Topic
Home / Narasi Islam / Dakwah / Irsyâd al-Mujtama’

Irsyâd al-Mujtama’

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Al-Islâm datang di muka bumi ini untuk menetapkan prinsip-prinsip kehidupan yang mulia dan syariat yang lurus, dan kewajiban berdakwah setiap muslim untuk menegakkan syariatnya dan menjadikan Islam sebagai soko guru bagi semesta alam.

Namun kenyataannya sekarang berbeda, Islam tidak seperti yang diharapkan pada masa kejayaan dulu, permasalahan menjadi sangat komplek dan rumit, perdebatan agama (furu’iyyah) terjadi di mana-mana.

Dan perubahan yang sistemik itu menjadikan hukum dan kekuasaan kuffâr menggurita di muka bumi ini sehingga merusak tatanan keislaman yang telah dibangun oleh para pendahulu. Namun Alhamdulillah, kini masih ada segolongan para reformis sejati membawa bendera al-Islam dengan memperjuangkan Ishlâh al-Nufus (perbaikan jiwa), dan juga memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sungguh indah firman Allah Swt dalam surat Ali Imran ayat 148: “Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Pahala dunia dapat berupa kemenangan-kemenangan, memperoleh harta rampasan, pujian-pujian dan lain-lain.)

Para reformis ini haruslah menjadi pelaku utama dan menjadikan kalimat al-Taqwa sebagai pelopor dalam bergerak, dan menjadikan tarbiyah al-Nufus sebagai landasan untuk memberikan pelayanan kepada umat. Para reformis itu sangat memperhatikan prinsip bahwa ishlâh al-mujtama’ bi shalâhil hukm, hatta yata’azzara al jami’ ‘ala ishlâhil ‘amm. (perubahan dalam masyarakat dengan memperbaiki system (hukum) yang ada, menuju sebuah tatanan perubahan yang lebih baik dan menyeluruh di segala sisi kehidupan).

Adapun syarat yang harus dipenuhi oleh para pelopor kebaikan ini adalah harus berdiri tegak di atas asas kebersamaan (Amal jama’i) dan keikhlasan. Sungguh indah apa yang dilakukan oleh imam as-Syahid Hasan al-Banna di dalam risalahnya dengan meletakkan rukun amal setelah al fahm wa al-Ikhlas, tidak bisa dikatakan seseorang itu beramal jika tidak dibekali al-fahm(pemahaman) dan tidak akan diterima sebuah amal jika tidak didasari rasa ikhlas..

Sudah banyak terbukti sepanjang sejarah Islam, kesuksesan para aktivis dakwah yang memahami al-Islam yang bersandarkan kepada keimanan dan amal. Bagaikan  layaknya da’iyah tidaklah hanya menjadi sirna dan sia-sia begitu saja risalah dan ta’lim yang diembannya di dada dan pemikirannya saja, namun harus bisa terpatri dalam amal kesehariannya.

Imâm as-Syahid menjadikan rukun amal itu berfase-fase , dan masing-masing fase mempunyai perannya masing-masing, dan juga saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Dimulai dengan manhaj amal pribadi kemudian keluarga, masyarakat, sampai kepada kekhilafahan Islam, dan ini sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Rasulullah ketika menyeru kepada kaumnya. Kemudian berpindah kepada fase irsyadul mujtama’ (memberikan petunjuk dan jalan yang benar) dengan membentuk pribadi muslim, rumah tangga islami, dan tatanan masyarakat yang islami. sehingga imam as-syahid fokus kepada fase ini dan beliau sangat berhati-hati dan teliti dalam memilih manhâj yang benar dan lurus untuk bisa merubah tatanan masyarakat yang islami dan ideal yang diinginkan oleh Islam itu sendiri.

Perubahan yang dilakukan sang Imam nyaris tidak ada gejolak di dalamnya, tidak ada revolusi, ataupun sejenisnya. Sedangkan perubahan yang islami itu sangat membutuhkan hati yang sangat mendambakan dakwah Islam dan dia mampu menegakkannya, dan kepada usar yang bergerak dalam amal islami, menjadikan landasan menuju masyarakat yang islami.

Kita sebagai seorang muslim mengimani manhaj ini dan selalu berusaha untuk bisa memberikan pencerahan kepada umat yang dengan manhaj ini akan terbentuk aturan masyarakat di seluruh alam, aturan itu adalah bernama : al-Islâm.

Mafhum (Pengertian) Al-Amal ‘alâ irsyâd al-Mujtama’ :

Secara Bahasa:

Makna ‘amal : mengerjakan sesuatu dan mempunyai tujuan.

Mujtama’ : kumpulan manusia dalam sebuah komunitas tertentu

Irsyâd : Petunjuk

Secara istilah:

Segala daya dan upaya serta kesungguhan yang dilakukan untuk menerapkan maqâshid as-syariah di atas dunia ini.

Al-’amal di sini yang dimaksud adalah: amal kebaikan dan merupakan ta’bir al-Quran yang termaktub di dalamnya ibadah, mu’amalah, atau amal lainnya. Allah Swt, tidak menginginkan amal yang hanya  sebatas amal kebaikan, namun amal yang terbaik. Firman Allah dalam surat al-Mulk ayat : 2 (Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun). Imam as-Syahid menulis dalam majalah al-Ikhwan al muslimun 1352 H : “wahai para aktivis! Sesungguhnya saat ini umat sedang menunggu kalian, hiasilah dirimu dengan kebaikan, umat membutuhkan ajaran Islam dari rijâl dakwah seperti kalian……”.

Islam tidaklah termanifestasikan hanya dalam kepribadian seorang muslim saja, akan tetapi nilai-nilai Islam juga dilihat dari keadaan social masyarakatnya. Jika kondisi masyarakatnya baik, maka otomatis baik pulalah masyarakat yang ada di dalamnya. Oleh karena itu di dalam al-Quran selalu memakai kalimat jama’ (yâ ayyuhal ladzina âmanu) dan bukan memakai kalimat (yâ ayyuhal mu’min). sehingga beban dakwah yang kita emban membutuhkan amal jama’i kesabaran, ketenangan, serta kekuatan untuk bisa membawa risalah yang mulia ini. Begitu juga dalam ibadah dan muamalah, semuanya tercerminkan di dalam kondisi kemasyarakatannya. Setiap dai pasti akan di uji dalam kesehariannya, semakin dia gencar dalam melakukan perubahan di dalam masyarakat, maka tantangan itu akan semakin nyata dan terlihat. Ujian dan tantangan itu bisa bermacam-macam, mulai dari diasingkan, diusir dari negaranya, dijebloskan ke dalam penjara, sampai kepada ancaman hukuman mati. Oleh karena itu al-Islam telah memberikan rambu-rambu yang jelas tentang hubungan antara pribadi seorang da’i dan masyarakat, keduanya saling mempengaruhi. Jika pribadi seorang  muslim itu baik, maka kondisi masyarakatnya akan baik pula. Dan apabila kondisi masyarakatnya sudah baik, maka kondisi itulah yang akan juga membantu dirinya untuk bisa selalu iltizâm memegang ajaran Islam. Seperti yang terjadi di zaman Rasulullah, ketika melakukan hijrah ke madinah, maka grand design rasul pada waktu itu adalah ingin mewujudkan masyarakat yang memegang prinsip-prinsip aqidah islamiyah, menegakkan ajarannya, dan selalu mensyi’arkan syariat Allah SWT. Seperti yang dinukilkan Allah dalam surat al-hujurat ayat : 13.  “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Landasan syar’i (Amal lil Irsyad al Mujtama’)

Melakukan aktivitas dan beramal untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat adalah hukumnya wajib syar’i karena :

1. Menunaikan kewajiban kita sebagai seorang mu’min kepada Allah SWT untuk menjadikan khalifah di dunia ini dan melakukan kebaikan.

Firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 3: “(yaitu) mereka yang beriman[1] kepada yang ghaib[2], yang mendirikan shalat[2], dan menafkahkan sebahagian rezki[3] yang kami anugerahkan kepada mereka.

[1]  Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu.

[2]  yang ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi’tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, Karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, malaikat-malaikat, hari akhirat dan sebagainya.

[3]  Shalat menurut bahasa ‘Arab: doa. menurut istilah syara’ ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu’, memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya.

[4]  Rezki: segala yang dapat diambil manfaatnya. menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang Telah direzkikan oleh Tuhan kepada orang-orang yang disyariatkan oleh agama memberinya, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain.

Serta dalam surat Huud ayat 61 : ” Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka shalih. Shalih berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[5], Karena itu mohonlah ampunan-Nya, Kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).”

[5]  Maksudnya: manusia dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.

Dan juga sesungguhnya kaum muslimin dianjurkan oleh Allah SWT untuk melakukan kebaikan di muka bumi ini, apapun kondisinya yang menimpa kita saat ini, seperti yang difirmankan Allah SWT dalam surat al-Hajj  ayat : 77 “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.”

Sesungguhnya manusia mempunyai kebutuhan yang asasi sehingga kita sebagai du’at mempunyai kewajiban yang tidak bisa kita tinggalkan, yaitu menegakkan daulah islâmiyah, dan melakukan perbaikan di dalam lingkungan kita. Di antara kewajiban itu adalah memberi makan para fakir miskin, merawat orang-orang yang sakit, melakukan pengajaran dan memberantas kebodohan, memberikan petunjuk dan menyebarkan kebaikan dengan rasa cinta dan kasih sayang…

Oleh karena itu kita sebagai du’at mempunyai kewajiban untuk selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan hal ini menjadi asas untuk kesuksesan dakwah. Firman Allah Swt dalam surat al-Maidah: ayat : 2 ” …dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertaqwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

2.  Menunaikan kewajiban kita sebagai seorang da’i untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Islam tidaklah cukup untuk melakukan perbaikan kepada manusia untuk dirinya saja, namun juga untuk orang lain bahkan kepada setiap muslim, baik itu yang laki-laki dan perempuan.

Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah : 71 ” Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Syiar amar ma’ruf dan nahi munkar lebih di utamakan daripada shalat dan zakat , dan juga dalam masalah keimanan , al-Quran mendahulukan amar ma’ruf dan nahi munkar, seperti yang di firmankan Allah SWT dalam surat ali-Imran ayat : 110  “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan sifatnya lebih khusus serta mempunyai makna yang lebih besar dari memberikan nasihat dan tadzkirah, setiap muslim diberikan kemampuan untuk menasihati dan memberi peringatan, dan untuk mencegah kepada yang mungkar

3. Dakwah kepada Allah SWT.

Sesungguhnya risalah dakwah untuk menyeru kepada agama Islam adalah beban yang dipikul oleh kita langsung dari sang penguasa alam, firman Allah dalam surat Yusuf: 108  Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. Hal ini adalah kewajiban kita untuk menyampaikan Islam kepada individu ataupun masyarakat.

Kewajiban ini terkandung dalam empat hal, seperti yang dijelaskan oleh Allah dalam surat al-Baqarah : 151.  Sebagaimana (Kami Telah menyempurnakan nikmat kami kepadamu) kami Telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Hal yang paling sulit adalah dalam poin “mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

4. Kewajiban masyarakat untuk menegakkan syariah islamiyah

Seperti yang kita ketahui bersama bahwa hal-hal yang berkaitan dengan halal-haram, hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan antara pribadi dan masyarakat tentang syariat Islam saat ini sedang mengalami kemunduran, dan tidak akan pernah terjadi ada perubahan di masyarakat ketika para pemegang amanah dakwah (para murabbi, qiyadah, du’at, dan pemikir Islam hanif) selalu muraqabatullah, dan mempunyai semangat untuk menegakkan syariat Allah .

5. Orang-orang mu’min yang selalu menepati janji ketika berbaiat kepada Allah.

Menunaikan baiat untuk menegakkan syariat Allah adalah kewajiban bagi setiap mu’min, imam as-Syahid Hasan al-Banna menempatkan rukun amal ke dalam salah satu rukun dalam rukun sepuluh.

Oleh karena itu sesungguhnya melakukan aktivitas dan amal dalam masyarakat adalah sebuah bentuk amal dalam melakukan aktivitas tarbawi, dan hal ini adalah salah satu bentuk strategi dalam tahap untuk menegakkan khilafah islamiyah di atas manhaj nabawi dan ustadziyatul ‘alam firman Allah dalam surat al-Hajj :78 ” Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. dia Telah memilih kamu dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. dia (Allah) Telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. dia adalah Pelindungmu, Maka dialah sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.

Marâji’: kitâb fi nuril islâm lis syaikh Mahmud abu rayah. Dar al-Tauzi’ wa al- Nasr al-Islamiah. Cetakan Kairo. Juz I dan II

(hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (11 votes, average: 9.36 out of 5)
Loading...

Tentang

Mahasiswa S1 Universitas al-Azhar Cairo fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir.

Lihat Juga

Amal Spesial, Manajemen Hati

Figure
Organization