Topic
Home / Berita / Opini / Tembok Rasial Mengisolasi Tepi Barat

Tembok Rasial Mengisolasi Tepi Barat

Tembok rasial di Palestina. (aspacpalestine.com)

dakwatuna.com – Penjajah Israel memang tidak pernah puas dengan wilayah yang mereka duduki di tahun 1948. Karena hingga sekarang, perluasan tanah jajahan terus mereka lakukan. Padahal, tindakan tersebut terbukti melanggar perjanjian internasional yang disepakati bersama. Tapi itulah karakter Israel, setiap perjanjian yang disepakati selalu dilanggar, bukti mereka bukanlah entitas yang taat aturan.

Bukan hanya itu, penjajah Israel seakan memiliki keyakinan, tidak ada pihak yang sanggup menghentikan apapun keinginan mereka. Bahkan organisasi internasional seperti PBB juga tidak sanggup bersikap tegas terhadap Israel, selain hanya mampu memberikan kecaman. Kita bisa dapati dari setiap agresi militer yang dilakukan Israel terhadap Jalur Gaza, PBB tidak bisa menyetop serangan itu, apalagi sampai mengirimkan pasukan perdamaian di sana guna menyudahi perang, sesuatu yang nampaknya mustahil terjadi.

Pembangunan tembok rasial di Tepi Barat merupakan salah satu contoh, bagaimana rasisnya penjajah Israel yang juga mengabaikan ketetapan internasional melalui resolusi PBB no. 242. Tembok rasial adalah sebutan terhadap tembok yang memisahkan Tepi Barat dengan wilayah pendudukan Israel. Pembangunannya dimulai sejak tahun 2002 pada masa PM. Zionis Israel, Ariel Sharon hingga sekarang. Saat itu Israel masih dibayangi ketakutan akibat gejolak Intifadhah Al-Aqsha hingga berfikir keras bagaimana cara melemahkan perlawanan, dan tembok ini menjadi salah satu solusinya.

Tembok tersebut merupakan upaya licik Israel untuk mencaplok wilayah Palestina lainnya di luar batas 1967. Karena secara fisik, tembok dengan panjang 720 km dengan tinggi 7-8 meter dan kedalaman 5 meter ini, pembangunannya sengaja dibuat menjorok sejauh 20 km ke wilayah Tepi Barat. Tujuannya untuk mencaplok wilayah tersebut secara perlahan. Israel sendiri beralasan, pembangunan tembok rasial bertujuan menghindari adanya penyusup dari warga dan pejuang Palestina di Tepi Barat yang masuk ke wilayah pendudukan Israel.

Sedikitnya ada 14 titik dari tembok rasial ini yang berada di luar Zona Hijau, tapal batas yang disepakati dunia internasional antara Israel dan Palestina tahun 1948. Yang dalam perang 6 hari tahun 1967 dikuasai Israel dan dipaksa keluar sesui Resolusi PBB no. 242. Namun batasan itu ditabrak kembali oleh Israel melalui pembanguan tembok rasial, hingga mengisolir 10% wilayah Palestina di Tepi Barat dan Al-Quds.

Pada tahun 2004 lalu telah dilangsungkan voting di Majelis Umum PBB menyikapi pembangunan tembok rasis ini. 150 negara anggota mengecam tindakan tersebut dan menyebutnya ilegal, dan 6 negara mendukung termasuk Amerika dan Israel.

Ujung dari pertemuan itu hanya menghasilkan kecaman, tak lebih dari itu. Sebagaimana kecaman lainnya yang dikeluarkan PBB dalam menyikapi arogansi Israel terhadap rakyat Palestina. Dan akhirnya pembangunan tembok pemisah tersebut tetap dilanjutkan.

Kini ruang gerak masyarakat Palestina yang berada di Tepi Barat tersandera oleh keberadaan tembok rasial, sehingga terpisah dengan keluarganya yang berada di Al-Quds. Bahkan banyak pedesaan yang terisolir karena bangunan tembok tersebut, hingga menyebabkan lebih dari 1.400 keluarga mengungsi, karena mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Kejahatan kemanusiaan melalui tembok rasial ini nampaknya tidak banyak diketahui orang. Padahal pembangunannya terbukti melanggar UU Internasional, disamping bertujuan memperluas wilayah dengan target menguasai 45% dari wilayah Tepi Barat.

Di Jalur Gaza pengisolasian terjadi melalui blokade yang sudah berlangsung selama 10 tahun lebih, sedangkan di Tepi Barat pengisolasian terjadi melalui tembok rasial. Sempurna sudah “penjara” yang dirasakan warga Palestina di atas tanah kelahirannya. Pada saat yang sama, dunia internasional hanya diam menyaksikan kezaliman menimpa mereka setiap hari. (msy/dakwatuna)

Redaktur: Muh. Syarief

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Wakil Direktur Studi Informasi Alam Islami (SINAI) Mesir 2008

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization