Topic
Home / Dasar-Dasar Islam / Aqidah / Makna “Ilah” (Bagian ke-1)

Makna “Ilah” (Bagian ke-1)

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Kalimat Laa ilaha illallah tidak mungkin kita pahami kecuali dengan memahami terlebih dahulu makna ilah yang berasal dari ‘aliha’ yang memiliki berbagai macam pengertian. Dengan memahaminya kita akan mengetahui motif-motif manusia mengilahkan sesuatu.

1. Aliha

Ada empat makna utama dari aliha yaitu sakana ilahi, istijaara bihi, asy syauqu ilaihi dan wull’a bihi. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

a. Sakana ilaihi (mereka tenteram kepadanya), yaitu ketika ilah tersebut diingat-ingat olehnya, ia merasa senang dan manakala mendengar namanya disebut atau dipuji orang ia merasa tenteram.

Penggunaan kata Ilah dengan makna ini tersirat di dalam Al-Qur’an, di antaranya pada ayat berikut ini:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَىٰ قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَىٰ أَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَٰهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ ۚ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ﴿١٣٨﴾

“Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan)”.” (QS. Al-A’raaf: 138)

Ayat di atas menggambarkan kisah Bani Israel yang bodoh karena menghendaki adanya ilah yang dapat menenteramkan hati mereka.

b. Istijaara bihi (merasa dilindungi olehnya), karena ilah tersebut dianggap memiliki kekuatan ghaib yang mampu menolong dirinya dari kesulitan hidup.

Penggunaan kata Ilah dengan makna ini bisa kita simak dalam Al-Qur’an antara lain pada ayat berikut ini:

وَاتَّخَذُوا مِن دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَّعَلَّهُمْ يُنصَرُونَ﴿٧٤﴾

“Mereka mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar mereka mendapat pertolongan.” (QS. Yaasiin: 74)

Ayat di atas menggambarkan orang-orang musyrik yang mengambil pertolongan dari selain Allah, padahal berhala-berhala tersebut tidak dapat memberikan pertolongan (lihat QS. Al-A’raaf ayat 197).

c. Assyauqu ilaihi (merasa selalu rindu kepadanya), ada keinginan selalu bertemu dengannya, baik terus-menerus atau tidak. Ada kegembiraan apabila bertemu dengannya.

قَالُوا نَعْبُدُ أَصْنَامًا فَنَظَلُّ لَهَا عَاكِفِينَ﴿٧١﴾

“Mereka menjawab: “Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.” (QS. Asy-Syu’araa’: 71)

Ayat di atas menggambarkan para penyembah berhala yang sangat tekun melakukan pengabdian kepada berhala karena selalu rindu kepadanya.

d. Wull’a bihi (merasa cinta dan cenderung kepadanya). Rasa rindu yang menguasai diri menjadikannya mencintai ilah tersebut, walau bagaimanapun keadaannya. Ia selalu beranggapan bahwa pujaannya memiliki kelayakan untuk dicintai sepenuh hati.

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ ۖ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ ۗ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah…” (QS. Al-Baqarah: 165)

Ayat di atas menggambarkan adanya sebagian manusia (orang-orang musyrik) yang menyembah tandingan-tandingan (أَندَادًا) selain Allah dan mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, karena mereka sangat cenderung atau dikuasai olehnya.

2. Abadahu

Selanjutnya, Aliha bermakna abaduhu yang berarti mengabdi/menyembahnya. Karena empat perasaan di atas demikian mendalam dalam hatinya, maka dia rela dengan penuh kesadaran untuk menghambakan diri kepada ilah (sembahan) tersebut. Hal ini sebagaimana perkataan orang Arab di mana aliha bermakna abadahu, seperti dalam kalimat: “aliha rajulu ya-lahu” yang artinya “lelaki itu menghambakan diri pada ilahnya”.

Dalam hal ini ada tiga sikap yang mereka berikan terhadap ilahnya yaitu kamalul mahabah, kamalut tadzalul, dan kamalul khudu’.

a. Kamalul mahabbah (dia amat sangat mencintainya), sehingga semua akibat cinta siap dilaksanakannya. Maka dia pun siap berkorban memberi loyalitas, taat dan patuh dan sebagainya.

Orang kafir yang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai ilahnya, demikian senangnya apabila mendengar nama kecintaannya, serta tidak suka apabila nama Allah disebut.

وَإِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَحْدَهُ اشْمَأَزَّتْ قُلُوبُ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ ۖ وَإِذَا ذُكِرَ الَّذِينَ مِن دُونِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ﴿٤٥﴾

“Dan apabila hanya nama Allah saja disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati.” (QS. Az-Zumar: 45)

Sedangkan kecintaan seseorang terhadap sesuatu tanpa dasar yang benar, dapat membentuk sebuah penghambaan tanpa disadarinya. Rasulullah SAW bersabda,

“Celakalah hamba dinar (uang emas), celakalah hamba dirham (uang perak), celakalah hamba pakaian (mode). Kalau diberi maka ia ridha, sedangkan apabila tidak diberi maka ia akan kesal.” (HR. Bukhari)

Hal ini disebabkan kecintaan yang amat sangat terhadap barang-barang tersebut.

b. Kamalut tadzulul (dia amat sangat merendahkan diri di hadapan ilahnya). Sehingga menganggap dirinya sendiri tidak berharga, sedia bersikap rendah serendah-rendahnya untuk pujaannya itu.

Dalam hal ini, orang-orang kafir sangat menghormati berhala-berhalanya sembahannya. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا﴿٢٣﴾

“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr”.” (QS. Nuuh: 23)

Dalam catatan sejarah, orang-orang musyrik marah karena berhala-berhalanya dipermalukan oleh Nabi Ibrahim AS, sehingga mereka menghukum Nabiyullah untuk membela berhala-berhala. Reaksi kemarahan tersebut menandakan bahwa mereka begitu rendah diri dan hormat terhadap berhala-berhalanya. Peristiwa ini terekam dalam Al-Qur’an:

قَالُوا مَن فَعَلَ هَٰذَا بِآلِهَتِنَا إِنَّهُ لَمِنَ الظَّالِمِينَ﴿٥٩﴾

“Mereka berkata: “Siapakah yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang zhalim”.” (QS. Al-Anbiyaa’: 59)

c. Kamalul khudu’ (dia amat sangat tunduk, patuh), sehingga akan selalu mendengar dan taat tanpa reserve, serta melaksanakan perintah-perintah yang menurutnya bersumber dari sang ilah.

Dalam hal ini, orang-orang kafir pada hakikatnya mengabdi kepada syaithan yang telah memperdaya mereka. Hal ini tersirat dalam perintah Allah SWT,

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَن لَّا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ ۖ

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? …” (QS. Yaasiin: 60)

Begitu mengabdinya mereka kepada syaithan, mereka sangat patuh sehingga bersedia membunuh anak-anaknya untuk mengikuti program ilah-ilah sembahannya.

وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٍ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ قَتْلَ أَوْلَادِهِمْ شُرَكَاؤُهُمْ لِيُرْدُوهُمْ وَلِيَلْبِسُوا عَلَيْهِمْ دِينَهُمْ ۖ

“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya.” (QS. Al-An’aam: 137)

— Bersambung

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (20 votes, average: 9.00 out of 5)
Loading...
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah (LKMT) adalah wadah para aktivis dan pemerhati pendidikan Islam yang memiliki perhatian besar terhadap proses tarbiyah islamiyah di Indonesia. Para penggagas lembaga ini meyakini bahwa ajaran Islam yang lengkap dan sempurna ini adalah satu-satunya solusi bagi kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw adalah sumber ajaran Islam yang dijamin orisinalitasnya oleh Allah Taala. Yang harus dilakukan oleh para murabbi (pendidik) adalah bagaimana memahamkan Al-Qur�an dan Sunnah Rasulullah saw dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mutarabbi (peserta didik) dan dengan menggunakan sarana-sarana modern yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Lihat Juga

Sebuah Nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Figure
Organization