Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Halal Food untuk Perekonomian Negara

Halal Food untuk Perekonomian Negara

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (halalmui)

dakwatuna.com –  Halal tourism. Mayoritas dari kita asing dengan kata ini, atau bahkan baru mendengar istilah ini. Apa yang dimaksud dengan Halal tourism? Halal tourism atau Wisata Halal adalah suatu sistem pariwisata yang pelaksanaannya mematuhi aturan syariah. Peluncuran wisata syariah bertepatan dengan kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 & Global Halal Forum yang digelar pada 30 Oktober-2 November 2013. Pelaksanaan  halal tourism lebih mengedepankan pelayanan berbasis standar halal umat muslim. Namun, bukan berarti Halal tourism diperuntukkan untuk wisatawan muslim saja, non-muslim pun juga dapat menikmatinya sebagai konsekuensi dari misi agama Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Di skala Internasional, Halal Tourism memiliki 12 sektor. Tetapi, Halal Tourism di Indonesia mencakup 10 sektor ; makanan, keuangan, kosmetik, pendidikan, fashion, media dan rekreasi, farmasi, medis, kesenian, dan budaya. Berdasarkan data State of Global Islamic Economy (2015), pengeluaran wisatawan muslim dunia pada tahun 2013 adalah USD 2 Triliun. Data ini diprediksi akan mengalami peningkatan signifikan di tahun 2019 menjadi USD 3,7 Triliun.

Dari beberapa sektor Halal Tourism diatas, potensi paling besar berada di sektor halal food yang mencapai USD 1.294 milyar. Kemudian dilanjutkan oleh sektor finance sebesar USD 1.214 milyar dan sektor-sektor lainnya. Sektor halal food menguasai 14,7 % market share sekaligus menduduki peringkat pertama dari sektor-sektor lainnya. Maka peluang dari sektor halal food sangat bisa untuk dimanfaatkan masyarakat Indonesia.

Tetapi, sangat disayangkan karena sektor halal food di Indonesia masih perlu banyak pembenahan. Terutama dalam meningkatkan jumlah produk yang bersertifikasi halal. LPPOM MUI merilis, jumlah produk yang sudah mendapatkan sertifikasi halal di Indonesia sebanyak 192.000 produk. Jauh tertinggal dengan Malaysia yang sudah merilis 2,2 juta produk bersertifikasi halal.

Maka hal ini menjadi polemik tersendiri. Pasalnya, Indonesia merupakan negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia, tetapi jumlah produk khususnya makanan yang sudah tersertifikasi sangat sedikit jumlahnya. Dan sektor halal food merupakan pionir utama dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Undang-undang No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal menyebutkan produk makanan, farmasi, dan kosmetika wajib menerapkan sertifikasi halal pada 2019. Adapun untuk makanan berlaku secara bertahap mulai 2017. Dan hal ini berlaku untuk semua produsen ataupun importir. Akan tetapi yang menjadi masalah adalah proses sertifikasi masih mempunyai banyak kendala. Hal ini banyak dirasakan oleh kalangan pengusaha mikro, kecil, dan menengah.

Menurut Kepala Subdirektorat Produk Halal Kementerian Agama Siti Aminah mengatakan, bahwa terdapat 57 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Akan tetapi, sedikit sekali dari mereka yang sudah memiliki kapasitas dan kesadaran untuk menyertifikasi produk mereka menjadi halal.

Mengapa bisa seperti itu?

Karena umumnya para pengusaha UMKM masih kesulitan dalam memenuhi kriteria persyaratan yang diharuskan agar produk mereka tersertifikasi. Sebagai contoh, dalam hal  memisahkan penyimpanan produk serta pengolahan yang sesuai dengan standar kesehatan. Tentu saja hal ini agak merepotkan bagi mereka. Akan tetapi, dalam proses sertifikasi halal, penyimpanan bahan baku, bahan olahan, dan produk jadi harus dipisah. Proses pembuatan juga harus dipastikan berlangsung bersih, sehat, dan tidak mengandung zat-zat yang dilarang oleh hukum Islam. Selain itu, dikarenakan mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, maka mereka tidak menganggap sertifikasi ini sebagai hal yang penting untuk dibuat. Karena dengan atau tanpa sertifikasi dagangan mereka akan laku. Padahal adanya sertifikasi ini sebagai jaminan bahwa produk tersebut baik dan aman untuk masyarakat. Selain itu, beban biaya administrasi yang dikenakan juga mahal. Merujuk pada laman Majelis Ulama Indonesia, biaya sertifikasi halal adalah Rp 2 juta per produk dan Rp 1 juta untuk produk UMKM. Dan banyak ditemukan kasus para pengusaha UMKM yang dipungut biaya melebihi jumlah seharusnya. Terakhir, proses sertifikasi ini membutuhkan waktu yang lama, yaitu 75 hari apabila seluruh persyaratan sudah lengkap.

Apa tujuan sertifikasi ini dan pengaruhnya pada sektor halal food di Indonesia?

Ketua Komite Syariah Konsil Makanan Halal Dunia, Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan sertifikasi bertujuan agar para konsumen mendapatkan pemenuhan hak berbasis keagamaan. “Singapura dan Thailand sudah menyiapkan berbagai produk halal untuk masuk ke pasar Indonesia. Semestinya kita juga mempersiapkan diri agar tidak ketinggalan dan hanya menjadi konsumen,” katanya.

Selain itu, dengan adanya sertifikasi halal ini membuat pengusaha memperoleh kesempatan untuk meraih pasar pangan halal global yang diperkirakan sebanyak 1,4 milyar Muslim dan jutaan non Muslim lainnya. Pengusaha juga dapat meningkatkan marketability produk di pasar / negara Muslim, peningkatan citra produk dan mendapatkan 100% keuntungan dari market share yang lebih besar tanpa kerugian dari pasar / klien non-muslim.

Selanjutnya, mari kita lihat seberapa besar potensi halal  food bagi perekonomian Indonesia. Jika diasumsikan Indonesia meraih 50% pasar muslim ASEAN,  maka dari 240 juta penduduk Indonesia, setengahnya atau 120 juta penduduk menjadi konsumen Halal Food Indonesia. Dan jika diasumsikan makan orang per hari sebesar 5000 rupiah, maka dalam seharinya didapatkan dana potensi sebesar 219 triliun. Jika kemudian sebesar  60% nya masuk ke bank syariah, maka perbankan syariah akan mendapat dana 131 T yang dapat digunakan untuk membayar hutang negara atau mengembangkan sektor-sektor yang lain. Ketika hal ini berlanjut terus, Indonesia akan menjadi negara yang makmur dan sejahtera hanya karena sektor halal food nya saja. Jika sektor-sektor lainnya ikut dikembangkan, maka impian Indonesia untuk menjadi negara yang maju, tidak mustahil untuk dicapai.

Untuk itu, melakukan sertifikasi halal pada produk makanan sangat penting untuk dilakukan. Khususnya makanan daerah. Karena, selain sebagai kebanggaan yang menjadi ciri khas Indonesia, makanan daerah dapat menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung dan mencicipi kuliner nusantara. Hal ini akan memberikan pemasukan bagi perekonomian negara. Maka disini pemerintah mempunyai peran penting untuk mendukung dan memberikan kemudahan dalam pengurusan adminstrasi sertifikasi halal tersebut. Kita, sebagai warga Indonesia juga bisa berkontribusi. Kontribusi terkecil apapun yang mampu kita lakukan, maka lakukanlah. Seperti banyak melakukan promosi secara langsung ataupun tidak. Walau hanya di media sosial, jika kita secara konsisten mempromosikannya. Maka hal ini akan membantu perkembangan wisata halal di Indonesia. Karena sekecil apapun kontribusi yang kita berikan, menandakan kita mendukung kemajuan sektor halal food di Indonesia.  (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Lebih akrab disapa “Hanifah”. Dilahirkan di Kota Bekasi, bulan Maret 1998. Saat ini, penulis sedang menempuh pendidikan di STEI SEBI Depok semester 1. Kecintaannya pada membaca, membuatnya tertantang untuk mencoba dunia menulis. Selain karena kewajibannya sebagai penerima beasiswa untuk mempublikasikan minimal 2 tulisan setiap semesternya, ia pun menyadari bahwa sudah saatnya untuk ikut berkontribusi dalam berkarya melalui tulisan, dan menebarkan manfaat atas apa yang sudah penulis dapatkan.

Lihat Juga

Arie Untung: Emak-Emak Pelopor Utama Pemasaran Produk Halal

Figure
Organization