Topic
Home / Pemuda / Cerpen (halaman 44)

Cerpen

Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.

Kamu Cantik, Tapi…

“Aneh deh sama status teman kamu.” Kata Faiz sambil merengut mendekati kursi Naya. “Teman aku yang mana Iz? Emang statusnya bagaimana sampai bikin kamu bête?” Naya balik bertanya. “Bukan bête sih. Hanya merasa aneh saja. Itu tuh, si Raina. Statusnya itu isinya tentang wajah seseorang yang cantik atau tampan tapi tidak pantas untuk di pamerkan.” Faiz menjelaskan kepada Naya dengan tetap merengut.

Baca selengkapnya »

Kebaikan yang Menginspirasi

Bagai sebuah prasasti, nama Rohman dan Rohim terukir indah di hati, karena kebaikannya yang menginspirasi. Dua kakak beradik ini bukanlah kerabatku, bukan pula sahabat dekat, tapi kebaikan mereka akan selalu kuingat. Sembilan tahun yang lalu, Allah mempertemukanku dengan mereka melalui jalan yang tak terduga sebelumnya. Pak Rohman adalah pemilik toko spare part sekaligus bengkel motor, sedang Pak Rohim adalah pemilik rumah makan terkenal di kota kecil tempat kelahiranku.

Baca selengkapnya »

Persahabatan Kalian adalah Kerikil

Alhamdulillah, aku hampir memiliki semua yang diinginkan para wanita; suami yang baik dan penyayang, anak yang sehat, memiliki rumah dan kendaraan sendiri, serta penghasilan keluarga yang lebih dari cukup. Aku sangat bersyukur akan semua yang aku miliki walau kebahagiaan ini terasa tidak lengkap karena sebuah kerikil kecil.

Baca selengkapnya »

Burung, Monyet, dan Siput

Di sebuah hutan, tinggallah seekor burung, monyet, dan siput. Setiap pagi burung berkicau merdu, terbang ke sana kemari. Dia bebas mengepakkan sayapnya dan menjelajahi seisi hutan itu. Dia terlihat begitu bahagia. Si monyet pun demikian, ia tampak begitu lincah. Melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Hidupnya terlihat begitu mengasyikkan. Lain halnya dengan siput, ia memandang iba pada dirinya sendiri.

Baca selengkapnya »

Restumu Ibu

Udah! Kalau masalah berpakaian, Ibu gak pernah akur sama kamu!! Brakk!!! Ibu membanting pintu kamarnya setelah memperlihatkan seuntai bening jatuh dari matanya. Astaghfirullahaladziim… Betapa teganya diriku. Mengapa suaraku tiba-tiba ikut meninggi? Apa daya, emosi tengah menguasaiku. Aku hanya mampu diam, menahan amarah atas ketidakpahaman Ibu tentang apa yang kuanggap benar dan atas ketidakmampuanku menyampaikan kebenaran itu.

Baca selengkapnya »

Pertemuan di Bandara Casablanca

“Ide dan pemikiran Ente itu bener-bener cemerlang Nif… Andai saja kamu hidup di zaman Imam Syafi’i, Imam Hambali atau Imam Malik dan Imam Khanafi tentu kamu akan menjadi fuqoha terkenal yang kedudukannya gak jauh beda dengan mereka” Begitulah temanku mencoba bercanda pagi itu.

Baca selengkapnya »

Evolusi Secangkir Kopi

Sinar keemasan menjelang siang itu menusuk perlahan ke lapisan epidermis kami yang telah lama berkawan dingin. Kebekuan yang biasanya membalut pagi tampaknya benar-benar telah pergi. Musim dingin tergantikan oleh musim semi. Sakura-sakura di sekeliling kampus sudah mulai bermekaran. Kelabu tak lagi menghiasi kanvas alam, telah diceriakan oleh warna-warni bunga yang bermekaran.

Baca selengkapnya »

Si Penyulut Api

Semua aroma ada di sini. Semua orang berpeluh dan mengeluarkan bau menyengat. Ditambah lagi dengan bau nafas yang sejak kemarin belum tersentuh odol dan sikat gigi. Aku merapatkan punggung ke dinding. Entah sampai kapan aku akan berada di sini. Terbayang wajah Ibu yang berpesan padaku untuk berhati-hati dalam perjalanan ke sekolah kemarin.

Baca selengkapnya »

Dialog Uang Dalam Kotak Amal

“Asyik... Asyik… aku masuk ke dalam kotak amal.” Goci berteriak senang. Ia pun langsung berbaur dengan uang-uang lainnya, ada si Sebi (seribu), si Gopi (lima ratus), si Sepu (Sepuluh ribu), si Dopu (dua puluh ribu), si Limbu (lima puluh ribu) dan si Sertu (seratus ribu). “Hai kawan-kawan. Senangnya bertemu dengan kalian di sini. Semoga kita bisa menjadi saksi dari orang-orang yang menaruh kita ke dalam kotak amal ini.” Goci menyapa semua uang di dalam kotak amal bening itu.

Baca selengkapnya »

Tentang TV

Allahu Akbar…. Allahu Akbar….. “Alqa sayang, sudah Maghrib tuh. Ayo di matikan TVnya. Kita ke masjid yuk, shalat berjamaah.” Kata ayah Alqa. Alqa yang sedang asyik menonton program kesukaannya, menolak. “Alqa shalatnya nanti saja Yah. Tanggung nih filmnya lagi seru.” Jawab Alqa tanpa menghiraukan ajakan ayahnya.

Baca selengkapnya »
Figure
Organization