Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sesabar Apakah Kita…?

Sesabar Apakah Kita…?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Seorang teman pernah berkata “Sabar itu harusnya tiada batas, jika sabar itu berbatas maka surga akan sepi nantinya..”

Sebagai seorang ibu dan setiap ibu, harusnya memiliki sabar yang tak terbatas dalam “memainkan” setiap perannya, sebagai ibu dituntut untuk dapat melakukan “adegan” ini.

Dalam buku Pedoman Hidup Muslim dengan penulis Abu Bakr Jabir Al-Jaza’iri, sabar adalah menahan diri atas apa yang tidak disenangi atau tahan menanggung apa yang tidak disukai dengan lapang dada. Dalam buku tersebut juga dituliskan, sebagai orang Islam hendaknya ia juga tidak berkeluh kesah saat cobaan datang melanda dan dalam menahan diri dari semua yang terjadi ini ia selalu memohon pertolongan dari Allah dengan mengingat atas balasan (pahala) yang dijanjikan untuknya atas ketaatan yang ditempuhnya, di samping juga mengingat ancaman Allah (azab) yang dijanjikan untuk orang yang maksiat, juga dengan mengingat bahwa takdir Allah pasti berlaku dan bahwa qadha-Nya itu adil serta hukumannya pasti terlaksana, baik ia sabar maupun berkeluh kesah.

Dan sebagai ibu, sesabar apakah kita..

Dalam sebuah legenda, diceritakan seorang anak menjadi batu karena ‘dikutuk’ sang ibu. Dan seorang anak ketika diceritakan tentang legenda tersebut dengan maksud untuk menekankan posisi sang ibu dalam kehidupan.. ”ih, ibunya koq ga sabar banget siy yaaa..” katanya.

Weks… apa zaman benar-benar demikiannya berubah?! :)

Tapi yang jelas dari reaksi seorang anak tersebut, saya bisa sedikit mengambil kesimpulan bahwa seorang ibu bagaimanapun harus memiliki kesabaran yang tiada batasnya…

Bagi saya, ibu itu adalah doa. Setiap kata yang dikeluarkannya adalah doa, setiap apa yang dilakukannya adalah doa. Doa untuk keluarganya, suami juga anak-anaknya.

Dengan membangun persepsi yang demikian, membuat saya selalu berusaha untuk berbicara dan berperilaku yang sebaik mungkin pada keluarga khususnya.

Ketika berbicara pada anak-anak saat mereka mulai ‘bertingkah’ saya usahakan menekan perasaan saya, menekan emosi saya, sehingga kata-kata yang baik yang saya keluarkan untuk mereka. Sesekali pernah juga berkata “Kakak-Abang koq ga’ nurut yaaa ma Ummi…” tapi rasanya kok nyesel banget yaaa, bukannya dengan berkata demikian mereka bisa jadi ga’ nurut beneran yaaaa.. Astaghfirullah!!

Sehingga semua kembali pada diri kita sendiri. Sedih, suka, senang, marah adalah diri kita sendiri yang mengendalikannya. Termasuk sabar, adalah diri kita yang mengendalikannya. Jadi seharusnya tidak ada istilah ‘kesabaran gue udah abissss deeee niy’ tapi mungkin sebenarnya itu adalah dirinya yang tidak sanggup lagi untuk mengendalikan ‘sabar’nya yang telah berubah menjadi hawa nafsu-nya.

Dan sekali lagi, sebagai seorang ibu, sesabar apakah kita?

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (40 votes, average: 9.68 out of 5)
Loading...

Tentang

ibu 4 anak..

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization