Topic
Home / Pemuda / Cerpen / Saya, Tersesat di Jalan yang Benar

Saya, Tersesat di Jalan yang Benar

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (titantitin.wordpress.com)
Ilustrasi. (titantitin.wordpress.com)

dakwatuna.com –

Bunga pertama: “hidup masih dalam karung”

“braaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaag!”

Menghela nafas dan terbaring di tempat tidur. Ini adalah hari bahagia buat kita semua yang sudah di nyatakan lulus dari sekolah tingkat-SMP/Mts/Sederajat. Banyak Anak-anak remaja yang merayakan nya dengan bermacam-macam kegiatan. Pawai, Corat-coret baju dan bahkan tindakan anarkis yang merusak fasilitas umum. Namun, ada sebagian dari mereka yang merayakannya dengan berkumpul dengan keluarga, berlibur dan sebagainya.

“rereeeeeeeeeeeen, kadieu sakeudeung” teriakan kakak perempuan saya, dari luar rumah. (reren, kesini sebentar). Saya pun menghiraukannya dan pura-pura tidak mendengar. Karena hari itu, saya baru pulang dari sekolah mengambil surat kelulusan, begitu lelah dan malas untuk keluar kamar.

Tak lama setelah teriakan itu, kakak perempuan saya pun mendatangi kamar saya. “gimana lulus gak? Liat suratnya” ujar kakak saya sambil membuka pintu kamar. Kebetulan surat kelulusan saya tidak diambil orang tua/wali karena mereka tidak hadir. Saya pun memberikan surat tanpa menoleh ke wajah nya. Kakak saya pun membaca nya dengan serius dan meninggalkan kamar kemudian duduk di ruang tamu, kebetulan orang tua sedang berkumpul juga. Saya pun di suruh keluar kamar. Lagi, lagi teriakan kakak saya dari ruang tamu yang jarak nya tidak jauh dari kamar saya “rereeeeeeeeeeeeen, kadieu sakeudeung” (reren, kesini sebentar).

Saya pun keluar kamar dan duduk di samping mamah saya. Seketika suasana jadi hening. Percakapan pun di mulai dari kakak saya, yang menanyakan mau kemana setelah ini. Saya pun menjawab dengan nada lumaya keras “hayang ka smunbay” (ingin ke sman 1 bayonbong garut). Smunbay singkatan dari SMAN 1 BAYONGBONG yang merupakan sekolah negeri di daerah saya. “mahal atuh ren kadinya kudu jutaan, mamah duit timana? Bapak teu usaha.” Jawab ibu saya dengan nada pelan dan lemas. (mahal dong ren kesana harus jutaan, mamah uang dari mana? Bapak nggak kerja). Saya pun tidak menjawab apa-apa lagi dan langsung pergi meninggalkan ruang tamu. Dari situ, saya mikir di kamar. Saya harus di hadapkan dengan keadaan dilemma seperti ini. Saya mau tetap melanjutkan sekolah saya ke SMA tapi biaya dari mana, siapa yang mau bayarin sekolah saya, bapak udah gak kerja usia pun sudah lanjut. Saya pun sangat perihatin melihat kondisi ekonomi keluarga. Melihat uang masuk sekolah negeri terutama jenjang SMA lumayan berat kalau buat keluarga saya.

Bunga kedua: “dalam istikharah ku temukan”

“Kongkorongooooooooook!”

Ayam pun sudah berkokok. Ya! Berarti ini sudah pagi. Tapi keadaan rumah sangat hening. Mamah sudah pergi jualan, bapak sedang siduru dan menunggu air matang di dapur (menghangatkan badan di depan tungku). Ini adalah hari pertama saya libur setelah dinyatakan lulus dari sekolah SMPN 1 BAYONGBONG. Ya, disaat teman-teman sebaya saya sudah mulai mengumpulkan berkas-berkas untuk melanjutkan persyaratan bersekolah ke jenjang SMA. Saya masih dalam keadaan dilemma, mau kemana saya melangkah selanjutnya. Dalam mimpi saya, bisa masuk sekolah yang saya inginkan dengan tanpa biaya agar tidak merepotkan keluarga. Dengan biaya puluhan juta mungkin keluarga saya sudah angkat tangan duluan.

Hari demi hari saya lewati dengan berdiam di rumah, tanpa berbicara dengan orang tua karena saya tahu ujung-ujung nya pasti membahas sekolah. Dan saya tidak sanggup untuk mendengar tangisan ibu saya. Keinginan saya begitu kuat untuk masuk sekolah negeri, karena saya yakin yang namanya rezeki Allah yang ngatur pasti ada jalan.

“Assalamualaikum?” suara seorang lelaki sambil mengetuk pintu. Saya kira siapa yang datang ternyata amang saya. (Om)

“Waaalaikumsalam, eh amang. Masuk mang” membuka pintu.

Dia pun langsung menanyakan mau lanjut sekolah kemana. Saya pun tidak menjawab nya dan langsung memanggil mamah yang baru saja pulang jualan gorengan keliling kampung. Saya pun keluar rumah dan memanggil mamah saya “Mah, itu aya mang alo di bumi.” (mah, itu ada om di rumah). Mamah saya pun langsung menemui om saya mereka pun langsung mengobrol teteh dan bapak saya pun menghampiri rumah dan mereka pun mengobrol sangat lama dan seperti nya serius sekali. Saya pun masuk rumah dan langsung ke kamar. Tak lama setelah itu amang saya pun pergi dari rumah dan pamit ke semua. Ya, amang saya yang ini memang sangat di hormati oleh keluarga saya secara dia orang yang berpendidikan dan banyak membantu keluarga saya juga. Saya pun keluar kamar dan menanyakan kepada teteh saya “ada apa barusan si amang kesini?” teteh saya pun menjelaskan kedatangan amang datang ke rumah buat merekomendasikan saya agar masuk sekolah “Yayasan Pondok Pesantren Alqudsiyyah” saya pun kaget. Itu kan pesantren dekat rumah saya jarak nya masih bisa di tempuh dengan jalan kaki. Tapi saya bingung, memang nya saya mau masuk pesantren? Saya kan mau melanjutkan sekolah bukan buat pesantren. “gak mau pesantren, saya mau sekolah!” ujar saya. “iya, sekolah. Disana ada MA. Kamu sekolah disana aja, gausah mondok” jawab kakak perempuan saya sambil memberikan brosur sekolah itu. Saya pun mengambil nya dan langsung pergi ke kamar.

Saya memang tahu pesantren itu tapi setahu saya belum ada sekolah jenjang SMA/MA/sederajat nya. Dan saya masih tidak percaya jika disana ada sekolah SMA/MA. Lagian saya mana mungkin mau masuk pesantren.

Saya pun mulai menghubungi adik kelas saya yang sedang bersekolah disana, dia masih SMP. Dan benar. Disana memang sudah ada MA. Namun, baru 2 angkatan murid nya pun masih puluhan. Bertambah sedih lah saya, keinginan saya untuk masuk sekolah Negeri. Terutama Antusias keluarga mendukung saya untuk masuk ke Alqudsiyyah karena masuk kesana biaya tidak terlalu mahal kata nya dan itu juga sekolah berbasis pesantren. Cocok sekali untuk saya yang dari negeri untuk mulai memperbaiki akhlak dan menambah wawasan tentang keagamaan.  Mamah saya pun mencoba menasehati saya untuk bersekolah disana saja tapi tetap saya tidak mau. Saya tetap ke pendirian yang pertama saya ingin masuk negeri.

Semua keluarga pun membujuk saya agar mau bersekolah disana, di sisi biaya tidak terlalu mahal dekat rumah pula. Bisa jalan kaki kalau berangkat sekolah. Waktu SMP saya biasa abudemen (antar jemput pake ojeg) perbulan 200k. akhir nya, keluarga pun memberi keputusan yang sesingkat-singkat nya. Mamah pun masuk kamar dan menasehati saya “ren, sok mun hayang sakola ka alqudsiyyah mun henteu mamah teu bisa ngabiayaan ka negeri mah” (ren, kalau mau sekolah ke alqudsiyyah, kalau nggak mamah gak biasa ngebiayain kalau k negeri mah). Mamah pun langsung pergi meninggalkan kamar.

“Ya Allah” dalam hati saya sambil meneteskan air mata.

“Apa karena masalah ekonomi saya tidak bisa masuk sekolah negeri?”

Sudah lah. Lebih baik saya tidak sekolah.

Sehari setelah pembicaraan itu, semua orang rumah mendiami saya.

Saya lihat mamah berjualan tanpa pamit ke saya, kakak perempuan saya yang biasa teriak-teriak untuk menyuruh saya menjaga warung kini pun tidak, bapak yang selalu diam dan tak berkata apa-apa hanya menetaskan air mata saat melihat saya.

Sungguh, saya benci kondisi seperti ini. Apa cita-cita saya terlalu tinggi untuk bersekolah di negeri? untuk meraih prestasi yang lebih bagus lagi dan masa depan cerah. Disini saya benar-benar di bingungkan.

Antara keluarga dan keinginan saya.

Setiap malam hanya air mata dan kebingungan yang menemani. Tapi saya mencoba untuk tetap bertahan agar tidak tersulut emosi dan memaksa keinginan saya yang terlalu jauh. Akhir nya istikharah malam itu menjawab semua keraguan saya.

Bunga ketiga: “nasihat dalam naskah”

Jumat, pukul 13,00 wib. Setelah bapak saya pulang jumatan. Saya pun pamit keluar untuk berjalan-jalan mengunjungi tempat teman Saya. Nama nya caca, dia teman sekaligus saudara. saya pun banyak bercerita tentang keadaan keluarga kepada saya dan kebingungan saya untuk melanjutkan sekolah. “ca, aku bingung banget nih euy! Mau sekolah kemana? Pengennya ke negeri tapi cuman mimpi” Tanya aku ke caca. “hahaha.. engges weh ka alqudsiyyah” jawab caca. (udah ke alqudsiyyah aja) dengan candaan dia menjawab, menganggapku nggak serius. Caca emang sahabat aku dari kecil yang sekarang masih sekolah kelas 8. “dari mana kamu tahu aku mau dimasukkin alqudsiyyah?” “ti si uwa, kamari kadieu ka bumi ngobrol jeung mamah caca. Katana si reren keukeuh wae hayang ka negeri mbung ka alqudsiyyah haha” (dari si bibi, kemaren kesini ngobrol sama mamah caca, katanya si reren tetep mau ke negeri nggak mau ke alqudsiyyah) “ahh, kamu kok malah ketawa ca. aku serius nih” tegas saya. “iya, caca juga serius. Yauda sih. Ke alqudsiyyah aja, sekolah dimana-mana sama aja kan, gimana kita nya”. Saya pun langsung pergi. Sepanjang perjalanan saya memikirkan perkataan caca. Apa saya harus sekolah di Alqudsiyyah? Ah sudahlah. Jangan dipikirkan. Ucapku dalam hati.

Keesokan harinya, saya lihat teman-teman sebaya saya yang sedang mempersiapkan persyaratan MOS mereka sibuk mencari makanan ataupun barang yang di tugas kan oleh panitia. Resi pun menyapa saya “hai reni, apa kabar? Kamu mau lanjut sekolah kemana?” aku pun hanya menjawab “baik” dengan wajah lesu dan tak bersemangat. Resi pun pergi sambil melambaikan tangan kesana menaiki motor nya “daaah reni” ucap resi sambil meninggalkan ku. Aku pun kembali ke kamar, menangis dan memikirkan masa depan. “Apa saya tidak akan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya ?” ucap saya dalam hati.

Bunga keempat: “keputusan yang tepat”

Besok teman-teman sebaya saya, akan mulai melakukan MOS (Masa Orientasi Siswa). Saya pun benar-benar iri. Sikap keukeuh (tetap) saya yang ingin masuk sekolah negeri pun hanya mimpi indah yang setelah saya bangun saya menangis dan menangis. Dengan berat hati saya memutuskan untuk berbicara kepada keluarga saya. Saya pun berlari menuju ke rumah kakak perempuan saya. Sesampai nya, kakak saya sedang sibuk melayani pembeli. Saya pun duduk, dengan kondisi mata masih bengkak bekas tangisan tadi. “aya naon? Kunaon ceurik maneh?” Tanya kakak saya dengan jutek. (ada apa? Kenapa nangis kamu?) . “ayoook daftar ke alqudsiyyah!” dengan berat hati saya jawab seperti itu tanpa menoleh ke wajah kakak saya. Dia menjawab dengan sumringah “bener kamu mau sekolah disana? Nah gituh, nurut sama keluarga kamu musti perihatin juga sama keadaan ekonomi keluarga ren. Teteh juga kalau ada uang mau nyekolahin kamu ke negeri kaya temen-temen sebaya kamu. Tapi, mungkin ini belum saat nya. Denger yaa dek. Sekolah dimana-mana sama aja! Noh liat anak nya si pak mumuh sekolah negeri tetep aja pas keluar dia kerja nya merantau ke internit lagi internit lagi (semacam pemasangan pelapon rumah). Sekarang meskipun alqudsiyyah sekolah nya baru berdiri , kamu tunjukin kamu bisa jadi yang terbaik. Apalagi kamu dari negeri SMP. Pasti lebih dari yang lain. Teteh percaya sama kamu. Nyari prestasi, buat masa depan cerah nggak musti sekolah di negeri aja” nasihat kakak saya, Tegas. “iyyyaa” jawab saya  sambil menundukkan kepala. “yaudah cepetan ganti baju sana, kita ke pangokokan setelah mamah pulang dari sawah” ujar kakak saya.

Saya pun pergi ke rumah dan langsung ganti baju. Sambil memikirkan. Apa ini keputusan yang benar yang saya ambil? Apa dengan bersekolah disana, saya bisa mendapatkan apa yang saya cita-citakan? Entahlah, demi membahagiakan keluarga dan saya juga tak ingin memberatkan beban orang tua. Mamah saya pun datang dan menghampiri saya ke kamar “benar, kamu mau sekolah di alqudsiyyah?” Tanya mamah saya dengan suara pelan. “iya, mah disana aja” jawabku. Mamah saya pun menangis dan memberikan uang 300 ribu dengan beberapa receh. “ini ren, mamah cuman punya uang segini. Sana daftar ke alqudsiyyah mudah-mudahan di terima yaa” saya pun menangis melihat mamah saya. Perjuangan nya begitu luar biasa untuk saya. Saya tak dapat berkata apa-apa.

Bada ashar, saya pun langsung pergi bersama kakak saya. Ke rumah ustadz pemilik pesantren. Dengan membawa ijazah dan uang pendaftaran. Tiba lah, saya di rumah ustadz tersebut. Rumah nya Nampak sepi. “Assalamualaikum…?” ucap salam kakak saya..

Sudah tidak kali kami mengucapkan salam, tak ada yang menjawab. Saya pun mencoba mengetuk pintu rumah nya yang sedikit terbuka. “Assalamualaikum…” salam saya.

Tiba-tiba ada bola mainan menghampiri ke kaki saya. “itu punya saya kakak” ucap anak kecil yang berlari kea rah saya. “iya dek, ini. Bapak kamu ada?” Tanya saya. “abi lagi ngajar di pesantren” jawab nya.

Kami pun berdiam diri di luar rumah menunggu ustadz nya datang. Jam pun sudah menunjukkan pukul 16.30 wib. Kakak saya pun mengajak saya untuk pulang dulu ke rumah dan besok kembali lagi ke sini.

Tiba-tiba saat kami ingin pergi menaiki motor, datang lah sang ustadz dengan berpakaian putih dan tersenyum melihat kami. “Maaf, saya tidak membaca sms ibu ani. Soalnya sedang mengajar anak-anak. Silahkan masuk bu” ujar ustadz itu. Sebelum kami berangkat kesini, kakak saya memang mengirim sms terlebih dahulu.

Saya dan kakak saya pun masuk ke rumah ustadz. Kakak saya pun mulai menjelaskan maksud kedatangannya ke rumah ustadz sore itu. Dan setelah banyak bercerita mengenai prestasi saya, yang menurut saya itu terlalu berlebihan. “iya, ustadz reni selalu juara 1 di sekolah smp nya dia kan dari negeri” ucap nya. Dalam hati ku menggerutu “yang semester kemaren kan saya dapat peringkat 3, terlalu banget dah ini punya kakak banggain ade nya”

Setelah menyerahkan persyaratan pendaftaran pun, kami di suruh menunggu sebentar untuk di berikan seragam. Kebetulan di sini seragam nya di kasih oleh sekolah.

Dan wow saya terkejut. “ini seragam gede banget, kerudung nya juga” ucap saya dalam hati.

Dan besok sudah mulai MOS.

Saya dan kakak saya pun pergi meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan saya berpikir keras. Apa saya bisa sekolah di tempat itu. Dari mulai keterpaksaan dan pakaian yang panjang-panjang. “sudahlah jalani saja” ucap saya dalam hati.

Bunga kelima: “Masa orientasi Siswa”

Keesokan hari nya, ini adalah hari pertama saya mengikuti kegiatan MOS.

Saya pun berangkat dari rumah dengan berpamitan kepada mamah, bapak, dan kakak saya.

Benar-benar sulit di percaya. Sekarang saya sekolah disini yaa Alqudsiyyah. Cita-cita untuk bersekolah di sekolah negeri hanya mimpi. Sepanjang jalan saya berangkat sendiri, ada teman saya yang menghampiri dia mengendarai motor “ren, mau bareng gak?” ucap resi. “ehh, res. Nggak sekolah ku deket kok.” Jawab ku. “oiya, kamu sekolah di alqudsiyyah yaa. Ibu ku kemaren sempat bilang” “yaa begitulah” “yaudah aku duluan ya, takut telat nih di sekolah baru ku ketat banget soal nya” “iyaa, hati-hati yaa”

Resi yang masuk sekolah negeri membuat aku iri, dia begitu semangat dan antusias. Sedang kan aku pertama masuk sekolah aja udah gak semangat gini dan gak tahu entar disana harus ngapain.

Tepat pukul 07.24 wib. Aku melihat jam tangan dan berlari menuju gerbang. Dari yang telah di jadwalkan pukul 07.00 wib untuk technical meeting.

Sampai lah aku di depan gerbang, sekolah pun Nampak sepi. Aku bingung harus kemana.

“euu.. maaf mau Tanya tempat technical meeting untuk anak aliyah sebelah mana yaa” Tanya ku pada anak-anak yang sedang mengobrol ria di depan pintu gerbang.

“oh kamu siswa baru aliyah juga?” jawab nya. Perempuan berkerudung panjang dengan suara lembut. Dan terus memandangi ku. “iyaa, saya siswa baru di aliyah ini. Nama saya reni marlina dari smpn 1 bayongbong” sambil melambaikan tangan. “oh reni, halo saya aik.” Ucap nya sambil tersenyum. Saya bingung kenapa mereka terus memandangi saya dengan begitu. Apa penampilan saya yang benar-benar berbeda dengan mereka. Rok seragam biru saya yang sudah cingkrang, kerudung saya yang transparan dan tidak memakai kaos kaki.

“kepada calon siswa baru 2014/2015 segera masuk ke mesjid sebelah kanan. Untuk akhwat. Dan untuk ikhwan masuk ke mesjid bawah dekat SD untuk melaksanakan shalat duha”

Pengumuman dari speaker. Kami pun segera berlari menuju mesjid untuk melaksanakan shalat duha. Jujur sebelum nya di sekolah saya belum pernah melaksanakan shalat duha.

Setelah selesai shalat duha, datang lah kakak-kakak panitia pelaksana MOS. Mereka pun memperkenalkan diri dan mulai memberikan apa-apa saja yang dilakukan siswa baru selama MOS berlangsung. Sebagian dari siswa baru adalah santri yang sekaligus pesantren disini, dan beberapa lagi hanya bersekolah saja. Seperti saya.

Hari pertama MOS pun berjalan dengan lancar, meskipun saya banyak di hukum. Karena tidak membawa peralatan MOS. Karena saya baru daftar dan tidak tahu apa-apa. Mereka pun menasehati saya agar berpakaian seperti seharus nya untuk MOS besok. Seragam panjang, kerudung panjang dan memakai kaos kaki. Saya pun hanya mendengarkan omongan tersebut dan mengabaikan nya langsung pulang. “benar-benar sulit di percaya saya harus berpenampilan layaknya superman yang semua harus tertutup dengan kain lebar” ucap dalam hati.

Bunga keenam: “penyesalan yang tak terganti”

Sesampainya di rumah saya pun makan dan shalat. “ren, gimana hari pertama nya” Tanya mama ku yang sedang menyiapkan makanan. “biasa aja” jawab ku sambil pergi ke kamar mandi.

19.00 wib bada isya pun saya mulai belajar memakai jilbab yang di double biar gak transparan. “ren, makan dulu mumpung nasi nya masih panas” teriak mamah saya dari dapur. “iya nanti.. mah” jawab ku.

Mamah saya mungkin tidak tahu apa yang terjadi di sekolah, kalau mereka tahu pasti kecewa banget. saya yang melawan ke kakak panitia, tidak mengikuti aturan mereka dan sebagainya.

Hari kedua MOS saya berangkat pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00 wib karena takut juga kalau saya harus telat. Tanpa sarapan dan tanpa pamitan ke orang tua.

Sampailah saya di sekolah, dengan penampilan masih sama seperti kemaren tak ada yang berubah. Kebetulan di sekolah baru hanya ada saya saja. Benar-benar hanya saya. Saya datangi semua ruangan-ruangan Nampak memang benar-benar tak ada orang. “buseeet dah, katanya di suruh tepat waktu. Ini belum ada mahluk satu pun” gerutu saya dalam hati. Saya pun melihat kantin sekolah belum buka dan saya pergi ke warung bawah untuk mencari sarapan. “bang, ini berapaa?” sambil mengambil gehu. “gope neng, tanginas pisan weyah kieu atos dongkap neng” jawab abang warung (lima ratus neng, rajin banget jam segini udah datang ke sekolah neng). “iyaa, ini kan lagi MOS” ujar saya.

Saya lihat anak-anak mulai berlari menuju gerbang. “aduh aku jadi telat niih” ucap saya dalam hati. Sambil memberikan uang gope kea bang warung.

Saya pun berlari menuju gerbang. Dan etdaaaaah… saya jadinya telat. Padahal tadi saya orang pertama yang datang ke sekolah “kamu reni, bending 5 kali + baca istigfhar” ucap kakak panitia dengan wajah jutek. “gak mau. Tadi saya datang ke sekolah paling awal sebelum kalian” jawab saya. “udah ren, ikutin aja” jawab teman ku Aik, yang sedang di hokum juga di sebelah ku. Saya pun mengikuti nya dan melaksanakan yang mereka mau.

Kami pun pergi ke ruangan MOS. “Aik, tapi tadi beneran aku paling awal datang ke sekolah cumin tadi aku nyari sarapan dulu ke bawah” ujar ku meyakinkan Aik. “iya ren aku tahu kok. Tadi aku liat kamu dating ke sekolah pagi-pagi banget. disini emang gitu ren, dari dulu suka ngaret heheh” jawab aik. “tuhkan kamu liat aku” “iyaa tapi tetap aja kita kan lagi MOS ikutin aja yang mereka mau” “tapi kalau mereka yang salah itu sama aja memberikan sikap yang baik sama adik-adik kelas nya ik”

Kami langsung menuju ruangan dan mendengarkan pemateri dari setiap materi yang di berikan.

Mereka yang ada di ruang ini begitu semangat dan takut sekali pada kakak panitia. Begitu serius dan focus, sedangkan aku santai-santai aja tuuh. Dan memang benar, aku lah yang paling berbeda dari yang lain. Mulai dari penampilan dan gaya bicara ku. Mereka lebih memakai bahasa arab seperti ana/antum. Sedangkan aku masih gue/elu.

Sungguh ngebosenin nih kegiatan MOS, saya benar-benar ingin pulang. Yaa.. ingin pulang.

Ruangan begitu focus dan serius. Tiba-tiba saya di tunjuk oleh pemateri.

“yang di belakang, silahkan mau bertanya?” mereka pun langsung menoleh ke arah saya.

“nggak pak, nggak” jawab saya terbata-bata.

Mereka pun tertawa berbisik-bisik. “reni, itu pulpen kamu jangan di ke atasin, di kira pemateri kamu mau nanya” bisik Aik. Oalah, iya. Saya lagi garuk garuk kepala pake pulpen habis bosenin nih. Saya pun tertawa hehehe..

Akhir nya MOS pun berakhir. Masih ada libur satu hari untuk merefresh otak dan semangat. Jujur, saya masih berharap untuk masuk sekolah negeri, tapi ya sudahlah itu hanya mimpi indah yang jika aku terbangun terasa banget sakit nya.

Hari ini hari minggu, senin besok saya sudah mulai bersekolah layaknya siswa baru yang sudah memakai putih-abu. Saya terus memandangi seragam dan kerudung yang di berikan sekolah. Apa iya mulai besok saya harus merubah penampilan? Argh. Tidak terbayang deh, nanti panas nya seperti apa. Udah mah jalan pulang-pergi jalan kaki.

Bunga ketujuh: “perjuangan seorang ibu”

“ren, ini buku satu pak tadi mamah beli dari pasar. Cukup gak satu pak?” ujar mamah sambil menaruh buku di kasur. “cukup mungkin mah.” “kok mungkin sih, kamu memang tidak tahu ada berapa mata pelajaran?” “tau kok, cukup mah”

Padahal saya pun tidak tahu ada berapa mata pelajaran, waktu MOS saya tidak akrab dengan anak-anak kelas lagian mereka pun seperti nya tidak mau kenal dengan saya. Hanya Aik, yang selalu menyapa dan memberikan info mengenai sekolah kepada ku. Melihat kebahagiaan mamah yang begitu semangat untuk saya terus sekolah disana, tidak tahu kalau saya benar-benar tidak betah sekolah disana. Kalau saya bicara pun, pasti hanya menyakiti hati mamah dan keluarga. Yasudahlah.. “paksain aja!” ujar dalam hati.

“kriiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiing……”

Bunyi hp dalam tas.

Ternyata Aik yang menelpon. Saya pun mengangkat nya. Dia memberi tahu tentang mata pelajaran untuk besok. “Assalamualaikum ren, kamu udah tahu mata pelajaran apa aja buat besok?” “waalaikumsalam. Nggak ik. Bisa kamu kirim list jadwal pelajarannya?” “okey, sekarang Aik kirim via sms yaa” “iya ik. Makasih.”

Saya pun menutup telpon nya. Dan benar-benar terkejut, melihat mata pelajaran yang aneh-aneh menurut saya. Mata pelajaran Agama nya begitu banyak, wajar bila sangat aneh bagi saya. Bahasa Arab, fikih, nahwu dan masih banyak lagi. Sekitar 12 mata pelajaran.

Bunga kedelapan: “nasihat umi yang tak terlupa”

Keesokan hari nya, seperti biasa saya berangkat dari rumah.

Saat menuju gerbang, Nampak nya anak-anak sudah berbaris rapih. Saya pun berlari menaruh tas kedalam kelas. Dan bergabung berbaris dengan mereka.

Satu jam upacara pun, berakhir.

“pengumuman-pengumuman”

Berdiri lah ibu guru, anak santri biasa manggilnya dengan sebutan umi. Dia adalah istri dari ustdaz asep pemilik pesantren ini. Paling di segani di kalangan santri.

Beliau pun memberikan pengarahan kepada siswa-siswa baru.

Semua anak-anak pun berlari-lari menuju kelas nya. Saya masuk ke dalam kelas dan benar ada yang berbeda. Saya pun duduk di kursi yang paling depan. Tak ada yang menemani, kebetulan Aik belum datang.

Setelah beberapa menit kemudian. Datang ibu guru namanya ibu eneng yang biasa di panggil umi oleh anak santri. “Assalamualaikum…”

“Waalaikumusalam.. umii” jawab serentak anak-anak sekelas.

Dia pun memberikan pengarahan langsung ke dalam kelas, tentang bagaimana hijab antara perempuan dan laki-laki. Karena kita ada di kawasan pesantren, meskipun ada beberapa orang di kelas ini yang tidak menyantri atau mondok hanya bersekolah saja. Yang jadi pembeda saya dengan yang lainnya itu mereka santri dan saya bukan. Kerudung mereka lebar-lebar dan saya biasa aja. Sikap mereka baik lembut dan saya sedikit kasar.

Setelah pengarahan berakhir, ibu eneng pun meninggalkan kelas dan memanggil saya untuk menghadap ke ruangan.

Saya pun deg-degan. Belum apa-apa sudah di panggil. Entahlah…

“triiiiiiiing… triiiiing!”

Bel istirahat pun berbunyi. Saya menuju ruangan bu eneng.

Hari ini, Aik tidak masuk kelas. Saya pun sendiri dan tak ada teman. Orang-orang kelas pada cuek saya pun tak mau bertanya pada mereka. Saya bingung, ruangan bu eneng sebelah mana. Anak-anak se Alqudsiyyah pada ngeliatin saya. Memang nya apa yang salah, sudah dapat di tebak lah mungkin karena penampilan saya.

“reni, kamu di panggil sama bu eneng. Ditunggu di ruang kepala sekolah sebelah kelas 9” teriak sinta dari atas tangga. Sinta adalah teman sekelas ku, tapi saya tidak begitu akrab dengan dia. “iyaaa.. makasih” jawab ku.

Aku pun langsung menuju ke ruangan dengan hati berdebar dan deg-degan pula. Masuklah aku ke dalam ruangan.. Nampak sepi tak ada orang.

Tiba-tiba datang lah seorang laki-laki, ternyata ustadz asep. “Assalamualaikum..”

“waalaikumsalam…” jawab ku sambil terbata-bata.

“eh ada reni, sedang menunggu siapa?” Tanya ustadz. “ini saya di panggil oleh umi”

“oh iya, tunggu aja yaa umi masih ngajar”

Tiba-tiba umi neng pun datang.

“Assalamualaikum..”

“Eh si cantik udah kesini aja, maaf yaa tadi ibu ngasih tugas dulu ke kelas 9” tegas nya.

“reni, kok seragam dan kerudung nya belum dipake?” ujar umi. “oh iya, itu belum di cuci” jawab ku. “oh begini yaa, ini sekolah kan bergabung dengan pesantren jadi tolong reni ikutin aturan yang ada di sekolah. Seperti memakai kerudung yang rapih rok yang rapih dan memakai kaos kaki. Ibu dapat laporan selama MOS reni tidak mengikuti aturan-aturan yang di tetapkan panitia. Kenapa?” nasihat nya dengan lembut pada ku.

“eumm.. saya tidak bisa mi. insyaallah nanti belajar” jawab ku.

Sudah ku tebak pasti masalah penampilan yang berbeda dengan yang lain. Disini saya benar-benar harus mengikuti aturan yang ada. Sedangkan saya belum terbiasa kalau harus seperti itu. Butuh proses.

Bunga kesembilan: “kesulitan ini membuatku belajar”

Bel masuk kelas pun sudah berbunyi. Terlihat seorang guru sudah memasuki kelas 12. Saya pun langsung berhambur dari ruang kepala sekolah langsung ke masuk kelas.

Beliau pun langsung memperkenalkan diri, dengan bahasa yang berbeda dan saya tidak tahu dia ngomong apa. Dan ternyata beliau adalah Guru Bahasa Arab.

“Daebak!” ucapku pelan. Ini adalah mata pelajaran yang sebelum nya belum pernah saya dapatkan dari smp. Entahlah musti gimana menghadapi mata pelajaran ini. Kalau sebagian anak kelas lebih dominan anak santri mereka lebih paham dan udah pada jago juga. Sudah lah nikmati saja.

12.00 wib bel pulang berbunyi. Aku pun mampir dahulu ke rumah Aik, yang kebetulan rumah dekat dengan sekolah. “Assalamualaikum…”

“waalaikumsalam..” “ada Aik nya dek?” Tanya ku kepada anak kecil yang membuka kan pintu. “ada di kamar.. aik.. aik.. ini ada teteh teteh” teriak anak itu.

Aku pun masuk ke kamar. Ternyata Aik sedang terbaring sakit. “ehh ada reni..” ujar Aik dengan suara lemas. “Gimana ren sekolah pertama nya? Seru yaa” “ah biasa aja ik, kamu sakit apa?” “nggak, ini cumin pusing aja” jawab aik. “Oh, cepet sembuh yaa. Aku gak ada temen nih di sekolah. Oiya, tadi aku di panggil ibu neng ke kantor ik” “oh yaaa.. kenapa emang kamu?” “yaah.. kamu juga pasti tau lah, masalah penampilan ku ik” jawab ku.

“kamu bisa kok ren, Aik yakin” tegas Aik.

Aku pun pulang ke rumah, sepanjang perjalanan aku pun memikirkan perkataan ibu neng tadi dan Aik. Kalau aku terus-terusan kaya gini, nentang aturan karena gak betah di sekolah percuma yang malu pasti keluarga ku. Entahlah.. aku bingung harus seperti apa. Aku benar-benar tersesat.

Sesampai nya di rumah, aku pun terbaring di tempat tidur. Cuaca hari ini begitu panas, dan keadaan seperti ini akan saya alami selama bersekolah di Alqudsiyyah. Pulang pergi kepanasan yaa kalau gak panas keujanan. Tapi, yasudahlah.. rasa nya aku ingin berteriak dan keluar dari sekolah itu. Aku tidak suka dengan aturan yang ada begitu juga dengan mata pelajaran nya. Bayangkan saja aku yang dari tadi nya dari Negeri sekarang sekolah di MA yang berbasis pesantren. Benar-benar muak. Aku ingin pulang.

Hari demi hari aku lewati sesuka hati, yaa Di Alqudsiyyah lah tempat aku menuntut ilmu. Namun sikap dan penampilan ku masih dalam proses. Meskipun setiap hari senin aku sering di hokum karena jilbab ku yang pendek dan rok yang sudah diatas mata kaki.

Bahkan umi neng pun, hamper saja akan memotong rok ku karena belum ku ganti dan memotong jilbab ku karena pendek. Ini sudah SP yang terakhir aku pun belum bisa belajar memakai pakaian yang mereka tuntut. Dan pada akhir nya, aku pun di beri surat pemanggilan orang tua. Aku bingung, harus di apakan surat ini? Aku takut orang tua ku marah dan pasti nya membuat mereka kecewa. Dengan berat hati aku pun memberikan surat ini ke mamah.

“mah, ada surat dari ustadz asep.” Ujar ku sambil meletakan surat diatas meja makan.

Mamah pun memberikan surat itu pada kakak perempuan saya.

Dan yang datang ke sekolah pada hari itu adalah kakak saya. Saya kira tak ada orang tua/wali yang datang. “Daebak! Itu teteh” ujar ku dalam hati. Sudah ku tebak pasti setelah kakak saya keluar dari ruangan itu akan memaki-maki saya dan memarahi saya. Tapi, tapi… tunggu.. kakak saya Nampak nya senyum-senyum saat keluar dari ruangan kepala sekolah dan pamit ke saya pulang duluan. Saya bingung maksud pemanggilan sekolah ke saya apa yaa.

Bunga kesepuluh: “kejutan yang tak di duga”

Bel pulang pun berbunyi..

Saya dan Aik pun pulang bersama-sama. Dan kita membicarakan masalah ekstrakulikuler apa yang akan kita masuki, minggu depan sudah mulai pemilihan ketua OSIS. “Ren, kamu nyalonin aja jadi ketua OSIS” perintah Aik pada ku. “hahaha.. kamu ada-ada aja” jawab ku.

“lah, kenapa? kamu pinter ren” “yaa masak ik, aku urak urakan gini nyalonin, kaya nya cuman kamu yang pilih nanti haha” lantas ku.

“haha.. nggak lah ren, prestasi akademik kamu di kelas bagus kok di banding yang lain mah” “bagus apa nya ik, bahasa arab ku aja dapet C haha” “kan itu cuman bahasa arab ren, bisa belajar lagi kan?” “haha iya sih, sudah lah”

Aik pun langsung pergi ke rumah nya. “daaah.. ren, hati-hati di jalan” ucap aik sambil melambaikan tangan. “iyaaa dadah, see you” jawab ku.

Sesampainya di rumah, terlihat semua keluarga udah pada ngumpul di ruang tamu. Tanpa perkataan apapun saya langsung ke kamar mengganti pakaian. Suara mamah dari ruang tamu “mamah, bersyukur banget si reren bisa sekolah dengan gratis. Alhamdulillah” jawab mamah sambil menangis di ruang tamu. “hah? Aku sekolah gratis? Apa maksud nya?” ucap ku dalam hati sambil menengok kearah pintu kamar.

Aku pun langsung buru-buru menghampiri mereka. “mah, maksud nya apa? Aku sekolah gratis?” Tanya ku. “mamah bangga sama reren. Alhamdulillah” jawab mamah. “iya, jadi kamu gak ada biaya SPP disana, tadi kata ustadz nya gitu. Kamu katanya masuk 3 besar yaa di kelas. Kok kamu gak pernah ngomong sih!” jawab kakak ku.

Aku pun hanya menjawab “Ohh.. kirain karena apa, aku mau pergi dulu mah”

Sore ini aku pergi ke rumah caca sambil memikirkan, kok bisa yaa aku dapat prestasi disana. Padahal aku di kelas biasa-biasa aja. Malahan aku sering di hokum karena jilbab ku pendek. Duh, keterpaksaan ini pun jadi kebiasaan lama-lama aku betah juga sekolah disana. Menghela nafas.. huh..

“Assalamualaikum…caca…” ucap ku.

“waalaikumusalam… iya ren masuk aja” jawab caca

Aku pun langsung menceritakan kejadian-kejadian apa saja yang aku alami selama sekolah di pesantren itu mulai dari aturan dan mata pelajaran nya. Caca hanya tertawa mendengar nya. “hahah.. sudah ku bilang ren. Kamu bakalan paling pinter kalau sekolah disana kan?” ujar caca. “ah biasa aja, tapi mereka lebih baik dari pada aku. Aku sering melanggara aturan selama sekolah di Alqudsiyyah. Mulai dari jarang pake kaos kaki, kerudung pendek, rok ku diatas mata kaki” “makanya ren, buat perubahan dong pada diri mu, pasti sekolah bakalan bangga. Jangan terus mikirin keterpaksaan dan ketidakbetahan kamu tinggal disana. Lama-lama kamu terbiasa kok” nasihat caca pada ku. “iya sih, aku coba dah. Insyaallah” jawab ku.

Banyak banget pengalaman yang aku dapat selama aku sekolah di sana, meskipun aku tidak betah dan karena terpaksa.

Bunga kesebelas: “mulai menerima”

Teng.. teng.. !!

Pemilhan ketua OSIS.

Hari ini ada pemilihan ketua OSIS masing-masing kelas wajib mengirimkan kandidat nya. Dan dari kelas ku Gungun Anggara & Hasannudin. Mereka berdua teman dekat ku. Yaa.. karena kedekatan itu lah aku selalu di panggil oleh ibu eneng, karena tidak bisa menjaga hijab antara akhwat dengan ikhwan. Yaa mau gimana lagi, dari negeri kalau deket-deket sama cowok yaa biasa aja. Beda sama disini lebih terjaga, yaa istilah nya tadi jaga Hijab.

Ini adalah pemilihan ketua OSIS yang kedua kalinya. Karena angkatan saya merupakan angkatan ke 3. Selama ada OSIS disini belum ada tuh, program-program wow yang bisa mempopulerkan sekolah. Secara, ini sekolah ada nya di atas gunung. Orang-orang pada gatau bahwa disini tuh ada YAYASAN PONDOK PESANTREN ALQUDSIYYAH.

Pemilihan OSIS pun di mulai, terlihat para kandidat yang tangguh-tangguh. Disini pun saya menjadi tim sukses nya “GunSan” saya berteriak-teriak sendiri, bersorak-sorai sendiri. Yang lain malah pada ngeliatin doang. Yaa.. memang begitulah saya. Sedikit aneh. Sebelumnya, kata nya tidak pernah pemilihan ketua OSIS serame dan seheboh ini.

“reniiiiiiiiiiiiiiiiiii…. Aku disini” teriak Aik dari atas tangga. “heii, sini kita semangatin calon-calon ketua OSIS dari kelas kita” jawab ku.

Waktu pemilihan pun usai.

Sekarang lah waktu yang di tunggu-tunggu penghitungan suara.

“jreeeeeng.. jreeeeeeeeng jreeeeeeeng!”

Hasil nya pun sudah keluar dan tim GunSan gagal.

Beda dikit suara nya sama tim ArdiWildan.

Selamat dah buat pasangan yang terpilih menjadi ketua OSIS dan Wakil Ketua OSIS.

Keesokan hari nya pun, di umum kan Staff-staff siapa saja yang menjadi Anggota OSIS masa Amanah 2014/2015. Dan what!? Aku di pilih jadi sekertaris OSIS 2014/2015. Perasaan aku gak ngisi form nya deh. Dan ternyata benar si Aik yang daftarin Aku.

“cie ada bu sekertaris nih” menggoda ku Aik.

“ah ik, apa-apaan sih kamu pake daftarin aku segala”

“tapi bukti nya di terima kan, ren?”

“iya tapiiii… ah”

“sudahlah, selamat yaaa semoga bisa mengemban amanah baru nya ibu sekertaris”

Aku pun pergi meninggalkan sekolah.

Selama ini aku tak pernah memberikan prestasi ataupun kontribusi yang nyata pada sekolah. Kalau bukan di kasih hukuman dan SP itu lah reni. Tapi yaa.. mau gimana lagi sikap ku belum bisa seperti santri-santri di pesantren. Apalagi sekarang aku di beri amanah untuk menjadi sekertaris OSIS. Dimana aku harus memberikan contoh yang baik pada adik-adik kelasku dan memberikan yang terbaik pada sekolah. Nasihat-nasihat ustadz kadang aku abaikan dan tak di dengar, begitu juga nasihat umi neng. Mereka memang sering menghukum ku karena sikap ku yang selalu melanggar aturan sekolah. Tapi mereka tidak pernah memberi tahu kejadian jelek ku di sekolah.

Hari ini hari senin, ku rasa ini lah saat nya untuk aku mulai mencoba menerima bahwa Alqudsiyyah adalah memang benar tempat belajar ku, tempat aku menuntut ilmu, masa depan yang cerah dan meraih prestasi. Sudah setengah semester disini aku belum bisa berbaur dengan keadaan lingkungan. Nama Reni Marlina di kenal sebagai preman dari luar. Sering melanggar aturan, jarang pake kaos kaki, belum bisa menjaga hijab dengan Ikhwan dan sebagai nya.

Bunga keduabelas: “perubahan yang kecil. Lama-lama jadi biasa”

Adzan subuh pun tiba, aku bergegas mengambil air wudu dan shalat. Setelah selesai shalat aku pun langsung mandi. Ku lihat baju seragam dan kerudung besar itu belum pernah saya pakai ke sekolah karena gengsi dan gerah. Padahal, aku belum pernah mencoba nya.

Tepat pukul 05.00 wib aku memakai baju seragam panjang itu dan memakai jilbab yang lebar itu, tapii yaa begitulah aku hamper putus asa. Karena jilbab ini terlalu panjang aku pun susah memakai nya. Sehingga jam pun sudah menunjukkan 06.15 aku belum selesai memakai jilbab itu. Tanpa di rasa aku pun beres memakai seragam dan kerudung panjang itu.

Aku pun berangkat sekolah pamit kepada keluarga. Dengan sumringah dan semangat baru aku pun menciumi tangan ibu dan bapak ku sambil mengucapkan salam. “Assalamualaikum. Yaa reren pergi dulu”

“Ma Syaa Allah.. ini reren cantik nya” ujar mamah ku. “liat pak, si reren semangat banget yaa sekolah nya, penampilannya juga beda. Ada apa dengan dia? Biasa nya tiap mau berangkat sekolah wajah nya tuh cemberut mulu” ucap mamah ke bapak.

Aku pun lari terbirit-birit lari ke sekolah, dengan ribet nya pakaian panjang ku dan kerudung lebar ku aku pun sampai di di depan gerbang. Sambil menghela nafas aku pun sampai, dan melihat anak-anak sudah pada rapih, terlihat pak Chandra yang sedang jaga gerbang.

“waaaah.. ini reni? Ma syaa Allah, bapak sampai tidak mengenali. Mantap semoga istiqamah yaa” Ucap pak Chandra kepadaku.

Aku pun berbaris di barisan yang datang nya kesiangan.

Tidak di sangka kiri-kanan orang-orang pada ngomongin aku, di kira gak kedengaran apa? Hmm… “ssstt.. itu liat teh reni kerudung nya udah panjang” “ish liat si preman sekolah udah tobat” “ma syaa allah, perubahan yang luar biasa”

Upacara pun usai. Ibu eneng memberikan pengumuman-pengumuman seperti biasa nya yang kerudung nya pendek, rok nya diatas mata kaki, tidak pakai kaos kaki di harap ke depan. Biasa nya setiap senin aku langganan di panggil ke depan. Sekarang Alhamdulillah, nggak tuh yaa..

Umi eneng pun menghampiri saya, dengan wajah sumringah beliau langsung memeluk saya. Benar-benar, diri ini merasa malu. “umi tidak percaya, reni bisa berubah secepat ini. Semoga istiqamah yaa ren. Umi saying reni” bisik umi neng ke telinga ku.

Sekarang di kelas semua nya sama, tak ada anak luar dan tak ada anak santri.

Mereka pun sekarang mulai terbuka, aku pun begitu.

Betapa indah nya berhijab syari.

Dua tahun sudah, waktu yang saya lewati untuk bersekolah di sini. Memberikan kontribusi untuk sekolah mulai dari membangunkan paskibraka, pramuka dan kegiatan olahraga lainnya.

Namun, disaat perubahan ini tetap saja masih saja ada pro dan kontra di keluarga saya.

Saat saya memutuskan untuk istiqamah berkerudung syari, masyarakat di kampong saya masih saja ada yang membully. Awal memakai jilbab syari memang panas tentu nya ada yang kontra.

Hari kamis, biasa ibu-ibu pengajian. Saat itu ada obrolan kepada ibu saya. “eh bu anak ibu jilbab nya panjang banget, ati ati kalau naik motor. Kemaren di kampong sebelah ada yang ke geleng kepala nya karena dia memakai jilbab terlalu panjang” ucap ibu-ibu.

Setelah obrolan itu saya pun terasa di asing kan di kampung saya.

Orang-orang banyak yang cemooh dan membully saya karena penampilan saya yang berbeda.

“ren, kamu tidak gerah memakai kerudung seperti itu?” ucap mamah saya

“tidak, biasa saja” jawab ku.

“tadi mamah dapat cerita dari ibu-ibu disana katanya yaa begitu ada wanita yang memakai jilbab terlalu panjang saat menaiki motor terus kepala nya ke geleng” ucap mamah ku

“gimana kita nya aja mah, ini udah keputusan ku. Mamah tenang aja” ujar ku.

Keesokan hari nya aku pun pergi kesekolah, sambil memikirkan keadaan keluarga dan lingkungan ku di rumah. Kenapa setiap perubahan yang saya lakukan pasti ada saja halangan.

Tiba nya di sekolah saya pun mulai mencoba membicarakan kejadian-kejadian ini kepada umi eneng. Dan beliau pun memberikan nasihat yang luar biasa. “saat kita mau berubah, pasti ada saja halangan ataupun gogoda yang menghampiri. Tapi tergantung kita menanggapi nya seperti apa. Ini baru awal ren. Allah menguji mu lewat mereka. Allah akan mengukur kesabaran dan keistiqamahan mu. Insyaallah, semua nya akan di permudah. Tetap istiqamah”

Teeeeeeeeeeeeeeeeeeng…!!

Bel pulang berbunyi.

Kebetulan hari itu Aik, tidak masuk sekolah jadi saya pulang sendirian. Selama di perjalanan saya memikirkan masa depan apa yang seperti apa yang akan saya hadapi nanti nya.

Masalah demi masalah sudah saya lewati. Saya merasakan kesejukan yang luar biasa saat berada di sekolah itu. Berkumpul dengan orang-orang shaleh, pegiat, dan para mujahid-mujahidah tangguh pemimpin bangsa.

Saya merasakan perubahan yang berbeda saat berpenampilan syari.

Saya merasa lebih terjaga.

Sebagai contoh kecil saja, saat saya berpenampilan memakai kerudung yang biasa. Banyak lelaki yang menggoda saya. Apalah.. colek colek..

Tapi setelah saya berpenampilan syari. Paling yang godain ucapin salam. Karena mereka gak berani. Saya percaya dengan jilbab syari ini bisa melindungi kita dari kejahatan pula.

Sampailah saya di rumah, keadaan rumah tampak sepi.

Keluarga saya pun jadi beda terhadap saya. Kadang saya menangis sendiri di kamar. Apa saya harus kembali seperti reni yang mereka kenal? Apa saya tidak boleh memberikan perubahan pada diri saya. Jujur, saya sudah merasa nyaman seperti ini.

Dulu saat saya masih menginginkan masuk sekolah negeri, keluarga tak mendukung karena masalah biaya. Sekarang saat saya sudah menemukan jati diri yang sesungguhnya dengan perubahan pada diri saya orang-orang malah mencemooh saya.

Saya pun memutuskan untuk menjadi seorang santri di YAYASAN PONDOK PESANTREN ALQUDSIYYAH.

Karena saat sudah tidak kuat dengan cemooh orang kampong.

Kampong saya merupakan kampong yang sedikit sekali pengetahuan agamanya.

Sangat minim, bahkan tidak ada yang awal nya dari seorang santri.

“mah, reren boleh gak mondok di alqudsiyyah. Biar gak bolak balik rumah kan cape mah” pintan ku melas. “kenapa emang, kamu kepikiran perkataan mamah yang kemaren? Ren, mamah bangga sama kamu bisa berubah drastic seperti ini. Apapun yang kamu lakukan asalkan itu demi kebaikan mu mamah dukung. Sok sok aja kalau mau sambil pesantren mah” jawab mamah. “Alhamdulillah, reren janji mah. Bakalan buat bangga keluarga. Bahwa reren kaya gini ini adalah jalan yang bener. Reren tahu kok di hati orang-orang sana juga berkata demikian. Bahwa berhijab syari ini meupakan kewajiban. Semoga di kampong kita menjadi kampong yang rabbani yaa mah” jawab ku

“Aamiin.. mamah doain semoga dengan reren mondok disana dapat ilmu yang banyak terus nanti di sharing ke masyarakat disini, semoga kamu bisa menjadi pelopor perubahan bagi daerah nak” ujar mamah sambil menetaskan Air mata.

Bunga ketigabelas: “reni jadi santri”

Keesokan hari nya, aku pun mengepak barang-barang. Entah kenapa, tidak berpikir panjang. Hati ini pun membawa bahwa diri ini harus pesantren, karena merasa ilmu agama ini masih jauh dari yang di harapkan.

Keluarga pun mengantarkan saya ke pesantren. Kebetulan saya dapat kamar bersama “Roisah” kepala Asrama akhwat. Karena ternyata kamar santri memang sudah penuh.

“ren sing betah nya” ucap mamah (ren semoga betah yaa)

“iyaa.. mamah jaga kesehatan yaa”

Tukk…. Tukk….!!

Tepat pukul 03.00 wib para musrifah membangunkan santri-santri untuk qiyamul lail.

Saya pun langsung bergegas ke kamar mandi dan mengambil air wudu.

Ini adalah hari pertama saya menjadi santri.

Mengantri saat mengambil air wudu. Ada yang belum bangun dan ada pula yang marah-marah karena dibangunkan. Tapi saya menikmati nya. Betapa indah nya menjadi santri.

Adzan subuh berkumandang.

“reni, kamu jadi imam yaa” ucap ka fitri kepada saya. “hah? Saya?”

“iya, kan kamu santri baru” ujar nya.

Haduh deg-degan setengah mati, di suruh jadi imam untuk pertama kalinya.

Kapan aku ngimamin orang solat? Dari sana, aku mencoba memberanikan diri.

Ucapku “Bismillah,, bisa!!”

Setelah solat subuh kami membaca al-matsurat (doa dzikir pagi dan sore rasulullah)

Dan setelah membaca al-matsurat kami pun menunggu umi eneng untuk memberikan tausiyah pagi nya. Itu kebiasaan di Asrama.

Saya pun di sambut umi eneng dengan ucapan “ahlan wa sahlan yaa santri baru”

Saya hanya tersenyum dan mengangguk.

Setelah kami menyelesaikan pengajian, kami pun melaksanakan piket Asrama. Dan mengantri untuk mandi di kamar mandi. Kebetulan saya waktu itu sedang beres kamar.

“kak, saya mandi dulu yaaa” pinta ku ke kak fitri

“iyaa sok dek”

Saya pun ikut mengantri juga di kamar mandi. Ada hal yang lucu jadi santri hahha..

Teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeng!…..

Bel sekolah pun berbunyi.

Daebak! Saya pasti kesiangan.

Dan benar sesampai nya saya di sekolah saya malah kesiangan.

“cieeee ada santri baru niih” ucap aik pada ku

“haha apaan sih ik” jawab ku

“aku bangga sama kamu ren, begitu banyak cobaan menghadang tapi kamu tetep tegar dan sekarang udah berani mau nyantri. Topdeh” ucap aik.

“iya ik, mudah-mudahan deh bisa istiqamah”

Pelajaran pun di mulai, kebetulan hari itu mata pelajaran Bahasa Arab.

Tiba-tiba ustdaz itu langsung menunjuk saya untuk maju ke depan. Untuk mentasrif domir dari kata “doroba” Ya Allah. Betapa malu nya diri ini aku pun tak bisa menjawab nya.

Dalam hati berkata “pokonya aku musti belajar keras supaya pinter bahasa Arab”

Satu bulan sudah aku menjadi santri di Alqudsiyyah, dan banyak sekali pengalaman-pengalaman yang menjadikan diri ini lebih dewasa lagi. Tapi kerinduan terhadap keluarga pun semakin menjadi-jadi. “mah, aku rindu” ucap ku dalam hati sambil terbaring tidur.

Disini aku menemukan keluarga baru ku.

Pengalaman-pengalaman yang sebelumnya belum aku dapat kan di SMP.

Bunga keempatbelas: “reni jadi santri II”

“tuk.. tuk.. bangun-bangun”

“tuk… tuk.. bangun-bangun”

Tepat pukul 03.00 wib, aku pun membangunkan anak-anak santri. Mulai dari kamar A1-B10

Terlihat anak-anak yang tertidur pulas. Susah untuk di bangun kan.

“kaila, bangun yuk cantik” ucapku sambil mengelus kepala nya.

“emmm.. mau di bacain surah maryam dulu sama kak  reren” jawaban manja nya sambil memegang tanganku.

“Ma syaa Allah. Kamu ini yaa” ujarku sambil tersenyum.

Akupun membacakan surah maryam, dan akhir nya kaila yang susah di bangunkan. Terbangun dengan sendiri nya.

Senang nya hati ini melihat anak santri yang begitu bersemangat untuk melakukan shalat tahajud. Aku bersyukur bisa menyantri disini meski hanya setahun. Dan Alhamdulillah, aku di angkat menjadi Roisah sekarang. Benar-benar amanah yang berat.

Setelah kami melaksanakan shalat subuh pun, semua santri biasa menyetor hapalan Quran nya. Ini merupakan program terbaru di pesantren. Ini merupakan program tahfidz yang saya ajukan ke pihak pesantren dan Alhamdulillah pihak pesantren menyambut nya dengan baik.

Dulu memang sempat ada program tahfidz tetapi tidak berjalan. Dan sekarang program tersebut dapat berjalan dengan rutin di pesantren. Karena saya terinspirasi bahwa menjadi seorang hafidz/hafidzah Quran cita-cita setinggi apapun bakalan tercapai. Karena apapun cita-cita kita, pegangannya tetap pada Al-Quran.

“kakak.. kakak.. mau nyetor nya sama kak reni” pinta kaila

“iyaa.. sini.. ayooo say” jawab ku

Alhamdulillah, setelah anak santri rutin menghapal al-Quran banyak anak-anak santri yang hapalannya sudah banyak bahkan ada yang udah jadi hafidz/hafidzah.

Bunga kelimabelas: “akhirnya mereka menerima”

Seminggu lagi. Ujian nasional.

Disamping kesibukan di organisasi dan pesantren, aku di beri kesempatan untuk pulang ke rumah meminta doa sama orang tua.

“eh itu teh nyi reren nya?” bisik ibu-ibu sambil menghampiri ku.

“ehh itu nyi reren..” “enya kitu reren”

“Assalamualaikum..bu. bagaimana nih kabar nya?” ucap ku

“waalaikumsalam.. baik ren. Wah sampe ibu nggak ngenalin kamu ren. Betah yaa di pesantren nya.” Jawab ibu saadah

“iya nih neng reni. Apalagi sekarang di kampung rame. Sering ada kegiatan majlis yang di adain sama pesantren alqudsiyyah. Beruntung banget deh, anak ibu sekarang udah di jilbab lho neng” tambah ibu imas

“Alhamdulillah, kalau begitu. Semoga senantiasa selalu istiqamah yaa bu” ucap ku.

“iyaa ren”

“yaudah, saya pamit dulu menemui ibu saya, bu. Yuu duluan bu. Assalamualaikum” ujar ku sambil berpamitan

Bunga keenambelas: “sudah terlalu rindu”

“tukk.. tuk… Assalamualaikum mah”

Rumah Nampak nya sepi, tak ada orang satu pun. Aku pun menengok ke warung milik teteh. Nampak di tutup

“pada kemana yaa” ucap ku dalam hati

“wa, itu siga reren” ucap caca dari kejauhan

“alah enya. Gusti”

“reren…..” teriakan mamah

Mamah pun langsung menghambur ke arah ku dan memeluk erat tubuh ini.

Ternyata mereka sehabis menjenguk mertua kakak perempuan saya yang sedang sakit. Keluarga pun menyambut saya dengan begitu sumringah. Saya pun menceritakan pengalaman-pengalaman saya selama di pesantren. Orang tua menangis terharu.

“ya allah reren, mamah inget wae didieu teh” ucap mamah (ya allah, reren mamah disini ingat terus kamu)

“iyaa mah, sama reren juga”

“reren kesini cuman mau minta doa mah, seminggu lagi mau UN. Minta doa ke semua nya semoga UN nya di lancarkan”

“Aamiin.. ren, tanpa kamu minta mamah selalu doakan. Semoga apa yang kamu cita-cita kan selama ini bisa tercapai yaa nak”

Bunga ketujuhbelas: “bentar lagi lulus”

Teeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeenng..!!

Bel masuk sekolah pun sudah berbunyi.

Ujian Nasional sudah di depan mata.

Hari ini adalah jadwal matematika dan bahasa Indonesia. Saat trigonometri dan panjang jajargenjang aku pelajari sampai dalam-dalam. Materi matematika yang paling tidak ku sukai, tapi suka tak bisa aku harus bisa.

“kakak.. semangat. Kakak pasti bisa.” Ucap kaila kecilku

Ucapan semalam itu masih terngiang-ngiang dalam telinga ini. Ma sya Allah..

Semangat reni. Semangat…

“Hai ren, gimana nih ujian nya?” Tanya aik.

“eumm biasa aja ik” jawab ku

“laaah.. kenapa bengong aja atuh” Tanya Aik

“aku lagi mikirin, setelah ini aku mau melanjut kemana? Kalau kuliah kayanya gak mungkin. Biaya dari mana.” Jawab ku

“yaelah ren, kamu mah pinter. Mau kemana-mana gampang. Percaya dah”

“hehehe ah kamu bisa aja. Ayook. Pulang yuk. Besok masih UN” jawab ku sambil meninggalkan percakapan.

Bunga kedelapanbelas: “lingkaran halaqah”

Saat dalam perjalanan menuju Asrama putri. Yang jarak nya lumayan cukup jauh dari sekolah. Terlihat anak-anak santri yang sedang berkumpul membentuk lingkaran. Melemparkan senyuman dan menyapa ku. “teh reniii.. aku udah setor hapalan..” teriakan kaila pada ku

Lingkaran-lingkaran itu adalah bentuk halaqah. Yang setiap halaqah memiliki seorang murabbi/murabbiyah. Halaqah merupakan kebiasaan/kegiatan pesantren, untuk menambah wawasan dan teman juga dengan membentuk lingkaran-lingkaran kecil terlebih dahulu.

“ren, kamu kok udah ngepak-ngepak barang” ujar kak fitri sambil membereskan tempat shalat

“iyaa kak, aku udah izin umi eneng kok. Sehabis aku beres ujian. Aku mau langsung pulang.” Jawab ku

“makasih yaa kak, atas ilmu dan nasihat-nasihat kakak selama reni disini”

“oh gitu, iya ren sama-sama” “emang kamu gak mau ngabdi dulu disini?”

“hehehe.. aku mau langsung pulang bantu-bantu mamah di rumah. Kasihan dia”

“emang kamu gak mau lanjut kuliah ren?”

“hahah kuliah? Biaya dari mana kak. Dulu aku sekolah juga mau nya di negeri, karena keinginan ku yang berlebihan. Aku sampe-sampe buat kecewa orang tua. Aku gak akan yang neko-neko sekarang mah. Cita-cita buat kuliah emang cita-cita dari dulu kak. Tapii yaa mau gimana lagi”

“aduh, kamu mah kok pesimisan gituh sih ren. Kakak yakin suatu saat kamu bakal jadi orang sukses. Apalagi kamu udah jadi aktivis gini ren. Sekarang siapa sih yang gak kenal kamu. Hehe”

“ah kakak bisa aja” jawab ku

Rasanya sedih banget harus ninggalin pesantren. Udah banyak banget kenangan-kenangan yang gak bisa dilupain sama anak-anak santri di pesantren. Anak-anak di pesantren udah aku anggap keluarga sendiri.

Ustadz asep, umi eneng, kak fitri dan anak-anak santri lainnya yang selalu menyemangati aku untuk selalu istiqamah di jalan ini. Di jalan dakwah yang aku pilih.

Jalan ini yang tak pernah terbayangkan sama sekali, sekarang serasa menjadi diriku yang sebenarnya. Aku mengabdi untuk agama dan negeri ku.

Bunga kesembilanbelas: “saatnya berkontribusi”

Hari ini aku di nyatakan “LULUS” dengan nilai tertinggi di kelas.

Terlihat keluarga yang datang pada hari kelulusan ku. Betapa bahagia nya hati, Air mata ini pun tak henti nya menetes. Karena pertama kali nya aku benar-benar membuat mereka merasa bangga pada ku.

Aku benar-benar tidak menyangka bisa lulus dari sekolah ini.

“ren, ini ada surat buat kamu” ucap mamah sambil memberikan sebuah amplop

“surat dari siapa yaa” ucap ku dalam hati

Saat ku membuka amplop itu. Benar-benar tidak menyangka. Aku mendapat undangan dari Presiden Turkey untuk menunjukkan keahlian tilawah ku dalam MTQ-Sedunia.

Entah siapa yang mendaftarkan ku kedalam ajang yang seperti ini. Ini benar-benar mimpi bagi.

“maaah. Maaah. Reren kudu ka turkey mah” ujar ku sambil memaksa (mah, aku harus ke turkey)

“naon ren? Turkey teh naon?” jawab mamah ku (apa ren, turki tuh apa)

“iihh si mamah mah, turkey tuh Negara di luar negeri yang sekarang lagi maju. Ada yang mendaftarkan aku lomba mah. Lomba baca alQuran” jawab ku

“ma syaa allah, ren. Mamah bangga banget sama kamu” ujar mamah ku sambil meneteskan air mata

Tapi aku masih bertanya-tanya, siapa yang mendaftarkan ku mengikuti ajang ini. Ini adalah ajang yang aku tunggu-tunggu sejak aku masuk pesantren. Bisa menjadi perwakilan dari negeri sendiri untuk memberikan yang terbaik pada negeri.

Kriiiiiiiiiiiiiiing.. kriiiiiiiiiiiing..

Suara hape ku berbunyi.

Ternyata dari umi eneng. “Assalamualaikum, reni kamu minggu depan berangkat ke turkey. Pihak pesantren sudah mempersiapkan semuanya”

“waalaikumsalam. Ya allah umi. Aku bingung harus sedih atau senang. Yang pasti reni bener-bener berterima kasih sama pihak pesantren dan bersyukur banget mii”

Bunga keduapuluh: “menjadi perwakilan negeri”

Ini benar-benar pertama kali nya aku naik pesawat. Selama di pesawat aku hanya beristigfar, saking ketakutannya. Alhamdulillah.. tanpa di rasa saya pun tiba di bandara turkey. Ma syaa Allah betapa indah nya rencana mu. Sulit di percaya oleh ku. Tapi ini bener-bener nyata dalam hidup ku. Semangat dalam berdakwah untuk agama dan negeri tercinta.

Aku mendapat nomor urut 5.

Luar biasa setiap finalis memiliki kekhasan nya yang sangat indah dalam membaca alQuran. Kefasihan tajwid nya yang luar biasa.

Saat nya si muallaf yang menginginkan sekolah di negeri, namun harus tersesat masuk sekolah aliyah yang kini sudah menjadi alumni santri Pondok pesantren Alqudsiyyah.

Peserta selanjut nya kita panggilkan “Reni Marlina dari pondok pesantren alqudsiyyah Indonesia”

Aku pun menaiki panggung, melihat penonton yang begitu banyak syekh-syekh yang menjadi juri membuat ku dag-dig-dug.

Alhamdulillah, kurang lebih 10 menit aku tampil di depan umum untuk pertama kalinya membaca kan surah maryam.

Bunga keduapuluhsatu: “lulusan pesantren untuk negeri”

Seminggu sudah saya di turkey, hari ini adalah hari kepulangan saya ke Indonesia dengan membawa sejuta keindahan saat di turkey. Seperti nya sudah tak sabar untuk menceritakan, pengalaman ini pada mamah, bapak, teteh, caca dan semua keluarga yang ada di kampung.

“mamaaaaaaaaaah.. reren pulang” ucap ku saat ku turun dari angkot.

“Alhamdulillah, teu karasa tos ka garut deui ayeuna mah. Kumaha diditu teh?” Tanya mama ku (Alhamdulillah, nggak kerasa udah ke garut lagi sekarang mah. Gimana disana tuh?)

“ah rame banget mah, awal nya aku deg-deg an tapi pas udah mulai santai aja. Terus pas udah beres aku mengaji. Semua orang yang ada di sana bertepuk tangan dengan sorak sorai. Dan manggil nama say amah. Ah pokonya bahagia banget” jawab ku

“waaah.. gimana? Menang teu etateh ren?” Tanya mama ku (waah, gimana menang gak tuh ren)

“emmm nah. Itu mah aku belum tahu. Tapi nanti katanya di umumkan lewat media online/cetak”

“oh gitu. Sok atuh banyak berdoa ren. Mudah-mudahan menang yaaa”

“Aamiin”

Bunga keduapuluhdua: “inilah buah manis dari keterpaksaan”

Satu bulan sudah aku menunggu, ku buka email, media-media international

Tapi berita pengumuman nya belum kunjung ada.

Aku sempat pesimis, mungkin saya tidak termasuk kedalam finalis.

Hari itu aku mulai melakukan aktivitas yang biasa ku lakukan di pesantren. Aku mencoba untuk mengajarkan dan mengajak anak-anak di kampung agar mau menghapal alQuran.

Alhamdulillah. Hari pertama saya mendirikan komunitas remaja masjid. Dan mereka begitu bersemangat.

Bada shalat subuh, mereka mengantri menyetor hapalan nya.

“teteh.. reni aku yang pertama setor nya yaa”  pinta siti

“iyaaa say” jawab ku

“kak aku juga gak mau terakhir”

“ipong juga kakak”

Begitu lucu nya anak-anak kecil itu. Sudah bersemangat untuk menghapal alQuran.

Semoga dari kampung ini lah muncul generasi rabbani yang akan memimpin dunia nanti dengan hafidz/hafidzah.

“Assalamualaikum… ada kak reni?” Tanya Aik

“waalaikumsalam.. ada kak reni lagi ngetes hapalan kak. Masuk aja” jawab nya

“reniiii..” Teriak aik dari pintu masjid sambil langsung menghambur kea rah ku.

“ya allah reni. Aku rindu banget sama kamu. Apa kabar? Katanya ke turkey yaa?” tegas aik

“baik ik. Aik gimana kabar nya? Sekarang di lanjut kemana?” jawab ku

“aku ada aja ren di rumah. Kamu sendiri gimana?”

“yaa seperti yang kamu lihat sekarang. Aku mau berkontribusi dulu di daerah ik”

“Wah.. ma syaa allah. Kamu hebat banget ren. Jadi iri aku sama kamu nih” jawab aik

Aku tidak percaya pagi itu Aik datang ke mesjid menemuiku langsung. Aik adalah sahabat ku yang pertama saat Aku di Alqudsiyyah dia orang yang selalu menemani ku saat sedih dan senang saat aku di sekolah.

“ah, ik aku jadi rindu masa-masa di sekolah nih. Ternyata penyesalan ini membawaku pada kerinduan yang mendalam” tegas ku

“iya ren sama”

“sebenernya kedatanganku kesini. Ingin memberikan undangan pernikahanku ren hehe” ujar aik dengan senyuman

“Ma sya Allah. Aik. Barakallah.. aku seneng banget denger nya” jawab ku

“Iya, ren. Aku tunggu kedatangan kamu. Pokonya kamu harus jadi di pernikahan ku nanti. Jarang-jarang kan pernikahan ku di hadiri oleh aktivis hafidzah lagi” ucap Aik.

“hahaha.. ah kamu bisa aja. Siip pasti aku datang ke pernikahan sahabatku”

Bunga keduapuluhtiga: “inilah buah manis dari keterpaksaan II”

“teh reni, teh reni ada pak pos nih nyari teteh” teriak dek adit dari luar rumah

“iyaa pak, saya reni?” jawab ku

“iya mbak, ini ada surat dari turkey. Silahkan tanda tangan surat nya disini” pinta nya

Saya bener-bener kaget dan masih tidak percaya. Saya mendapat beasiswa kuliah di turki.

Kebahagiaan yang benar-benar saya syukuri.

Cita-cita yang saya dambakan dari dulu, kini bukan mimpi lagi saya bisa pergi ke luar negeri dengan jati diri saya yang sesungguhnya. Saya adalah Reni Marlina lulusan dari Yayasan Pondok Pesantren Alqudsiyyah yang sekarang membawa nama Indonesia dalam ajang MTQse-Dunia. Dan sekarang saya di berikan kesempatan untuk menuntut ilmu disana.

Ini lah si Reni, yang punya cita-cita sekolah di sekolah negeri terkendali masuk karena masalah biaya atau ekonomi keluarga. Dengan berat hati dan keterpaksaan. Hati ini pun, menuntun diri ini pada jalan yang benar. Yang ku anggap sekolah ini tak akan menemukan prestasi atau pun masa depan yang cerah untuk ku dan keluargaku. Namun pada kenyataannya aku lebih dulu sukses dari pada semua keraguanku selama ini. Jangan memandang sesuatu itu jelek jika kita belum mencoba nya. Yakin saja dan jalanin saja. Apapun itu takdir Allah akan lebih indah dari pada yang anda mimpikan.

Bunga keduapuluhempat: “inilah buah manis dari keterpaksaan II”

(tiga tahun kemudian setelah aku lulus dari universitas turkey)

“ren, makan dulu” teriak mamah dari dalam dapur

“iya mah duluan aja. Lagi banyak kerjaan. Nanti reren ambil sendiri” jawab ku

“Assalamualaikum..” ucap rahmat sambil mengetuk pintu

“Waalaikumsalam.. eh amat. Silahkan masuk mat”

“gimana sekarang pemberdayaan kampung buta hurup itu?”

“Alhamdulillah, sekarang mulai banyak ada perubahan di kampung itu mbak. Terutama anak-anak santri nya sudah banyak yang mau wisuda sekarang mbak”

“Alhamdulillah, terus gimana rencana nya mau pada wisuda dimana? Mbak seneng banget denger nya mat” jawab ku

“ini juga berkat mbak reni, yang emang bener-bener focus pada daerah kami dalam pemberdayaan sumber manusia. Terutama dalam akhlak yang mulai kita terapkan seperti yang mbak reni berikan. Dengan mula membuat mereka mencintai Al-Quran” ucap Amat

“Iya mat, mbak juga bersyukur banget. mudah-mudahan kampung buta hurup itu menjadi kampung yang bermatabat seperti yang kamu dambakan. Mbak siap membantu”

“iya mbak, terima kasih” jawab nya

Hari demi hari serasa tak ada waktu untuk sendiri, seluruh jiwa dan raga ini. Saya kontribusikan untuk pemberdayaan daerah, terutama daerah-daerah pelosok. Saya bisa merasakan nya dengan langsung senyuman di bibir masyarakat saat menyambut saya. Saat anak-anak kecil itu memanggil saya dengan sebutan ustadzah.

“kak reniii… saya besok wisuda” teriak anak kecil itu. Syifa namanya..

Dia adalah anak binaan saya yang paling cantik dan paling banyak hapalannya.

Dan besok katanya dia mau di wisuda lhoo.

“iyaa sayang, nanti kakak kasih hadiah yang gede buanget dah” ucapku sambil menggendong anak berusia 5 tahun itu

“iyaa kakak, tapi janji yaa. Aku mau hadiah nya tiap pagi di bacain surah maryam sebelum tidur sama kakak” pinta nya manja sekali

“Ma syaa Allah” jawab ku sambil meneteskan Air mata.

“Iya, nak. Kakak janji.. tapi jangan lupa kamu sebelum tidur harus setor hapalan dulu ke kakak oke? Adil kan? Hihi” pinta ku pada nya

“okey kakak syifa siaaaaap” jawab nya

Pengumuman-pengumuman pun tiba..

Jreeeeng.. jreeeeeng!!

Hari ini adalah wisuda hafidz/hafidzah santri-santri kampung pelag.

Sekitar 25 orang anak santri binaan saya sekarang di wisuda menjadi seorang hafidz/ah

Saya pun bangga pada mereka. Dan tak henti-henti nya meneteskan Air mata.

Saat saya mengalungkan tanda hafidz/ah mereka. Teringat 3 tahun silam saat saya masih di turkey. Orang-orang begitu sorak sorai memandangi saya dan tak henti-henti nya menangis di depan saya. Tak saya sangka, sekarang saya yang mewisuda anak-anak hafidz/ah ini.

Saya selalu berharap kalian nanti akan menjadi generasi penerus bangsa dengan lulusan kalian dari hanya seorang pesantren, tapi kakak yakin kalian lah yang akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa nanti nya. Kalian lah yang akan menjadi orang-orang yang di butuhkan oleh bangsa dan Negara. Kalian lah, para hafidz/ah.

“mat, mbak seneng sekali ngeliat para sanri-santri yang kita bina selama ini. Sekarang mereka udah mau wisuda aja yaa” Tanya ku pada amat

“iya mbak, para hafidz/ah inilah yang akan menggentarkan dunia’

“saya yakin mbak, dengan keberhasilan ini akan banyak orang untuk terus bersemangat menghapal al-Quran. Karena hadiah yang Allah janji kan adalah Surga heehe” ucap amat

“iyaa mat, sudah pintar sekarang kamu yaa”

“yaa.. mbak bisa aja. Saya juga kan bentar lagi di wisuda kaya gitu mbak, terus pergi keluar negeri jadi perwakilan Indonesia hehe” ucap amat menyindir

“Ah, kamu mat bisa aja. Iya sok mat lah, mbak doain kok. Mbak yakin kamu bisa mat” tegas ku

“iyaa mbak. Makasih. Amat pengen kaya mbak lah.”

“hahaha.. kaya cewe mat?”

“aduuuh yaa bukan lah mbak, saya lelaki tulen”

“laah.. terus kok pengen kaya mbak sih?”

“iyaa mbak, mbak pinter aktivis hafidzah lagi ah pokonya top lah. Amat harus di mulai dari mana atuh mbak biar bisa kaya mbak.”

“gampang mat. Jangan lupain orang tua. Jangan buat kecewa orang tua. Jangan buat nangis orang tua, sayangin terus orang tua”

“amat bingung mbak…”

“hahha yaudah kalau kamu bingung jangan di pikirin sampe bengong gitu atuh. Nanti karusukan kamu teh hehe”

“ah si mbak mah malah becanda mulu nih”

“ehh mbak mah serius mat, sok amat sekarang yang bener jagain anak-anak santri di pesantren nya. Kasih contoh yang baik sama anak-anak santri. Tambah hapalannya. Dan jangan lupa sayangi terus orang tua mat” ujar ku

“iya atuh mbak, pasti itu mah nggak akan lupa amat juga”

“iya mat, jangan lupa doaian mbak juga yaa bisa lanjut S2 mat” pinta ku

“Ma syaa Allah, mbak mantep dah. Sok sama amat mah didoakeun pisan”

Amat atau rahmat adalah musrif di yayasan kampung pelag yang saya bina. Dia memang biasa manggil saya “mbak” soalnya dia dari jawa. Kalau saya kan dari sunda yaa, biasa di panggil “teteh” tapi sekarang udah gak aneh sih, di panggil mbak sama si amat.

Saya udah anggap si amat kaya adik saya sendiri. Dia bener-bener datang ke kota cuman buat nyari kerja dan bahagiain orang tua nya. Sungguh buat saya haru.

Pengorbanan si amat sekarang, semata-mata cuman buat bahagiain orang tua.

Jadi ingat masa dulu, saya keukeuh buat sekolah ke negeri tapi nyata nya saya masuk pesantren. Dan dari sana lah perjuangan saya yang sesungguh nya. Saya bisa menemukan diri saya yang sesungguh nya. Meski dulu saya selalu buat kecewa orang tua, tapi saya selalu nitip pesan sama si amat untuk selalu saying sama orang tua dan jangan buat orang tua itu nangis karena kita. Benar, saya sangat sangat menyesal dulu telah mengikuti keinginan yang tanpa jelas arah dan tujuannya. Tanpa saya memperhatikan orang-orang di sekitar saya yang benar-benar mencintai dan selalu mensupport saya dari belakang. Mulai dari mamah, bapak, teteh dan semua pihak pesantren yang telah membuat saya mampu berkontribusi pada masyarakat. Memberikan sedikit ilmu yang saya dapat kan dan saya syiarkan di kalangan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.

Dan sekarang saya mampu membuktikan bahwa saya mampu menerjang keterpaksaan itu dengan terbiasa. Karena apapun itu harus di coba dahulu. Maka, saya katakana saya mampu. Saya mampu untuk membangun daerah meski saya dari pesantren.

Ini lah saya Reni Marlina lulusan pesantren yang bercita-cita untuk daerah dan kembali untuk daerah dengan cara pemberdayaan masyarakat dengan cara Mencintai Al-Quran. (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Reni Marlina, kelahiran Garut 03 mei 1997 sekarang duduk di bangku kuliah semester 3 dengan jurusan Perbankan Syariah di STEI SEBI. motto hidup Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. "Teruslah berada dalam barisan ini, Barisan Peradaban Ekonom Rabbani"

Lihat Juga

Bentuk-Bentuk Penyimpangan di Jalan Dakwah (Bagian ke-3: Persoalan Jamaah dan Komitmen (Iltizam))

Figure
Organization