Topic
Home / Berita / Nasional / Indonesia Bersiap Menyambut El Nino

Indonesia Bersiap Menyambut El Nino

dakwatuna.com- Jakarta. Juni 2017, diprediksi menjadi bulan awal pertanda masuknya bencana kemarau di Indonesia. Ini ditunjukkan dengan mulai berkurangnya curah hujan sepanjang musim peralihan di bulan Mei.

“Waspada kemarau pada bulan Juni, yakni terhadap kasus kebakaran hutan dan lahan,” kata Kepala BNPB Willem Rampangilei awal Mei lalu.

Diakui Willem, peringatannya soal fenomena El Nino (kekeringan/kemarau) kali ini, memang menuntut perhatian lebih. Sebabnya, setelah bencana dahsyat pada tahun 2015 karena kebakaran hutan dan lahan.

Diperkirakan, justru pada tahun 2017 menjadi tahun yang lebih berat. Mengingat pada tahun 2016, bencana kebakaran hutan dan lahan faktanya terbantu dengan panjangnya curah musim hujan.

“Data perkiraan cuaca, 2017 akan lebih berat. Karena kemarau panjang,” kata Willem.

Bencana kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sudah menjadi bencana paling mengerikan yang memiliki dampak luas hingga ke negara lain.

Tahun 2015, Bank Dunia mencatat ada 2,6 juta hektare hutan dalan lahan pertanian Indonesia terbakar. Kerugian yang harus ditanggung Indonesia mencapai Rp221 triliun atau sekitar US$16,1 miliar atau dua kali lipat besar dari biaya pemulihan tsunami Aceh pada tahun 2004 yang mencapai US$7 miliar.

Di tahun 2016, beruntung fenomena El Nina cukup panjang. Sehingga bencana kebakaran hutan dan lahan ikut menurun signifikan di tahun ini. Laporan pemerintah, jika di tahun 2015 tercatat ada 70.971 titik api, di tahun 2016 hanya ada 3.844 titik api atau menurun hingga 94,58 persen.

Sejauh ini, terhitung Februari 2017, Provinsi Riau dan Sumatera Selatan, dua daerah yang kerap langganan bencana kebakaran hutan dan lahan telah menetapkan status siaga darurat hingga November 2017.

Dengan penetapan ini, seluruh armada dan kesiapsiagaan telah diprioritaskan untuk kedua wilayah ini.

Kesiapsiagaan ini menjadi bukti bahwa pemerintah telah belajar banyak dari bencana kebakaran hutan dan lahan. Kerugian yang didera setidaknya mencapai Rp30 triliun per tahun menjadi dasar bahwa bencana alambukan soal menangani tapi lebih kepada mengantisipasi.

Mau tak mau, perubahan iklim telah merubah segalanya. Siklus kemarau dan hujan kini sudah sangat sulit ditebak. Semua berubah dalam waktu singkat dan memang menuntut kewaspadaan lebih.

Tinggal lagi faktor manusia. Kesiapsiagaan warga di lokasi yang rentan bencana mesti menjadi prioritas. Sebab fakta telah menunjukkan, di luar fenomena kekeringan panjang, ternyata ulah manusia menjadi faktor besar memicu bencana jadi lebih meluas dan lebih cepat tersulut.

“Tidak mungkin hanya pemerintah yang melakukan penanggulangan bencana. Perlu ada peran masyarakat. Perlu diketahui, 35 persen orang selamat bencana karena kapasitas individunya. Jadi konsep penanggulangan bencana harus berbasis pada masyarakat,”  kata Willem. Sumber viva.co.id

Redaktur: Samuri Smart

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Asal Sulawesi Tenggara, hobi mencatat segala inspirasi

Lihat Juga

Hujan Es Melanda Sejumlah Wilayah Jakarta

Figure
Organization