Topic
Home / Berita / Opini / Tekan Angka Kemiskinan dengan Memberdayakan Potensi Alam dan Zakat!

Tekan Angka Kemiskinan dengan Memberdayakan Potensi Alam dan Zakat!

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Rantai kehidupan dapat berjalan dengan harmonis, jika ekosistem makhluk hidup terjaga. Olehnya itu, potensi alam tercipta untuk diberdayakan, dan manusia sebagai khalifah (pengemban amanah) difasilitasi kecerdasan dan kemampuan oleh Sang Maha Pencipta untuk mengelola sumber daya tersebut. Hukum seperti ini telah disuarakan Islam dalam pelbagai asas mendasar sebagaimana berikut:

a. Sumber daya alam

Islam membuka pintu selebar-lebarnya kepada mereka yang ingin memberdayakan potensi alam. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi, dan Kami adakan bagimu di muka bumi sumber penghidupan. Amat sedikit dari kalian yang bersyukur.” (QS. al-A’raf [7]: 10)

Dan firman-Nya juga:

Dan Kami telah menghamparkan bumi, menjadikan di atasnya gunung-gunung, dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu dengan penuh keseimbangan. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan Kami menciptakan pula makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezki kepadanya.” (QS. al-Hijr [15]: 19-20)

Segala ketergantungan hidup manusia ada di atas dan di perut bumi. Tentunya, pemberdayaan sumber tersebut memerlukan pengetahuan alam yang cukup. Pihak pengelola bukan hanya dibekali ilmu tambang, manajemen dan bisnis. Akan tetapi, mereka juga harus tahu tabiat alam itu sendiri, dan tujuan penciptaannya.

Komunitas tumbuhan yang ada di hutan belantara sana tercipta untuk menjaga atmosfir dari polusi udara. Mereka menghirup udara kotor, membuat zat makanan lewat sel-sel (kloroflas daun) dengan bantuan energi matahari (fotosintesis), serta mengganti oksigen, hasil fotosintesis, yang telah dihirup manusia tiap detiknya dengan oksigen baru. Dan pastinya, mekanisme kerja seperti ini bukti nyata bahwa mereka tercipta untuk menyatakan kebesaran dan kehebatan kekuatan Allah SWT.

Olehnya itu, tidak berupaya melestarikan hutan setelah digunduli merupakan kezhaliman tersendiri terhadap komunitas mereka. Bukankah mereka tercipta untuk menjadi penyampai isyarat-isyarat ketuhanan, petunjuk keindahan dan keagungan zat ilahi?

Di samping itu, Setiap makhluk beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan fitrah mereka masing-masing. Daun mereka mengatup dan terbuka, dahan-dahan bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti sinar matahari, sel-sel daun (kloroflas) terbuka lebar setiap kali angin datang membawa zat-zat makanan, mengeluarkan suara sesuai dengan volume angin yang menggerakkannya, dan memberi teduh kepada mereka yang berlindung dari terik sinar matahari, menyuguhkan buah kepada mereka yang ingin menjaga keseimbangan tubuh.

Maka dari itu, mencampakkan mereka setelah ditebang secara serampangan tanpa ada upaya pelestarian kembali merupakan kezhaliman tersendiri. Bukankah mereka bertasbih kepada Allah SWT dengan gerakan-gerakan tersebut? Mereka menyuarakan tasbih sesuai dengan apa yang tercantum dalam firman-Nya berikut ini:

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (QS. al-Isra’ [17]: 44)

Hemat penulis, segala potensi alam yang terhampar di permukaan dan di kerak bumi, dengan berdasarkan ayat-ayat di atas, mereka seperti menyeru Anda dan berkata: “Aku tidak pernah menunjukkan pembangkangan dan kecongkakan setiap kali Anda ingin mengambil manfaat dariku, bahkan saya, dengan sunnatullah, menjaga atmosfir bumi, tempat manusia melangsungkan kehidupan, dan memberi zat-zat makanan demi kelangsungan hidup kalian. Silakan Anda menikmati pelbagai fasilitas ilahi tersebut, tetapi lestarikan aku setelah itu, sehingga generasi kami tidak terputus, mereka tetap bertasbih, dan menjadi bukti nyata keesaan Allah SWT, sama seperti apa yang Anda telah lakukan!”

b. Islam dan fitrah manusia dalam memperoleh penghidupan

Fitrah manusia ingin harta, tolak punggung kelangsungan hidup mereka. Islam tidak memusuhi harta. Sadar akan hal tersebut, syariat telah melegitimasi hukum tertentu dalam perolehan harta, sehingga fitrah manusia tidak terkotori dengan penyalahgunaan hak memperoleh dan mempergunakan harta tersebut. Ini semua dapat disimak dengan jelas dalam pelbagai ayat berikut ini:

Allah SWT berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu!”(QS. an-Nisa’ [4]: 29)

Dan firman-Nya juga:

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan! Karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah [2]: 168)

Dan firman-Nya:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang berjuang di jalan Allah SWT. Itu suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.(QS. at-Taubah [9]: 60)

Jika ada yang bertanya: “Kenapa saya wajib peduli kepada mereka, bukankah harta itu hasil jerih payah sendiri? Kenapa setiap hasil usaha tersebut diwajibkan atasnya zakat, bukankah itu saya peroleh setelah mengeluarkan biaya banyak dan tenaga? Apakah ini sebuah keadilan?” Maka jawabannya seperti ini:

Anda boleh bertanya seperti itu, tetapi Anda diharap memahami hakikat ini: apa yang Anda punya bukan milik Anda sepenuhnya, itu titipan Allah untuk menjadi sarana kebaikan antar sesama. Bukankah harta itu kadang hilang, meski Anda telah menjaga dan menyimpannya di tempat yang aman? Di dalam harta itu ada hak orang yang tidak mampu, karena proyek kehidupan menuai hasil dengan bantuan doa-doa mereka. Bukankah proyek tersebut kadang tidak mendatangkan hasil? Pada harta tersebut ada obat yang dapat menjaga kesenjangan masyarakat antara yang kaya dan miskin. Bukankah kehancuran Fir’aun, Qarun dan para pemilik harta akibat kesombongan, ketamakan, dan menghardiki fakir miskin. Harta yang ada di tangan sarana efektif beramal baik, dan menghilangkan kesenjangan sosial di antara lapisan masyarakat.

Islam telah mengatur hukum zakat dari pelbagai sumber penghasilan. Dan kepada mereka yang sumber penghasilannya ada pada perut bumi, syariat telah menentukan kadar zakat sebagaimana berikut ini:

No. Jenis Tambang Nisab Kadar Zakat Waktu Penyerahan Keterangan
1 Tambang emas senilai 91,92 gram emas murni 2,5% Tiap tahun
2 Tambang perak Senilai 642 gram perak 2,5% Tiap tahun
3 Tambang selain emas dan perak, seperti platina, besi, timah, tembaga, dsb. Senilai nisab emas 2,5% Ketika memperoleh Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikategorikan zakat perdagangan).
4 Tambang batu-batuan, seperti batu bara, marmer, dsb. Senilai nisab emas 2,5 Kg Ketika memperoleh Menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i, wajib dizakati apabila diperdagangkan (dikategorikan zakat perdagangan).
5 Tambang minyak gas Senilai nisab emas 2,5 Kg Ketika memperoleh

 

c. Fungsi sosial zakat

Islam sejak dari awal menanamkan akar cinta zakat dalam pribadi umat dengan menjelaskan aneka ragam buah yang bisa dipetik dari kewajiban tersebut, di antaranya:

1. Menghilangkan rasa dengki dan hasut:

Rasul Saw telah memperingatkan umatnya terhadap sifat buruk tersebut dalam sabdanya:

Waspadalah kalian semua dari kedengkian. Sesungguhnya sifat itu memakan kebaikan sebagaimana api melalap kayu bakar. [[1]]  

2. Terciptanya kesejahteraan manusia demi terwujudnya kelangsungan hidup mereka:

Di sini, Islam selaku pelindung masyarakat miskin dengan begitu jelas mewajibkan zakat, mengharamkan riba, dan beberapa masalah lain lagi yang dapat mengancam keberadaan manusia.

3. Menumbuhkembangkan rasa kasih sayang dan hormat antara fakir-miskin dan para pelaksana zakat:

Hakikat tersebut telah dikukuhkan dalam pernyataan monumental Bediuzzaman Said Nursi berikut ini: Mustahil tercapainya kehidupan damai dan rukun dalam masyarakat, kecuali dengan menjaga keseimbangan antara orang-orang kaya (al-khawâsh) dan para fakir-miskin (al-awâm). Maka dengan dasar balans ini akan terbina rasa iba orang kaya terhadap orang miskin, serta taat dan hormat orang miskin terhadap orang kaya.[[2]]  

Penjabaran hakikat tersebut merupakan bias dari cahaya sabda Rasul Saw di bawah ini:

“Zakat adalah jembatan Islam.” [[3]]

Hemat saya, hilangnya keseimbangan sosial antara orang-orang kaya dan para fakir-miskin adalah pemicu utama dari segala bentuk ketimpangan sosial dalam suatu lingkungan.

Kenyataan ini lebih jelasnya lagi dapat kita simak lewat laporan Sekjen Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam sebuah konferensi tingkat tinggi, berikut ini hasil laporannya:

Melonjaknya ketidaksetaraan dalam distribusi pendapatan tingkat global pada dekade terakhir ini sebab utamanya adalah meningkatnya secara drastis kesenjangan antara negara kaya dan miskin. Persentase Angka pendapatan tertinggi masyarakat kaya di 20 persen dari populasi dunia dengan rata-rata pendapatan masyarakat paling miskin di 20 persen dari jumlah penduduk berbanding 60:1 di tahun 1990 menjadi 78:1 di tahun 1994. Angka ini menunjukkan bahwa 20 Persen masyarakat miskin dari populasi dunia hanya mendapatkan 1,1 persen dari jumlah keseluruhan pendapatan dunia, tentunya itu mengindikasikan adanya penurunan proporsi pendapatan mereka yang sebelumnya 1,4 persen  pada tahun 1991. [[4]]

Di akhir tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca budiman untuk menarik kesimpulan di bawah ini:

“Syariat mempersilakan kepada siapa saja yang punya kemampuan untuk mengelola sumber daya alam. Tetapi, ingat hak mereka dengan melakukan pelestarian, sehingga ekosistem kehidupan terjaga, dan ingat pula masyarakat miskin, di harta tersebut ada hak mereka!.”

 


Catatan Kaki:

 [[1]] Hadits ini diriwayatkan Abû Hurairah. [Abû Daûd, Sulaemân bin al-Asyas as-Sajastânî, Sunan Abî Daûd, dikomentari haditsnya oleh Muhammad Nâshir ad Dîn al-Albânî, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. II, 1424 h, no. Hadits: 4903, hlm. 887]

 [[2]] Bediuzzaman Said Nursi, ­al-Kalimat, dialihbahasakan oleh Ihsân Qâsim as-Shâlihî, Dar Sôzler, Kairo, cet. II, 1995, hlm. 473

 [[3]] Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tabrânî di Mu’jam al-Awsat dan al-Kabîr dari Abî ad-Darda’ dari Nabi Saw, akan tetapi dalam sanadnya terdapat baqiyyah, salah seorang al-Mudallisin (perawi yang sering kali menyembunyikan nama perawi tempat ia mengambil hadits, atau menjatuhkan salah satu bagian dari matan hadits (teks), dan diriwayatkan juga oleh Ishâq bin Râhawaehi di Musnadnya, dan di sanadnya terdapat ad-Dahhâq bin Hamzah yang lemah periwayatannya. [Lihat: al-Ajalûnî, Ismâil bin Muhammad, Kasyfu al-Khafa’ wa Muzîl al-Ilbâz ammâ Isytahara min al-Ahâdits ala al-Sinati an-Nâs, vol. I, No. hadits: 1416]

 [[4]]   Laporan Sekjen dewan ekonomi dan sosial PBB, Krisis Moneter dan Ekonomi, dan Pengaruhnya terhadap Pembangunan, disampaikan pada konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang digelar pada tanggal 24-26 juni 2009, hlm. 4-5

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (3 votes, average: 8.33 out of 5)
Loading...
Pensyarah antar-bangsa (Dosen) Fakulti Pengajian Alqur'an dan Sunnah, universiti Sains Islam Malaysia (USIM). Degree, Master, Phd: Universiti Al-Azhar, Cairo. Egypt

Lihat Juga

Meraih Kesuksesan Dengan Kejujuran (Refleksi Nilai Kehidupan)

Figure
Organization