Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Dengan Wakaf Tunai Siapapun Bisa Wakaf

Dengan Wakaf Tunai Siapapun Bisa Wakaf

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Wakaf sebagai sebuah konsep dan solusi yang dinamis, menuntut kemampuan berijtihad dalam mengelola dan mengembangkannya. Saat ini para ulama dan cendekiawan muslim tengah terus mengkaji wakaf sebagai konsep yang lebih produktif bahkan dalam konteks jenis, barang dan jasa dapat diwakafkan.

Wakaf tunai dalam definisi departemen agama (djunaidi, 2007: 3) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang.

Dengan definisi yang sangat luas, wakaf sebagai asset yang harus memiliki nilai manfaat, menjadikan seluruh harta bahkan jasa dapat menjadi obyek wakaf. Uang sebagai bagian dari harta, bahkan mampu menggantikan berbagai fungsi harta lain menjadi bagian kehidupan dan kekayaan yang pantas mendapat perhatian wakaf. Kejeniusan para ulama dan cendekiawan melahirkan sebuah ijtihad cerdas dengan menghadirkan wakaf tunai sebagai bentuk wakaf uang.

Dengan demikian, wakaf semakin kokoh dan luas “Siapapun Bisa Wakaf”.

Sebagaimana kita ketahui bahwa wakaf tunai dalam era kini terkesan sangat baru, sehingga membutuhkan sosialisasi yang sangat mendasar terhadap pemahaman masyarakat tentang wakaf tunai tersebut. Pemahaman dan paradigma masyarakat ialah tentang landasan hukum wakaf yang selama ini hanya dipahami sebagai benda yang tetap atau tidak bergerak. Para ulama mengemukakan beberapa ayat yang bersifat umum sebagai landasan-landasan hukum wakaf, diantaranya ialah:

“Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al-Hajj ayat 77).

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (QS. Ali-Imran ayat 92).

Dalam sebuah hadits:

“Jika seorang meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara ; shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Para ulama menafsirkan kata-kata shadaqah jariah yang akan terus mengalir pahalanya dalam hadits tersebut dengan wakaf. Nash nash diatas merupakan nash yang jelas secara khusus dijadikan landasan utama adanya syari’ah wakaf.

Istilah wakaf uang memang belum dikenal di zaman rasulullah. Wakaf uang (cash wakaf) baru dipraktekan sejak awal abad kedua hijriyah. Di Turki pada abad ke 15 H, praktek wakaf telah menjadi istilah yang familiyar di tengah masyarakat. Wakaf uang biasanya merujuk pada cash deposits di lembaga-lembaga keuangan seperti bank, dimana wakaf uang tersebut biasanya diinvestasikan pada profitable business activities. Keuntungan dari hasil investasi tersebut digunakan kepada segala sesuatu yang bermanfaat secara sosial keagamaan. Pada abad ke 20 mulailah muncul berbagai ide ide untuk mengimplementasikan berbagai ide ide besar islam dalam bidang ekonomi, berbagai lembaga keuangan lahir seperti bank, asuransi, pasar modal, institusi zakat, institusi wakaf, lembaga tabungan haji, dll. Lembaga lembaga keuangan islam sudah menjadi istilah yang familiar baik di dunia islam maupun non islam.

Dalam tahapan inilah lahir ide-ide ulama dan praktisi untuk menjadikan wakaf uang salah satu basis dalam membangun perekonomian umat. Dari berbagai seminar yang dilakukan oleh masyarakat islam, maka ide-ide wakaf ini semakin tersebar di negara negara islam, seperti di timur tengah, afrika, dan asia tenggara sendiri memulainya dengan berbagai cara.

Imam azzuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits memberikan fatwa, bahwasannya dibolehkan wakaf diberikan dalam bentuk uang, yang saat itu berupa dinar dan dirham, untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pendidikan umat islam. Ulama madzhab Hanafiyah membolehkan wakaf uang. Dan sebagian ulama syafi’iyah membolehkan wakaf uang (dinar dan dirham). Kemudian, istilah wakaf tunai tersebut kembali dipopulerkan oleh prof. DR. MA Mannan, seorang pakar ekonomi syariah asal Bangladesh, melalui pendirian Social Investment Bank (SIB), bank yang berfungsi mengelola dana wakaf. Di Indonesia, wakaf tunai bukan merupakan masalah lagi. pada tanggal 11 Mei 2002 komisi MUI menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya sebagai berikut:

  1. Wakaf uang (cash wakaf/wagf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
  2. Termasuk kedalam pengertian uang adalah surat surat berharga.
  3. Wakaf hukumnya jawaz (boleh).
  4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal hal yang dibolehkan secara syari’ah.
  5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan.

Selain fatwa diatas yang menjamin legalitasnya secara hukum islam, maka secara hukum positif di Indonesia wakaf tunai telah diatur juga dalam undang undang wakaf nomor 41 tahun 2004 dalam pasal 16 ayat 1 dan 3.

Dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 disebutkan bahwa: “wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai kepentingannya guna keperluan ibadah dan /atau kesejahteraan umum menurut syariah.”

Dalam pasal 16 ayat 1 disebutkan bahwa harta benda wakaf terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Dalam definisi selanjutnya yakni dalam pasal 16 ayat 3 yang dimaksud dengan benda bergerak ialah harta benda yang tak habis dikonsumsi yang meliputi uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lainnya yang sesuai dengan ketentuan syari’ah dan perundang-undangan yang berlaku.

Kebolehan wakaf tunai juga telah ditetapkan pada konferensi ke-15, majma’ al-Fiqh al-Islami OKI, No : 140, di mascot, Oman, pada tanggal 14-19 Muharram 1425 H/ 6-11 Maret 2004.

Dengan demikian jelas bagi kita tentang landasan wakaf tunai, baik secara hukum islam maupun hukum positif yang ada di Indonesia.

Adapun manfaat wakaf tunai yang diutarakan M. Syafei Antonio ada empat; Pertama, wakaf tunai jumlahnya bisa bervariasi sehingga seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bias mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu. Kedua, melalui wakaf tunai, aset-aset wakaf yang merupakan tanah tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga lembaga pendidikan islam. Keempat, in sya Allah umat islam lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswi STEI SEBI jurusan Akuntansi Syariah semester 1.

Lihat Juga

Mengenal Sejarah Wakaf

Figure
Organization