Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Melawan Skeptisme di Kampung Buta Huruf

Melawan Skeptisme di Kampung Buta Huruf

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Seorang Guru tengah mengajar murid-murid di daerah terpencil (ilustrasi).  (tribunnewes.com)
(ilustrasi).

dakwatuna.com – Kampung buta huruf merupakan salah satu kampung yang memiliki sumber daya manusia yang kurang memadai dari segi pendidikan nya. Sebut saja kampung Cendut. Dimana kampung Cendut ini, menurut data survey hampir 85% masyarakat yang ada disana tidak bisa membaca dan menulis. Fasilitas pendidikan yang minim dan kurang nya perhatian dari pemerintah itu menjadi salah satu faktor keterbatasan penduduk yang ada di Kampung Cendut. Namun, faktor utama yang menyebabkan kampung Cendut ini dijuluki sebagai “Kampung Buta Huruf” karena Faktor Skeptisme yang sudah mendarah daging dalam diri masyarakat. Berpendidikan tinggi, sampai menjadi sarjana sekali pun itu bukan lah hal yang waw di mata masyarakat Kampung Cendut. Meraka menganggap nya itu hal yang biasa-biasa saja. Mayoritas pekerjaan disana adalah bertani. Terbilang sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup nya. Meskipun begitu yang mereka pikirkan hanyalah makan, minum, tanah, cangkul dan bertani. Sehingga mereka menyampingkan pendidikan terhadap anak-anak mereka. Banyak anak-anak mereka yang lulusan SD/SMP/SMA yang sudah bekerja atau pun menikah. Karena kembali lagi, semangat mereka dalam menuntut ilmu itu sangat minim, karena kurang nya dukungan orang tua atau keluarga. Pada tahun 2011, informasi terhadap kampung buta huruf ini semakin meluas. Sampai terdengarlah oleh pemerintah. Semenjak menyebar luas nya informasi ini, banyak pejabat-pejabat Negara mulai dari camat hingga bupati, sampai kalangan intelektual muda mahasiswa pun berbondong-bondong datang kesana. Mereka pun mulai melakukan survey, pendataan, pelatihan, dan kegiatan lainnya guna menumbuhkan semangat belajar dan melawan sikap skeptis terhadap masyarakat disana.

Menurut salah satu tokoh disana, Aceng Buldan memaparkan “kampung Cendut ini, hampir 85% masyarakat nya buta huruf dan tidak bisa membaca. Banyak faktor yang mempengaruhi salah satu nya kurang kepedulian orang tua terhadap anak dari segi pendidikan. Karena yang mereka pikirkan hanyalah cangkul, tanah dan bekerja. Jadi, sebenarnya sudah banyak para aktivis yang memberikan konsep untuk kemajuan kampung Cendut ini, hanya saja konsep yang diberikan terlalu menjelimet sehingga tidak menimbulkan Ghiroh apapun kepada masyarakat kampung Cendut. Karena yang mereka tahu hanya lah cangkul, tanah dan bertani” (Ahad, 11/11)

Sikap skeptis yang berdampak buruk pada suatu kemajuan daerah sangatlah di sayangkan. Terutama di kampung Cendut ini yang memiliki sumber daya alam yang terbilang cukup memadai, perhatian pemerintah yang sudah mulai menunjukkan kepeduliannya. Hanya saja, kesadaran pada diri masyarakat itu membutuhkan waktu yang cukup lama. Dalam artian ada tahapan-tahapan yang harus di lalui. Sebagai anak daerah dari kampung tersebut, saya merasa miris dan sedih. Ternyata di daerah saya sendiri masih banyak masyarakat yang awam akan pendidikan karena sikap skeptis yang sudah mendarah daging sejak dulu. Semoga dengan banyak nya dukungan dari masyarakat luar dapat menumbuhkan kembali sikap keterbukaan masyarakat kampung Cendut terhadap Pendidikan.

Semoga dengan adanya tulisan ini dapat menggugah kita semua dan peduli terhadap masyarakat sekitar. Wallahualam. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Reni Marlina, kelahiran Garut 03 mei 1997 sekarang duduk di bangku kuliah semester 3 dengan jurusan Perbankan Syariah di STEI SEBI. motto hidup Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. "Teruslah berada dalam barisan ini, Barisan Peradaban Ekonom Rabbani"

Lihat Juga

Kampung Inspirasi: Mencipta Muslim Tangguh Luar dan Dalam

Figure
Organization