Topic
Home / Suara Redaksi / Editorial / Saatnya Kita Merawat Alam

Saatnya Kita Merawat Alam

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

Ada materi pelajaran yang kini dirasakan terlambat untuk kita ajarkan di sekolah anak-anak kita, yaitu pendidikan tentang lingkungan. Kesadaran ini muncul seiring datangnya bencana yang silih berganti akibat kehancuran, pencemaran, atau kerusakan alam.

Sebenarnya, pendidikan tentang lingkungan telah diajarkan Rasulullah saw. Beliau telah mengajarkan kepada kita tentang pentingnya bercocok tanam, menanam pepohonan, dan usaha mengubah lahan tandus menjadi kebun subur. Bahkan, setiap usaha seperti itu dijanjikan Rasulullah saw. akan mendatangkan pahala yang besar. Sebab, bekerja untuk memakmurkan bumi termasuk ibadah.

Tidak sedikit nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah yang membahas isu lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur’an mengenai lingkungan sangat jelas. Mulai dari penegasan Al-Qur’an bahwa lingkungan adalah suatu sistem dan manusia harus bertanggung jawab untuk memeliharanya. Al-Qur’an juga melarang kita merusak lingkungan dan menerangkan alam adalah sumber daya yang harus dikembangkan. Artinya, segala kerusakan yang terjadi di lingkungan kita, itu pasti ulah kita, tangan manusia.

Sebagai sebuah sistem, lingkungan terdiri atas dua unsur yang bekerja secara totalitas sebagai suatu kesatuan. Kedua itu adalah unsur biotik (manusia, hewan, dan tumbuhan) dan abiotik (udara, air, tanah, iklim dan lainnya). Tentang hal ini Allah swt. berfirman, “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (Kami menciptakannya pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” [QS. Al-Hijr (15): 19-20]

Begitulah Allah swt. menggambarkan lingkungan sebagai sebuah sistem. Semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup yang ada di dalamnya, termasuk manusia, adalah satu kesatuan yang bekerja mengikuti hukum-hukum yang telah Allah tentukan kadar ukurannya. Dan, manusia menjadi faktor penentu capaian tingkat kesejahteraan makhluk lain disekitarnya. Atau dengan kata lain, ekosistem sebagai tatanan kehidupan keberlangsungannya sangat ditentukan oleh perilaku manusia.

Lingkungan adalah sumber daya yang Allah siapkan bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Allah swt. berfirman, “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah sebagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” [QS. Al-Mulk (67): 15]. Hanya saja, kemampuan regenerasi lingkungan sangat terbatas. Artinya, selama kita mengeksploitasi di bawah batas daya regenerasinya, sumber daya alam yang terbaharui dapat digunakan secara lestari. Tapi bila batas itu dilampaui, akan timbul kerusakan. Alam tidak akan bisa menjalankan fungsinya sebagai faktor produksi, konsumsi, dan sarana pelayanan bagi kesejahteraan manusia lagi.

Karena itu, semua upaya kita dalam melakukan aktivitas hidup dan meraih kesejahteraan –istilah kerennya: pembangunan—haruslah memperhatikan resiko lingkungan. Tugas kita adalah memakmurkan alam, bukan merusak alam. Allah swt. berfirman, “Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) dan lagi memperkenankan (do’a hamba-Nya).” [QS. Hud (11): 61]

Benar, lingkungan tanpa campur tangan manusia juga berubah. Karena kesadaran akan itulah, menjadi urgen bagi kita untuk melestarikan alam. Dengan begitu, alam akan tetap dalam kondisi yang mampu untuk menopang secara terus-menerus pertumbuhan dan perkembangan kelangsungan hidup kita dan menjamin mutu hidup yang lebih baik lagi bagi anak cucu kita kelak. Inilah yang kita kenal dengan sebutan Konsep Pembangunan Lingkungan Berkelanjutan.

Bagi kita, itu bukan konsep yang baru. Allah telah menerangkannya kepada kita, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya Allah amat dekat kepada orang yang berbuat baik.” [QS. Al-A’raf (7): 56]

Rasulullah saw. juga telah mendidik kita untuk memelihara alam dengan melakukan penghijauan dan melestarikan kekayaan hewani dan hayati. Sabda beliau, “Barangsiapa yang memotong pohon Sidrah, maka Allah akan meluruskan kepalanya tepat ke dalam neraka.” (HR. Abu Daud dalam Sunannya)

“Barangsiapa di antara orang Islam yang menanam tanaman maka hasil tanamannya yang dimakan akan menjadi sedekahnya, dan hasil tanaman yang dicuri akan menjadi sedekah. Dan barangsiapa yang merusak tanamannya, maka akan menjadi sedekahnya sampai hari Kiamat.” (HR. Muslim)

“Setiap orang yang membunuh burung pipit atau binatang yang lebih besar dari burung pipit tanpa ada kepentingan yang jelas, dia akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah.” Ditanyakan kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apa kepentingan itu?” Rasulullah menjawab, “Apabila burung itu disembelih untuk dimakan, dan tidak memotong kepalanya kemudian dilempar begitu saja.”

Problem Lingkungan Kita

Sebenarnya masalah kita hanyalah bagaimana mengupayakan berlangsungnya proses pengaturan alam agar tercipta keseimbangan. Khususnya menyangkut lahan (tanah), air, dan udara. Ini tiga unsur yang sangat penting bagi manusia.

Hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Kita berasal dari tanah dan hidup dari tanah. Karena itu, kita harus punya perhatian pada planet tempat kita berpijak. Allah swt. berfirman, “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuhan-tumbuhan yang baik? Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat suatu tanda kekuasaan Allah. Dan kebanyakan mereka tidak Beriman.” [QS. Asy-Syu’ara (26): 7-8]

Sayangnya, kita kena sekali dengan teguran ayat itu. Ada yang ironis. Kita menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi anti penggundulan hutan di Bali. Sementara, tersangka penggundulan hutan bisa bebas ngilang dari jeratan hukum.

Penebangan tanpa diikuti peremajaan hutan, selalu terjadi. Akibatnya, tanah perbukitan rusak. Bencana banjir bandang dan tanah longsor membunuh penduduk sekitar. Air menggenangi lahan pertanian. Kala kemarau kebakaran hutan mencemari langit kita. Fenomena ketidakseimbangan hidrologik dan klimatologik sudah di depan mata. Belum lagi binatang-binatang tertentu semakin langka. Pembangunan kota dilakukan tanpa aturan tata ruang yang baik. Areal persawahan semakin sempit terdesak ekspansi areal perumahan baru dan industri.

Selain tanah, kita juga punya masalah di air. Manusia butuh air untuk hidup. Tanpa air kehidupan akan terhenti. Karena itu Allah swt. memberi kita air. “Dan Kami beri minum kamu dengan air tawar?” [QS. Al-Mursalaat (77): 27].

Ironisnya, kekeringan datang silih berganti dengan banjir. Suatu saat kita kekurangan air, tapi di saat yang lain justru kelebihan air. Mestinya kita bisa mengaturnya sehingga terjadi keseimbangan dan sepanjang waktu kita punya persediaan air yang cukup.

Artinya, kita harus menjaga keseimbangan siklus hidrologis. Volume air yang dikandung di alam harus proporsional dalam segala bentuknya. Siklus ait tidak boleh terganggu. Air turun ke bumi dalam bentuk hujan. Air dari bumi dalam bentuk uap air yang naik ke udara membentuk awan, kemudian turun lagi ke bumi dalam bentuk hujan, kemudian kembali ke atas, dan dari atas kembali ke bumi dan begitulah seterusnya.

Siklus air itu sangat vital bagi daur kehidupan. Namun, kita, manusia, melakukan sesuatu yang menyebabkan siklus air terganggu. Saluran air kita lapisi dengan semen yang kedap air. Jalan-jalan kita cor. Kita ingin air cepat-cepat mengalir cepat ke laut. Kita lupa seharusnya air kita biarkan menjalankan fungsinya sebagai pemberi kehidupan. Apa yang kita lakukan justru menipiskan persediaan air tanah.

Sungai-sungai pun kini menjadi tempat pembuangan sampah. Sungai dijejali limbah industri dan rumah tangga. Pantai kini telanjang tanpa hutan bakau (mangrove). Terumbu karang rusak. Keseimbangan ekosistem pesisir dan lautan terganggu. Rantai makanan tak terjadi sebagaimana mestinya. Abrasi laut menjadi ancaman yang serius. Keberlanjutan sumber daya lautan terancam tidak lestari.

Ancaman juga muncul dari udara. Tanpa udara tidak akan pernah ada kehidupan. Udara kotor membahayakan kesehatan. Pada tahun 1952 Inggris punya pengalaman buruk. “The Great London Smog”. Sekitar 4000 jiwa melayang. Sejumlah besar penduduknya menderita bronkitis, jantung dan penyakit pernapasan lainnya.

Apakah kita perlu punya pengalaman buruk seperti Inggris? Polusi udara di Jakarta dan Yogyakarta perlu mendapat perhatian. Setidaknya kawasan hijau kota perlu diperluas, pakai bahan bakar yang akrab lingkungan, pasang knalpot berfilter, dan kurangi pemakaian kendaraan bermotor.

Sayang, kita, manusia, adalah makhluk yang suka ngeyel. Allah swt. berfirman, “Dan bila dikatakan kepada mereka: ‘Janganlah membuat kerusakan di muka bumi’, mereka menjawab: ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan’.” [QS. Al-Baqarah (2): 11].

Sikap ngeyel ini muncul karena nafsu keserakahan kita dan enggan mengikuti petunjuk Allah swt. dalam mengelola bumi ini. Sehingga terjadilah bencana alam dan kerusakan di bumi. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” Katakanlah: “Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” [QS. Ar-Rum (30): 41-42].

Pemanasan Global

Problem lingkungan kita kini semakin serius. Bukan banjir bandang doang. Tapi, sudah bersifat global: pemanasan global dan kerusakan lapisan ozon di stratosfer.

Pemanasan global (global warning) adalah peristiwa naiknya intensitas efek rumah kaca (ERK) yang terjadi karena adanya gas dalam atmosfer yang menyerap sinar panas (sinar inframerah) yang dipancarkan bumi. Gas itu disebut gas rumah kaca (GRK). Dengan penyerapan itu sinar panas terperangkap sehingga suhu permukaan bumi naik.

Dampak negatif pemanasan global adalah terjadinya perubahan iklim sedunia, frekuensi dan intensitas badai naik, dan volume air laut bertambah aibat melelehnya es abadi di kutub dan pegunungan tinggi. Tanah pun ikut mengering. Artinya, areal pertanian dan perikanan terancam.

Jika volume air laut bertambah, maka permukaan laut akan naik. Diperkirakan pada tahun 2030 suhu akan naik 1,5-4,5oC. Air laut naik 25-140 cm. Kota yang tanahnya di bawah permukaan laut –seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya– punya masalah besar. Jika permukaan laut naik 1 cm, garis pantai akan mundur 1 m. Untuk kenaikan 25-140 cm, maka garis pantai mundur 25-140 m! Bisa kita bayangkan seperti apa perubahan wajah peta dunia.

Ancaman tidak hanya dari laut. Kelangsungan hidup kita terancam akibat penipisan lapisan ozon. Ozon adalah senyawa kimia yang terdiri atas tiga atom oksigen. Jika ada di lapisan atas atmosfer, ozon bisa melindungi semua makhluk hidup di bumi dari pancaran sinar ultraviolet matahari. Tapi, jika ozon menumpuk di lapisan bawah atmosfer, akan mengganggu kesehatan kita: memicu kanker kulit, katarak dan penurunan kekebalan tubuh.

Lapisan ozon di lapis atas atmosfer menipis karena tergerus zat kimia clorofuorokarbon yang kita gunakan di pendingin AC dan almari es (gas freon), parfum, hairspray, dan zat racun hama (gas pendorong dalam aerosal).

Saatnya Kita Jadi Rahmatan Lil ‘Alamin

Proses kerusakan lingkungan telah terjadi dan terus berjadi. Alam seperti tak bersahabat lagi dengan kita. Tidak ada kenyamanan lagi kala menghirup udara pagi. Hingga bisa jadi, suatu saat kehidupan kita terhenti dengan cepat. Itu semua karena ulah kita, tangan manusia. Dan bencananya pun menimpa kita sendiri. [QS. Ar-Rum (30): 41-42]

Untuk mengatasinya, kita harus membentuk SDM yang bertakwa yang bisa mengelola bumi sesuai petunjuk Allah swt. Dengan begitu, bukan hanya kita yang sejahtera tapi juga alam ikut lestari. Sebab, kita diciptakan Allah swt. untuk mengemban tugas seperti yang dibebankan kepada Nabi kita, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmatan lil’alamiin” [QS. Al-Anbiya (21): 107].

Paradigma rahmatan lil’alamiin bukan hanya menyangkut aspek diniyah, tapi juga secara zhahir bahwa seorang mukmin adalah manusia yang menjadi bagian dan pemberi kesejahteraan bagi lingkungan tempat hidupnya. Jadi, keselamatan, kesejahteraan, dan keutuhan ekosistem tempat hidup kita adalah bukti keimanan yang ada di dalam dada kita. Jika rusak, itu pertanda ada amalan kita yang belum sempurna dalam mengaplikasikan ajaran Allah swt.

Redaktur:

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (8 votes, average: 9.25 out of 5)
Loading...

Tentang

Mochamad Bugi lahir di Jakarta, 15 Mei 1970. Setelah lulus dari SMA Negeri 8 Jakarta, ia pernah mengecap pendidikan di Jurusan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Jakarta, di Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Indonesia, dan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirosah Islamiyah Al-Hikmah. Sempat belajar bahasa Arab selama musim panas di Universitas Ummul Qura', Mekkah, Arab Saudi. Bapak empat orang anak ini pernah menjadi redaktur Majalah Wanita UMMI sebelum menjadi jabat sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Politik dan Dakwah SAKSI. Ia juga ikut membidani penerbitan Tabloid Depok Post, Pasarmuslim Free Magazine, Buletin Nida'ul Anwar, dan Majalah Profetik. Jauh sebelumnya ketika masih duduk di bangku SMA, ia menjadi redaktur Buletin Al-Ikhwan. Bugi, yang ikut membidani lahirnya grup pecinta alam Gibraltar Outbound Adventure ini, ikut mengkonsep pendirian Majelis Pesantren dan Ma'had Dakwah Indonesia (MAPADI) dan tercatat sebagai salah seorang pengurus. Ia juga Sekretaris Yayasan Rumah Tafsir Al-Husna, yayasan yang dipimpin oleh Ustadz Amir Faishol Fath.

Lihat Juga

Gunakan Jamban Sehat, Bukti Kita Peduli Lingkungan

Figure
Organization