dakwatuna.com – Ketua Parlemen Turki, Koksal Toptan menolak keputusan Mahkamah Konstitusi Tinggi di Turki perihal pelarangan pemakaian hijab –busana muslimah yang sesuai dengan syari’ah-.
Ia justeru mendesak didirikannya Majelis Pakar (syuyukh) yang mempunyai wewenang penilian dan penentuan tugas Mahkamah Konstitusi, sebagai bentuk usaha mendudukkan wewenang Mahkamah, setelah Mahkamah menolak ishlah terkait usulan Pemerintah agar Mahkamah mau mencabut pelarangan hijab di universitas.
Toptan, yang berasal dari partai AKP menuduh Mahkamah melampaui wewenangnya dan berseberangan dengan wewengan Parlemen.
Toptan mengatakan : ”Sistem demokarasi memberi ruang bagi pendapat mayoritas, dan tidak bisa memaksakan kehendak lembaga satu dengan yang lain.”
Senada dengan pernyataan di atas, Lembaga ”Human Right and Wacth” menyerukan tinjau ulang putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi dengan menolak pemakaian hijab di universitas. Lembaga ini menegaskan bahwa putusan itu memukul kebebasan beragama dan hak-hak asasi lainnya.
Direktur Bidang Eropa dan Asia Tengah dalam lembaga ini, Holy Kartener” mengatakan: ”Putusan ini, yaitu perempuan yang memakai hijab di Turki, akan dipaksa untuk memilih antara agama dan pendidikan.” Putusan ini sungguh menghilangkan cita-cita, dan tidak memberi ruang untuk proses perubahan menjadi lebih baik.”
Sebagaimana lembaga ini –yang bermaraks di USA- mendesak kepada Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) untuk menyempurnakan konstitusi baru yang menyeluruh. Ia menambahkan: ”Ini merupakan kegagalan baru bagi partai AKP dalam melindungi hak asasi warganya, jika tidak bisa menggolkan konstitusi baru yang menyeluruh, padahal partai ini memenangkan pemilu pada tahun lalu.”
Mahkamah Konstitusi Turki telah memutuskan pembatalan ketentuan dibolehkannya bagi mahasiswi dan pelajar muslimah memakai hijab di universitas. Persoalan ini menurut partai AKP merusak undang-undang.
Muhammad Firat, wakil partai AKP menyatakan: ”Keputusan Mahkamah Konstitusi telah mengintervensi langsung terhadap kekuasaan pembuatan undang-undang yang menjadi hak Parlemen. Ini merupakan preseden buruk bagi independensi lembaga tinggi yang terhormat.
Para pengusung sekularisme menuduh AKP telah melakukan kegiatan-kegiatan agama Islam dalam level hukum dan institusi, padahal menurut mereka konstitusi Turki adalah memisahkan antara agama dan negara, sehingga mereka menuntut agar partai AKP dibubarkan.
Lho, dimana demokrasi yang mereka kampanyekan selama ini?!!!
Bukannya kekuatan mayoritas yang dipilih oleh rakyat, bisa menentukan keinginannya untuk perubahan lebih baik?! (it/ut)
Redaktur: Ardne
Beri Nilai: