Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Aku Anak Mentoring, Kini dan Nanti

Aku Anak Mentoring, Kini dan Nanti

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (hudzaifah.org)
Ilustrasi. (hudzaifah.org)

dakwatuna.com – Mentoring, mendengar kata itu tentu tidak asing lagi di telinga kita, apalagi kita yang menempuh pendidikan di perguruan-perguruan tinggi yang berbasis Islami.

Mentoring merupakan salah satu sarana tarbiyah Islamiyah (pembinaan Islami) yang di dalamnya ada proses belajar dan orientasinya adalah pembentukan karakter dan kepribadian Islami peserta mentoring. (Ruswandi & Adesyasa, 2007, p. 1).

Dapat didefinisikan pula Mentoring adalah wadah yang tepat agar kita terus bisa menambah ilmu sekaligus me-recharge iman kita setiap saat kapanpun kita butuh.

Dalam buku karangan Satria Hadi Lubis salah satu penulis buku best seller mengungkapkan bahwa mentoring/halaqoh adalah sekumpulan orang yang ingin mempelajari dan mengamalkan Islam secara serius. Biasanya mereka terbentuk karena kesadaran mereka sendiri untuk mempelajari dan mengamalkan Islam secara bersama-sama (amal jama’i). Kesadaran itu muncul setelah mereka bersentuhan dan menerima dakwah dari orang-orang yang telah mengikuti halaqah/usrah terlebih dahulu, baik melalui forum-forum umum, seperti tabligh, seminar, pelatihan atau daurah, maupun karena dakwah interpersonal (dakwah fardiyah). Hal seperti inilah yang kita harapkan dari pembinaan mentoring di Sekolah-sekolah dan juga perguruan tinggi, semoga dapat menjadi amal jama’i yang berkepanjangan Kini dan seterusnya.

Jika kita memperhatikan dan membandingkan antara definisi mentoring, dapat diketahui persamaan dari tiap definisi, mentoring adalah sama-sama berkehendak untuk membentuk, mengarahkan dan membimbing sesuatu atau seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Maka ini yang menjadi acuan dan penyemangat bagi para mentee (binaan) untuk tetap melanjutkan mentoring. Karena bagi orang yang tidak punya mentor, maka tidak ada forum lingkaran yang akan terus memantau dan menasihati jika kita melakukan kesalahan.

Mentoring/halaqah sebagai wadah pengkaderan

Fenomena halaqah/mentoring berawal dari berdirinya jamaah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1928 M di Mesir. Pendiri ikhwanul muslimin, Hasan al-Banna semoga Allah merahmatinya sangat prihatin dengan kondisi umat Islam saat itu yang jauh dari nilai-nilai Islam. Beliau berusaha keras mengembalikan umat kepada agamanya. Dari pengamatannya yang mendalam, beliau sampai pada satu kesimpulan bahwa hal ini disebabkan kaum muslimin tidak terdidik secara Islami. Lalu beliau mengenalkan sistem pendidikan alternatif yang harus dilakukan oleh anggota jamaahnya. Sistem itu di sebut dengan sistem Usrah. Anggota jamaahnya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berdasarkan tingkat pemahamannya terhadap Islam.

sebagai sarana pembinaan dan pengkaderan, tentu mengelola sebuah kelompok halaqah tidak bisa sembarangan. Setidaknya, ada dua hal yang jika keduanya terpenuhi maka kelompok halaqah/usrah dapat disebut sebagai halaqah/usrah yang berhasil.

Pertama, tercapainya dinamisasi. Jalannya halaqah/usrah berlangsung dengan menggairahkan dan tidak membosankan.

Kedua, tercapainya produktifitas. Sehingga tujuan halaqah/usrah dapat terwujud.

Dalam ilmu manajemen, keduanya disebut management by process dan management by objective.

Kelompok halaqah/usrah yang hanya mengutamakan salah satunya, biasanya tidak memiliki prestasi yang baik. Jika kelompok itu hanya mengandalkan dinamisasi, tak ubahnya ia seperti paguyuban. Bertemu setiap pekan, bersenang-senang, namun tidak ada yang dihasilkan. Sedangkan ada kelompok yang mengejar produktifitas tetapi mengabaikan dinamisasi. Alhasil, kelompok tersebut menjadi monoton dan cenderung membosankan.

Mentoring adalah proses untuk “akselerasi kedewasaan”.

Kedewasaan ini sangatlah luas, bisa jadi, kedewasaan dalam memahami Islam, kedewasaan dalam berilmu sesuai pilihan kompetensinya, kedewasaan dalam menyikapi masalah, kedewasaan dalam memilih keputusan, bahkan kedewasaan dalam bergaul-mengenal karakter manusia.

Mentoring adalah sebuah grup diskusi terfokus, yang di dalamnya terdapat interaksi- relasi antar insan, ada aspek manusiawi, serta hubungan interpersonal. Bisa jadi seseorang menjadi dewasa, tanpa mentoring, karena aspek pembentuk kedewasaan memang banyak, bisa jadi dia anak sulung, sebatang kara, di didik orang tua, atau memang sudah dilepas sedari kecil. Mentoring adalah proses “percepatan kedewasaan”, karena dengan mentoring, maka kita akan memperbesar “kapasitas berkomunitas” kita, memahami bahwa ternyata, karakter manusia itu beragam, menangani konflik komunikasi, hingga mampu bekerjasama walaupun terdapat perbedaan prinsip di satu sisi.

Di lingkungan tempat kita tinggal ternyata sangat banyak kemaksiatan yang bisa membuat kita tergoda, ditambah dengan jika kita salah dalam memilih teman.
Maka dari itu diperlukan proses tarbiyah baik terhadap sendiri (dzatiyah) dan orang lain. salah satunya dengan mentoring, setidaknya kita bisa berkumpul dengan orang-orang yang mengingatkan kita untuk selalu melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap diri sendiri dan orang lain.

Ibarat sebuah bangunan mentoring keislaman menjadi pondasi kaderisasi bagi mahasiswa, khususnya di sekolah-sekolah Islam. Apabila sebuah mentoring berjalan dengan tidak sehat, maka bisa jadi kegiatan-kegiatan yang ada di kampus atau sekolah-sekolah jauh dari nilai Islam. Apa penyebab ketidaksehatan sebuah kelompok mentoring? Hal ini sangat perlu dibahas dan dicarikan solusinya agar semua aspek yang ada di kampus mengandung syariat-syariat Islam yang wajib kita tegakkan. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi.

Lihat Juga

UNICEF: Di Yaman, Satu Anak Meninggal Setiap 10 Detik

Figure
Organization