Topic
Home / Keluarga / Pendidikan Anak / Menampilkan Visual Keteladanan

Menampilkan Visual Keteladanan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustras. (Akmal Ahmad)

dakwatuna.com – Anak-anak selalu cepat merespon dari apa yang dilihatnya. Mau berjibun kita gunakan kata, bagi mereka tampilan visual akan lebih dipahaminya. Seakan fitrah mereka paham atas teori Profesor Meritus Psikologi UCLA, Albert Mehrabian.

Tahun 1971, Mehrabian melalui penelitiannya memaparkan, bahwa persentase terbesar yang mempengaruhi komunikasi adalah bahasa tubuh; 55 %. Disusul intonasi 38% dan yang paling kecil, kata 7 %. Jika kita singkat dengan istilah yang mudah diingat, 3V (verbal, vocal dan visual). Ya, visual mengungguli dari ketiga faktor penentu komunikasi.

Terkait teori ini, saya harus belajar ikhlas menghadapi kecerdasan fitrah anak saya, Imam Ahmad. Kecerdasan fitrah ini berlaku bagi anak-anak yang lain. Tak mudah meruntuhkan kesimpulan ‘visual’ yang telah hadir di benak dan hati mereka. Bagi mereka, yang terlihat adalah fakta absolut.

Jika saya pulang membawa sesuatu yang Imam suka, maka ia akan berlari menyambut di depan pintu. Tangan gemuknya akan meraih kotak atau bungkusan plastik yang saya bawa. Tak lupa ia berujar, “Ma-asih ya bi..,” ujarnya sembari tersenyum. Setelah itu, bocah yang kini berusia 2 tahun 4 bulan ini, biasanya berjalan cepat menuju umminya. Antusias melihatkan apa yang dibawanya. “Ummii..Abi bawa ini mii….” Kemudian umminya bertanya, “Wah, siapa yang belikan ini?” Imam pun menjawab spontan, “Abiii…” Begitulah hal yang biasa terjadi.

Senin, 6 Maret 2017 saya menerima unggahan foto via WA dari istri. Di foto itu, terlihat wajah sumringah Imam dengan topi barunya. Topi BoBoiBoy varian Halilintar bertengger di kepalanya. Topi itu biasa dipakai oleh tokoh kartun kesukaannya. Beberapa hari yang lalu saya membelinya via online.

Topi dengan warna dasar hitam bercorak merah putih itu, diantar seorang kurir ke rumah kami. Layanan standar bagi setiap pembelian via Online. Istri saya yang menerimanya. Saya sedang di luar rumah saat itu. Imam melihat langsung saat topi itu diantarkan dalam kotak. Ternyata, melalui pelayanan ini kisah menarik hadir.

Hingga esok harinya, Selasa 7 Maret 2017. Setiap kali imam ditanya, siapa yang membelikan topi barunya, ia akan menjawab dengan lugas, “Oom.”. Berulangkali umminya menjelaskan sejak kemarin, “Nak, topi ini Abi yang belikan. Jadi topi ini dari Abi. Oom hanya bantu mengantarkan,” jelas istri saya dengan lemah lembut. Khas intonasi persuasif. Imam pun terdiam. Tampak dari wajahnya berusaha mencerna perkataan umminya. Saya hanya memperhatikan dengan seksama.

Beberapa waktu kemudian, umminya Imam bertanya lagi. “Nak, topi ini siapa yang belikan?” Berulang kali pertanyaan itu hadir, jawaban imam selalu sama, “Oom”. Baginya, siapa yang mengantarkan, itulah yang membelikan, itu yang memberikan. Proses itu ia lihat langsung.

Bagaimanapun juga, tampilan visual 55 % akan mengungguli 7% plus 38%. Benarlah petuah orang tua kita, bahwa orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Teladan itu indentik dengan yang terlihat, bukan yang terucap atau yang didengar. Persis.

Bayangkan saat anak-anak kita, dilarang merokok. Sementara ada anggota keluarganya menyuguhkan tampilan visual kebalikan. Bayangkan saat anak-anak kita seakan dihalau ke masjid untuk didikan subuh. Sementara anggota sepuh di keluarga terlihat asyik menghalau dengkur ke langit-langit kamar. Bayangkan saat anak-anak kita diminta belajar ‘mengaji’ Alquran bersama ustadz. Sementara orangtuanya sibuk ‘mengkaji’ ustadz yang sampaikan petuah tak sesuai seleranya. Padahal petuah itu dari Al-qur’an. Akhirnya Al-Ahzab 59 dan An-Nur 31 tak sudah-sudah dikaji. Dikaji, tanpa aplikasi. Meski akhirnya anak sudah selesai pula khatam Al-Quran.

Wah, banyak hal akhirnya yang kita bayangkan. Kecemasan tiba-tiba menyeruak. Berbahaya jika setiap hari keteladan visual yang kita suguhkan ke anak-anak merusak karakternya. Bukan karena mereka susah memahami diberitahu yang baik. Tapi tampilan visual lebih efektif sekaligus efisien memberitahu kepada mereka. Itulah keteladan orang tua.

Rabu 8 Maret 2017. Baru saja terbangun di pagi hari, anak saya Imam, mencari topinya. Ia tak sabar untuk memakainya. Tadi malam, waktu hendak tidur ia tetap memakainya. Saya bantu carikan dan saya dapati terselip di tepi kasur. Saya serahkan dengan kedua tangan ke arahnya. Seperti biasa ia spontan menjawab, “Ma-asih ya bii..” Setelah itu dengan rasa penasaran saya bertanya, “Topi ini siapa yang belikan nak?” Imam menatap saya sejenak. Kemudian, bibirnya berucap, “Oom..”

Akhirnya, melalui peristiwa ini saya tidak hanya belajar ikhlas. Atas izin Allah, saya juga diingatkan tentang pentingnya keteladanan orangtua. Semoga Allah bantu menjaga kita sebagai orangtua, atas ikhtiar maksimal, menampilkan visual keteladanan terbaik bagi anak-anak. Aamiin. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Sarjana Sains (S.Si) di bidang Fisika, FMIPA Universitas Andalas, kini aktif di bidang Social Entrepreneure.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization