Jalan Sang Dai

Ilustrasi (inet)

Dakwatuna.com– Idealisme adalah bara yang memanaskan semangat hidup manusia. Dengan semangat itu hati yang lemah tergerak, pikiran yang tergenang menjadi seganas samudera, dan kaki yang berat mulai melangkah dan berlari mengejar mimpi tertingginya.

Inilah pelajaran idealisme. Inilah jalan yang pernah ditapaki manusia-manusia besar sepanjang sejarah. Mereka telah menelusuri setiap detail episode Sang Tokoh ideal. Mempelajari setiap senyum dan perhatiannya sehingga menjadi manusia paling sejuk raut mukanya dan tinggi moralnya. Mempelajari setiap pikirannya sehingga menjadi manusia paling bijak. Setiap momen keberaniannya membuat mereka menjadi petarung tak kenal ragu. Setiap sikap jujurnya menginspirasi mereka menjadi okonom teratas di zamannya. Setiap kebijakannya menumbuhkan mereka menjadi negarawan terlihai. Bahkan mereka belajar menjadi bapak yang teladan bagi anak-anaknya, tetangga yang peka, suami yang penyayang, pemuda yang terhormat, atau spesialis yang profesional.

Dan sekumpulan manusia-manusia beridealisme itu pernah melukis kanvas sejarah sejak 15 abad yang lalu sehingga warnanya terlihat jelas hari ini. Warna itu adalah umat. Saat dakwah membangun umat itu dimulai dengan kesendirian, bahkan terasing dan terusir, lalu singkat saja menjadi 110 ribu jumlahnya dan tidak lama kemudian umat berkembang hingga terbentang hingga kekuasaannya dari Cina hingga Spanyol. Dari Rusia hingga Indonesia dan sekarang jumlahnya hampir mencapai satu setengah milyar.

Benar, mereka telah mengikuti jejak langkah yang benar. Karena idealisme itu dipelajari dari manusia ideal. Seorang manusia yang tidak layak dibandingkan dengan manusia-manusia sekelas Newton atau Napoleon, atau sekadar Caesar dan Voltaire. Karena ia bahkan lebih agung dari Nabi Isa, Musa, Daud, Ibrahim dan seluruh nabi. Ia telah melintasi langit dengan jasad dan ruhnya, juga melihat surga dan neraka saat hidup dengan kedua matanya secara langsung, bukan dengan akal saja.

Seorang manusia yang masih lebih tinggi derajatnya dari malaikat, dari Jibril malaikat teragung sekalipun. Saat Jibril tidak mampu menembus Sidratul Muntaha, ia diizinkan. Dan tak seorang pun diizinkan masuk surga kelak sebelum ia masuk. Dan tidak ada kehormatan yang lebih tinggi dari pengakuan langsung pencipta alam semesta, ”Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur [al-Qalam:4]”.

Muhammad Rasulullah adalah guru mereka. Generasi awal sahabat Rasulullah tahu benar jalan membangun umat. Karena pada dasarnya umat adalah sekumpulan manusia yang hidup dengan pola tertentu, maka pola itulah yang mereka pelajari dari Rasulullah. Pola baru yang menggantikan pola hidup lama di zaman jahiliyah. Qur’an sebagai Idealisme yang turun dari langit adalah pola itu. Dan Islam yang mereka serap mendapatkan contoh aplikatifnya dalam kehidupan Rasulullah. Seperti kata Aisyah saat ditanya tentang hidup Rasul ‘‘akhlaqnya adalah Al-Qur’an’’. Oleh sebab itu mengertilah, mengapa Rasulullah mengatakan ‘‘generasi terbaik adalah di zamanku kemudian generasi berikutnya dan berikutnya’’.

Mereka telah membuktikan jalan menuju kejayaan umat itu. Dimulai dari 13 tahun ketahanan terhadap penganiayaan di Mekkah, lalu Hijrah meninggalkan tanah kelahiran. Kemudian puluhan peperangan bertubi-tubi, negosiasi, hingga kembali ke Mekkah sebagai umat baru yang berjaya, berbusung dada dan tegak kepala sedang hatinya tunduk khusyu bersyukur. Lalu manusia berbondong-bondong masuk ke agama ini.

Dan itu bukanlah akhir, karena setelahnya, manusia terbaik setelah para Nabi itu, Abu Bakar terus membawa umat mendaki lereng peradaban. Ia  kokohkan basis persatuan umat.  bahkan basis Islam dengan pengumpulan sumber agama ini dalam satu tempat yang mudah dibaca dan dipelajari generasi setelahnya, yaitu Al-Qur’an.

Mereka yang telah menapaki jalan itu telah menyelesaikan tugasnya dengan gilang gemilang. Sampai pada derajat yang dalam surat Al-Fath ayat 18, disebutkan “Allah meridhai mereka yang telah berbaiat di bawah pohon” . Namun tugas belum selesai. Karena beban dakwah untuk membawa umat ke puncak kembali masih panjang.

Jika mereka menemukan kunci menuju kejayaannya, maka kunci itu sebetulnya tidak pernah berubah. Karena sejarah akan selalu berulang. Semua sebab-sebab kemenangan merekalah yang akan menjadi modal untuk kemenangan-kemenangan umat hari ini saat umat memenuhi syarat-syaratnya. Begitupun beberapa keteledoran mereka akan menjadi kehancuran saat umat  menirunya sekarang ini.

Oleh karena itu Rasulullah mengatakan “Tidak tuntas urusan umat ini kecuali dengan jalan para pendahulunya”. Dan inilah jalan ideal itu, jalan Sang Dai. Jalan Rasulullah membangun umat dari titik nol menuju puncak rahmat dan kebaikan bagi alam seluruhnya, bukan hanya manusia.

Konten ini telah dimodifikasi pada 12/10/11 | 08:08 08:08

Muhammad Elvandi lahir di Bandung, tahun 1986. Ia menyelesaikan seluruh pendidikan dasarnya di Bandung: SDN Cibuntu 5, SLTPN 25 dan SMUN 9. Bahasa Arab mulai dikenalnya dari dasar selama dua tahun di Ma’had Al Imarat dan bahasa Inggris selama sembilan bulan di LIA. Skill kepemimpinannya terlatih sejak pramuka, menjadi ketua IKMA rohis SLTPN 25, ketua bidang tarbiyah PRISMAN SMUN 9, dan president UCC (United Conversation Club) dan presiden mahasiswa BEM Al Imarat. Pengalaman menulis pertamanya adalah sebuah novel kepahlawanan di zaman perang salib ‘Syair Cinta Pejuang Damaskus‘ tahun 2006. Pertengahan tahun 2007 mendapatkan beasiswa kuliah S-1 di Universitas al-Azhar Mesir, jurusan Da’wah wa Tsaqâfah al-Islâmiyyah hingga selesai tahun 2011. Selama menjadi mahasiswa di Mesir kembali menekuni aktivitas kepenulisan hingga terbit buku ‘’Inilah Politikku’’. Juga terjun dalam organisasi mahasiswa dan menjadi ketua BPA-PPMI. Dan menjadi pembicara di puluhan forum Keislaman, Kepenulisan, Leadership, Public Speaking dan Politik. Ia menggemari sastra secara umum, juga buku-buku sejarah, pemikiran, dan politik. Tahun 2011 Elvandi meneruskan kuliah ke Perancis. Mempelajari bahasa Perancis dalam setahun di Saint Etienne lalu mengambil Master Filsafat di Institut Europeen des Sciences Humaines de Paris hingga 2014. Ia menjadi konsultan pendidikan dan keislaman untuk komunitas pekerja perusahaan Internasional Total Paris, juga menjadi pembicara keislaman dan keindonesiaan di KBRI Perancis, KBRI Autria, KBRI London, Forum Keislaman IWKZ Berlin, SGB Utrech Belanda, KIBAR United Kingdom, dan beberapa komunitas muslim lokal di Newcastle, Manchester, Glasgow dan Aberdeen. Tahun 2014 Elvandi mengambil mengambil Master kedua di University of Manchester pada program MA Political Science: Governance and Public Policy yang diselesaikan di pertengahan 2015. Saat ini Elvandi membangun beberapa lini bisnis di Indonesia dan Eropa, juga menjadi pembicara di forum-forum dalam dan luar negeri, serta menjadi dosen di Telkom University Bandung. Elvandi juga membina berbagai komunitas anak muda di Indonesia. MUDA Community (www.muda.id) adalah komunitas Muslim Berdaya yang fokus membangun kemampuan pemikiran dan ilmu-ilmu keislaman di generasi muda. Juga AFKAR Institute, adalah lembaga kajian strategis, Think Tank yang mengkaji tema-tema strategis keumatan di level Indonesia dan global.
Konten Terkait
Disqus Comments Loading...