Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Idola yang Menyelamatkan

Idola yang Menyelamatkan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Aisyazaira)

dakwatuna.com – Saya masih ingat sekali saat pertama kalinya ditanya oleh seorang guru PLH di Sekolah Menengah Pertama saya dulu, sekitar tahun 2009. Waktu itu ada sebuah acara, saya lupa nama acaranya apa. Guru tersebut ditugasi sebagai pemberi materi, yang disampaikan melalu multimedia, Powerpoint. Sebelum beliau bertanya sesuatu menyangkut materi yang dibawanya, beliau meminta kami para siswa-siswi untuk membuat potongan kertas segi empat.

“Siapa orang yang kalian idolakan di dunia ini? Tuliskan satu nama saja pada sebuah kertas yang tadi sudah disiapkan, lalu gulung kertas itu serapat mungkin agar tidak ada celah sedikit pun untuk diketahui.” Tanyanya pada kami sekaligus pembuka materi.

Semuanya langsung menuliskan siapa idolanya masing-masing. Saya berpikir sejenak, mencari orang yang pas, karena banyak pula yang saya idolakan pada saat itu. Eits jangan berpikiran termasuk mengidolakan lawan jenis ya… :D walaupun iya. wkwk

Kemudian saya temukan satu nama yang akan saya tulis di kertas tersebut, yaitu Ibu Dra. Sri Handayani, seorang guru IPA favorit sekaligus wali kelas saya kelas 7. Mengapa saya mengidolakan beliau? Karena sosoknya yang keibuan, cerdas, tegas, teladan yang baik untuk muridnya.

Saya masih ingat sekali nasihat beliau, agar setiap hari kita selalu mengacungkan jari untuk bertanya, untuk lebih aktif dari murid yang lain dan meluangkan waktu untuk lebih banyak membaca, mengunjungi perpustakaan. Selain itu, selama beliau menjadi wali kelas saya, selama satu tahun pula kelas saya mendapatkan piala juara kebersihan tingkat antar kelas. Setiap hari, kami membuka sepatu ketika hendak memasuki kelas. Ruangan kelas kami sulap menjadi sebuah rumah yang nyaman untuk dihuni. Jangankan kelas yang lain mau masuk, pun harus membuka sepatu. Hehe Kecuali guru, tidak diperkenankan membuka sepatu.

Kemudian guru tersebut meminta kami menyebutkan siapa nama yang kami tuliskan beserta alasannya. Guru itu tersenyum mendengar jawaban kami. Lalu memberitahu kepada kami, bahwa orang yang patut kita idolakan didunia ini adalah Nabi besar kita Muhammad saw.

Ketika kita mengidolakan seseorang pasti kita akan menirukan apa yang ada pada dirinya. Baik cara dia berpakaian, berpenampilan, bersikap, bertutur kata, pasti kita akan selalu ingin meniru kehidupan seseorang yang kita idolakan.

Saat itu saya tidak terlalu mengenal banyak tentang biografi Nabi Muhammad saw. Tetapi meyakini bahwa dialah utusan Allah untuk semua umat. Ah mungkin sampai sekarang pun ilmu saya tentang riwayat hidup manusia paling mulia di dunia ini masih sangat minim sekali.

Izinkan saya bercerita sedikit mengenai buku yang saat ini sedang saya baca dan pelajari. Buku yang berjudul “Mengali ke Puncak Hati” karya Salim Akhukum Fillah. Di halaman 39, tertulis bahwa Idola, selalu membawa ideologi. Dari yang sederhana, ideologi berpakaian. Sampai yang merasuk, ideologi yang menentukan cara pandang terhadap kehidupan, kemanusiaan, dan peribadahan. Kalau ada kata “cinta” dalam idola, maka berhati-hatilah. Kata Rasul, Engkau akan bersama yang kau cintai di akhirat kelak.”

“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian, dan janganlah kalian ikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya…. (QS. Al A’raf : 3)”

Antum tidak akan pernah bisa melebihi idola Antum. Ini prinsip, meski ada pengecualian untuk ikhtiar khusus. Kalau begitu, mengapa tidak pilih idola yang terbaik?

Begitulah paparan singkat dibuku “Mengali ke Puncak Hati” halaman 39. Di halaman selanjutnya, ada 5 hal yang mesti ada pada anutan (idola) kita. Pertama, harus jelas bahwa dia adalah tokoh yang memang ada. Kalau nggak ada, buat apa dianut? Kedua, pernak-pernik kehidupannya harus lengkap tercatat secara objektif, tanpa bumbu-bumbu palsu dan “pemanis buatan”. Kalau riwayat hidupnya palsu dan disamarkan, kita juga bisa buat itu untuk siapa pun. Ketiga, sisi hidupnya sedapat mungkin sesuai dengan kondisi kita. Kalau muke lu jauh, bagaimana bisa menjiwai? Keempat, ini yang jarang ada, kita pilih kehidupannya tanpa cacat, terutama di penghujungnya. Kelima, ini yang terpenting, dia harus benar-benar bisa dan mungkin untuk dicontoh. Soalnya buat apa kalau tidak bisa dicontoh?

Dilembar berikutnya lagi, halaman 40  kita akan dibawa untuk mengenal lebih jauh garis besar dari Nabi Muhammad saw.

Pertama, pasti Antum setuju bahwa Muhammad saw adalah figur sejarah yang kesejarahannya tak terbantahkan. Beliau bukan tokoh fiktif, rekaan, mitos, legenda, ataupun cerita rakyat. Beliau benar-benar nyata.

Kedua, tak ada satu pun tokoh sejarah yang riwayat hidupnya, tindak tanduknya, ucapannya, cara hidupnya, dan seluruh pernik kesehariannya tercatat selengkap beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Bahkan catatan itu pun dibuat seteliti mungkin, dibersihkan dari praduga, kira-kira dan segala syak. Dan andai kita pernah membohongi ayam, kambing, atau unta dengan, “kur… kur… kur…” misalnya, Imam Al Bukhari ataupun Imam Muslim akan mencoret nama kita dari daftar orang yang dipercaya periwayatannya tentang Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

Ketiga, ada alasan lain yang membuat seorang Muslim tidak bisa tidak harus menjadikannya sebagai uswah dan qudwah. Kehidupan beliau begitu multidimensi, merangkum semua kemuliaan yang harus dimiliki seorang mukmin dalam posisi apa pun yang ia duduki. Kaya iya, miskin juga sering. Bangsawan iya, tapi hidupnya menjelata. Suami yang membina rumah tangga dengan satu istri, pernah. Dengan beberapa istri, juga pernah.

Keempat, malu rasanya kalau harus mengganti posisinya sebagai uswah dengan tokoh apapun yang tak jelas, apalagi yang jelas punya cacat. Sekali lagi, hanya beliau satu-satunya tokoh sejarah yang seluruh sisi perjalanan hidupnya lengkap tercatat, dan sungguh semua itu tanpa cacat!

Kelima, bahwa beliau adalah manusia, tentu menjadi alasan tersendiri untuk dicontoh umatnya yang juga sama-sama manusia. Ummat ini beruntung, tidak diperintahkan untuk meneladani “manusia setengah dewa” dalam mitos dan legenda seperti di Yunani, ataupun meniru para “titisan dewa” dalam Ramayana dan Mahabharata. Ummat ini “hanya” diperintahkan untuk mencontoh seorang manusia lain yang berpredikat hamba Allah dan Rasulnya.

“Sesungguhnya telah ada bagi kalian, pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik. Bagi orang yang mengharapkan perjumpaan dengan Allah, dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah. (QS. Al Ahzab : 21)”

Mengapa beliau layak?

Beliau adalah bukti, bahwa Al Quran pedoman hidup abadi semua manusia yang datang dari Pencipta-Nya bisa terimplementasi dalam hidup sehari-hari. Kata ‘Aisyah, “Kaana khuluquhul Quran! Akhlaknya adalah Al Quran!” Siapatah yang menyangsikan akhlaknya sementara sertifikat langit menjaminnya.

“Dan sesungguhnya, engkau berada di atas akhlak yang agung! (QS. Al Qalam : 4)”

Kemarin, saat kita masih santri TKA/TPA, tentu fokus perhatian kita dari kisah para Nabi adalah keajaiban-keajaiban mukjizat yang luar biasa. Tapi kini, saatnya kita memfokuskan diri tentang bagaimana tokoh kita ini melalui masa mudanya, mengisi waktu luangnya, strateginya memecahkan masalah-masalah pelik, sikapnya menghadapi tekanan-tekanan, bagaimana ia membentuk jika kepemimpinan, bagaimana ia membangun persahabatan, dan banyak lain-lainya.

Nah penjelasan dari buku tersebut semakin meyakinkan saya. Inilah alasan yang tidak ada keraguannya lagi. Tidak ada didunia ini yang mencatat secara lengkap, akurat, detail dan teliti tentang biografi Rasulullah yang sepatutnya kita teladani. Semua yang ada pada dirinya menjadi uswah. Bahkan diamnya Rasulullah pun.

Seorang manusia yang di dunia bisa menyelamatkan kita dari ajaran yang disampaikannya dan akan memberikan syafaat dikampung akhirat nanti. Dan di penghujung hidupnya beliau masih memikirkan kita.

“Ummati… Ummati… Ummati…”

Benarlah apa yang disampaikan guru saya tersebut. Bahwa orang yang patut kita idolakan didunia ini adalah Nabi besar kita Muhammad saw. Dan kini guru saya tersebut yang bernama Bapak Untung sudah kembali pada pangkuan-Nya. Semoga dipertemukan dengan Rasulullah, beliau yang telah mengajarkan saya hanya pada Rasulullah lah yang patut kita idolakan. Semoga menjadi amal jariyah untukmu, Pak.

Jadi, kita sebagai pemuda-pemudi selayaknya mengidolakan, menirukan perjalanan hidup Nabi Muhammad saw. Mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas segala-galanya. Mengisi masa muda dengan karya-karya nyata, bukan galau merana karena cinta semu semata. Menelisik ke dalam hati, menjiwai ke relung diri bahwa pasti kita akan bersama orang yang kita cintai. Maukah kau dibersamakan dengan Rasulullah kelak di surga-Nya nanti?

“Seseorang akan bersama orang yang dicintainya” (HR Bukhari dan Muslim). (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi Universitas Djuanda Bogor Jurusan Manajemen Pendidikan Islam. Bercitakan penanya menjadi penulis, karya nyata setelah tiada nanti.

Lihat Juga

Doa dan Munajat untuk Keselamatan Dalam Menghadapi Pandemi COVID-19

Figure
Organization