Khutbah Idul Fitri 1430 H: Fitrah = Nurani vs Zhulmani

الله أكبر 3 مرات . الله اكبر كبيرا والحمد لله كثيرا . وسبحان الله بكرة وأصيلا . لااله الاالله والله اكبر الله اكبر ولله الحمد . الحمد لله الواحد الأحد الفرد الصمد لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد . أشهد أن لااله الا الله شهادة تنجي قائلها يوم التناد . وأشهد أن محمدا عبده ورسوله الداعي الي الرشد والسداد . فاللهم صل وسلم علي نبينا محمد  وعلي آله وصحبه والذين ساروا علي نهجه وجاهدوا لإقامة دين الله في حياتهم حق الجهاد . أمابعد ~   فياايها المسلمون العائدون أوصي نفسي وإياكم

بما وصي به رب العالمين حيث قال ” ياأيهاالذين آمنوااتقوالله والتنظر نفس ما قدمت لغد واتقواالله إن الله خبير بما تعملون . ولا تكونوا كالذين نسواالله فأنساهم أنفسهم أولئك هم الفاسقون .

Allahu Akbar walillahilhamd

Ma’asyiral muslimin al ‘aidin rahimakumullah

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah, dengan taufiq serta pertolonganNya kita dapat mengkhatamkan puasa ramadhan beserta paket ‘ibadat pendukungnya, dengan lancar dan dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Dari tempat ini kita ingat kepada saudara-saudara kita, di antara mereka ada yang lebih dulu dipanggil oleh Allah untuk menghadapNya, dan banyak saudara kita yang menjalani syahru ramadhan dalam rundungan musibah. Ada yang sakit, dan secara khusus saudara kita di beberapa kabupaten Jawa Barat dan sekitarnya, yang menderita akibat gempa bumi hari rabu 9 September lalu. AJARAHUMULLAHU FI HADZIHILMUSHIBAH WA BADDALAHA LAHUM KHAIRA- Semoga Allah melimpahkan pahala kepada mereka dengan musibah ini, dan menggantinya dengan yang lebih baik!

Jika pada saat ramadhan tiba kita menyambutnya dengan penuh suka cita, dan selama sebulan kita merasa berbunga-bunga menyertai keagungan/keutamaan bulan mulia, maka ketika satu syawal tiba ada perasaan haru berbalut sedih untuk berpisah dengan bulan ampunan yang penuh barakah itu. Apalagi tidak seorangpun tahu apakah akan bersua kembali dengan bulan ramadhan tahun depan. YA ALLAH KARUNIAKAN KEPADA HAMBA-HAMBAMU INI UMUR PANJANG AGAR KEMBALI DAPAT MENDEKAP BULAN AGUNGMU DENGAN KEHANGATAN IMAN !

Allahu Akbar walillahilhamd

Bulan Ramadhan boleh meninggalkan kita, tetapi  nilai-nilai akhlaq ramadhan jangan sampai lepas dari hidup kita, sehingga 1 syawwal tidak menjadi hari bubaran semuanya. Bulan syawal harus dibaca sebagai “imtidad” lanjutan ramadhan dengan ‘ibadah serta kesalehannya. Selama bulan ramadhan shilaturrahman (relasi dengan Allah) diharap telah semakin kuat dan dosa-dosa terhadap hak Allah telah diampunkan. Maka bulan syawal merupakan kesempatan untuk menyelesaikan dosa-dosa    terkait hak-hak adami, dengan memperbanyak shilaturrahim saling mendo’akan dan saling membebaskan (lulubaran). ALYAUMA NATAGHAFARU, hari ini kita saling memaafkan. Demikian para sahabat nabi mengatakan satu sama lain.

Ma’asyiral ‘aidin wal ‘aidat

Mengisi bulan syawal dengan lanjutan ‘ibadah dan kesalehan ramadhan adalah hal yang dikehandaki oleh Rasulullah saw. Ada saum 6 hari syawwal, pada bulan-bulan berikutnya  shaum senin-kamis dan 3 hari purnama. Khatmul quran dianjurkan setiap 40 hari sekali, zakat mal ditunaikan setiap bulan bagi harta penghasilan kerja profesi, begitu pula infak-shadaqah dan wakaf bisa dilakukan setiap saat. Bersamaan dengan itu semua komunikasi sosial kita harus berspiritkan shilaturrahim, tidak boleh memutus hubungan yang baik dengan siapapun, yang  berakibat pada qath’urrahim (memutus aliran rahmat dari Allah SWT). Secara khusus relasi kita dengan masjid terus dipertahankan, karena yang benar-benar alumnus pendidikan ramadhan akan menjadi ahli masjid, aktivis dan pemakmur masjid. Performansi seperti itu akan diupayakan oleh orang yang menghambakan diri kepada Allah secara total. Tetapi akan menjadi perkara sulit buat orang yang seolah menjadi ”’ubbadu ramadhan” para penyembah bulan ramadhan, meminjam istilah Syekh Yusuf al Qardhawi. Semangat ’ibadah serta kesalehan mereka ternyata berakhir bersama usainya bulan ramadhan.

Dengan pola ”mudawamatul ’ibadah wal shalah” yakni mempertahankan ’ibadah dan kesalehan agar berkelanjutan (sustainable), maka ketaqwaan yang menjadi goal ’ibadah, benar-benar menjadi milik kita. Sehingga hidup menjadi dinamis serta progresif, kebaikan terus ditambah sedang hal-hal yang tidak baik diminimalisir. Rasulullah saw bersabda yang artinya :”Bertaqwalah engkau kepada Allah dimanapun dan kapanpun juga, ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya menghapuskannya, dan bergaullah bersama  manusia dengan akhlak yang baik”. (Riwayat Tirmidzi dan Ahmad)

Hadits tersebut memberikan pesan bahwa taqwa harus melekat dan mengaktual,  agar mampu mengontrol serta mengendalikan hawa nafsu kita.  Sebab manusia senantiasa berada di antara dua dorongan/tarikan “taqwa” atau “hawa”. Taqwa bagai energi positif yang fitri sedang hawa merupakan energi negatif vs fitrah. Adapun perbuatan manusia mempunyai dua sisi,  aktif dan pasif. Pada sisi aktif energi taqwa bermakna ”imtitsal” yakni menjalankan dan meluluskan perintah Allah yang wajib dan sunat tanpa diskriminatif. Dan pada sisi pasif, taqwa bermakna ”ittiqa dan ijtinab” melindungi diri dan menjauhi semua larangan Allah.  Mulai dari yang haram, kemudian syubhat (remang-remang), makruh tahrim dan makruh tanzih, lalu puncaknya dengan menghindari perkara mubah tapi tidak bermanfaat.

Rasulullah saw bersabda: ”Seorang hamba tidak mencapai derajat taqwa hingga mampu meninggalkan perkara yang boleh demi menghindari dampaknya yang tidak baik” (Riwayat  Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Allahu Akbar wa,lillahilhamd

Pada sisi aktif, taqwa mendorong insan beriman agar mengaktualisasikan imannya dalam pelbagai bentuk kesalehan. Kesalehan individual, kesalehan sosial dan kesalehan profesional. Sebab iman bukan semata keinginan untuk selamat dan bahagia (laisal imanu bittamanni), tetapi harus berupa tekad yang terhunjam kuat dalam kalbu (walakin ma waqara fil qalbi) dan langsung diaktualisasikan dalam amal nyata (washaddaqahul ’amalu). Karenanya Al Quran selalu menggandengkan kata iman dengan ’amal shaleh, tak kurang dari 60 kali. Maka tidak ada iman tanpa kesalehan, sebaliknya tidak ada kesalehan yang sejati tanpa iman. Orang bisa saja berpura-pura baik berpenampilan orang shaleh, tapi sesungguhnya ia tidak lebih dari seorang penipu ulung. Al Quran pun telah memperingatkan kepada orang-orang beriman terhadap tipu daya orang munafik, penipu dan pendusta.

Taqwa tidak boleh parsial sebagaimana iman tidak bersifat parsial. Tetapi hawa nafsu bekerja merusak totalitas taqwa dari ranah sosial dan profesional, mengerdilkannya hanya menjadi urusan pribadi yang personal. Banyak hadits bahwa iman dan taqwa harus eksis dengan signifikan di sektor kehidupan sosial. Antara lain:

”Demi Allah tidak beriman (diulangi sampai 3 kali). Sahabat bertanya, siapa itu ya Rasulallah ? Sabda beliau, orang yang tidak menjaga saudaranya dari perbuatan dirinya yang mengganggu” (Riwayat Muslim)

”Tidak termasuk golongan kami orang yang tertidur lelap karena kenyang sedang saudaranya lapar, padahal ia mengetahuinya” (Riwayat Thabrani)

”Orang muslim itu adalah orang yang menjaga keselamatan masyarakat dari gangguan mulut dan tangannya”

(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Di bidang profesi, iman dan taqwa berbicara kuat dengan pesannya. Rasulullah saw bersabda: ”Sesungghnya Allah telah mewajibkan berbuat yang ihsan (lebih baik atau terbaik) dalam segala urusan”. (Riwayat  Muslim)

Dan sabdanya ”Sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat sesuatu secara mantap (profesional)” (Riwayat Abu Dawud)

Ditegaskan pula ”Siapa yang menipu atau memalsu maka tidak termasuk golongan kami” (Riwayat Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Dalam wawasan dan kesadaran sosial, bahkan ”taqwal arham” (ketaqwaan sosial), manakala kita dalam kondisi sehat tapi di sana ada yang sakit, artinya Allah memberi kesempatan bagi si sehat untuk menolong yang sakit. Pada waktu kita diselamatkan Allah dari bencana sementara banyak saudara kita yang kena, ini artinya kesempatan/peluang bagi yang selamat untuk membantu yang kena bencana dengan apa yang mereka butuhkan dan kita mampu melalukan atau mengupayakannya. Kepedulian yang diberikan sesungguhnya merupakan alat untuk menolong kita sendiri di saat membutuhkan pertolongan. Rasulullah saw bersabda: ”Hanyasanya kamu ditolong dan diberi rezeki dengan kepedulianmu terhadap kaum dhu’afa di antaramu” (Riwayat  Bukhari)

Dan sabdanya : “Barang siapa melepaskan seorang mu’min dari bencana di dunia maka Allah niscaya melepaskannya dari bencana di akhirat, Allah senantiasa menolong hambaNya manakala ia mau menolong saudara/sesamanya” (Riwayat Muslim). Itu manfaat yang kembali ke diri kita. Lebih dari itu kesalehan sosial kita akan menjadi premi asuransi pertanggungan dari Allah untuk anak cucu kita, sebagaimana ditulis dalam kisah Dzulqarnain di Surah Al Kahfi ayat 82.

Allahu Akbar walillahilhamd

Kini Allah swt kembali memberikan peluang kepada kita untuk menjadi peserta asuransi Rabbani yang pertanggungannya pasti dibayarkan pada saat kita perlukan, sekaligus asuransi bagi anak-cucu yang preminya kita titipkan kepada Allah. Di sana puluhan ribu saudara-saudara kita di sejumlah kabupaten  Jawa Barat menanti kepedulian kita. Ketahuilah bahwa rahmat serta pertolongan Allah sedang menanti di sana bagi setiap muslim yang datang hatta untuk sekedar menengok guna memberi semangat pemulihan.

Dalam sebuah hadits Qudsi dijelaskan bahwa Rabbul ’Izzah berfirman: ”Wahai anak Adam, Aku sakit tapi kamu tidak menengok Aku. Ya Rabb, bagaimana mungkin Engkau sakit bukanlah Engkau Rabbul ’alamin ? Allah menjawab: Celaka engkau, saudaramu sakit tapi tidak kau jenguk, padahal kalau engkau menjenguknya niscaya akan mendapati Aku di sana. Wahai anak Adam, Aku lapar tetapi engkau tidak memberi Aku makanan. Ya Rabb, bagaimana mungkin Engkau lapar padahal Engkau Rabbul ’alamin ? Jawab Allah: celaka engkau, saudaramu menderita kekurangan/kelaparan, sekiranya engkau memberinya makan niscaya engkau akan mendapati Aku di sana. Wahai anak Adam Aku tidak berbusana tapi engkau tidak peduli. Ya Rabb, bagaimana mungkin Engkau tak berbusana bukankah Engkau Rabbul ’alamin? Jawab Allah: Celaka engkau,  saudaramu butuh pakaian tapi engkau diam saja, jika engkau memberi mereka pakaian niscaya akan mendapati Aku di sana”.

Allahu Akbar walillahilhamd

Dalam suasana syukur hari lebaran mengekspresikan kegembiraan yang fitri, kita tetap harus waspada terhadap faktor-faktor penyimpangan dari fitrah. Syekh Ibnu ’Asyur dalam tafsirnya menyimpulkan, ada  4 faktor yang memesongkan manusia dari fitrah bawaan dan fitrah hasil pembinaan melalui rangkaian ’ibadah, yaitu:

Pertama, adanya celah kekeliruan pada saat pembinaan karakter manusia. Dimana mereka tidak diberi asupan sebagai insan yang utuh. Pendidikan di rumah dan di sekolah lebih memberi nutrisi fisik jasmani, dengan mengurangkan/mengeringkan nutrisi akal terlebih asupan spiritual. Akibatnya banyak kalangan remaja yang mencerna heroisme dengan gagah-gagahan dalam konflik fisik antar kelompok. Bukan dalam kontestasi keunggulan ilmiah, apalagi  berkompetisi dalam keluhungan budi dan citra keadaban.

Kedua, berkembangnya akhlaq yang buruk akibat memperturutkan selera hedonistis, dan keliru dalam mengambil sosok rujukan dan percontohan dari orang-orang yang berpengaruh serta diidolakan. Padahal orang yang diidolakan itu gagal dalam mempertahankan rumah tangganya sendiri, sehingganya keluarganya berantakan.

Ketiga, tidak proporsional dalam menyenangi atau membenci sesuatu atau seseorang. Setiap yang berlebihan menimbulkan ekses yang tidak baik. Kesenangan atau kebencian yang berlebihan membutakan mata hati, sehingga menimbulkan perilaku yang merugikan.

Keempat, salah dalam memenuhi skala prioritas kebutuhan primer, sekunder dan tertier, dengan memperturutkan kesenangan terhadap yang sekunder dan tertier, sehingga dalam perjalanan waktu diperlakukan sebagai kebutuhan primer. Akibatnya muncul beban tambahan pada kebutuhan primer atau bahkan menggeser dan membalikkan posisinya  ke peringkat sekunder.

Allahu Akbar walillahilhamd

Kembali ke fitrah bermakna menempatkan segala sesuatu dalam sorotan nurani sesuai dengan tingkat kemaslahatannya. Sedang bergeser atau menyimpang dari fitrah artinya menjadikan sesuatu yang maslahat menjadi kurang maslahat bahkan mendatangkan mudarat. Bagaikan obat yang diabaikan dan racun yang dijadikan obat. Terjadilah ”fasad fil ardhi”, kerusakan di muka bumi, apakah menyangkut fisik-jasmani, kerusakan pada akal fikiran dan krisis dalam mental spiritual. Itu karena penyimpangan dari fitrah telah mengakibatkan kegelapan dalam hati sehingga menjadi ”qalbun zhulmani”. Dalam kegelapan hati apapun yang dilakukan manusia menjadi lepas dari kendali taqwa, lalu  diambil alih oleh hawa nafsu yang membawa manusia pada kerendahan dan jatuhnya martabat. Melalui program ilahiah di bulan ramadhan dan di luar ramadhan, dilakukan pemenuhan kebutuhan manusia secara imbang dan tepat, serta membinanya  ke tingkat yang lebih maju dan lebih maslahat. Hidup sesuai fitrah adalah hidup yang bermartabat, hidup yang serba baik (hayatan thayyibah); ramah lingkungan sosial dan ramah lingkungan alam bagi kemaslahatan manusia. Suasana fitri dan nurani harus dipelihara jangan sampai rusak terjebak dalam suasana gelap (zhulmani) yang merusak.

Allah berfirman ” Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi setelah keadaannya menjadi baik, dan berdo’alah kepada Allah dengan cemas dan harap, sesunguhnya rahmat Allah itu dekat terhadap mereka yang selalu berbuat ihsan”. (Al A’raf, 56)

Do’a

اللهم صل وسلم علي نبينا محمد وعلي آله وصحبه أجمعين. آمين يارب العالمين

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين زالمؤمنات الأحياء منهم والأموات إنك سميع قريب مجيب الدعوات

اللهم آت نفوسنا تقواها  وزكها فأنت خير من زكاها  أنت وليها ومولاها

اللهم حبب الينا الإيمان وزينه في قلوبنا  وكره الينا الكفر والفسوق والعصيان  واجعلنا من الراشدين

اللهم إنا نعوذ بك من النفاق والرياء والشقاق وسوء الأخلاق

ربنا لا تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا  وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب

ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك رءوف رحيم

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار

تقبل الله منا ومنكم

Konten Terkait
Disqus Comments Loading...