosial kau anut dalam keseharianmu, tentulah masa depan cerah hanya sebagai wacana di hidupmu saja.

Beranjaklah dari zero point hidupmu menuju hero zone yang luar biasa. Hilangkan ketakutan, buang jauh pesimisme yang menghantui dirimu. Sibaklah tirai gelap yang menghambatmu melakukan perbaikan dan perubahan. Apapun dan sekecil apapun upayamu untuk memperbaiki lingkunganmu, dirimu, maka itu adalah hal yang membawa kemanfaatan.

AYO BERUBAH!

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (35 votes, average: 9.43 out of 5)
Loading...
Mahasiswa semester 1 di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Saat ini aktif di KAMMI dan menjadi kepala departemen Pemberdayaan Perempuan KAMMI Komisariat Madani.

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization