Topic
Home / Narasi Islam / Ekonomi / Menjawab Problematika SDM Audit Syariah di Indonesia

Menjawab Problematika SDM Audit Syariah di Indonesia

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

tangan-kaca-pembesar-kalkulator-invoice-angkadakwatuna.com – Pertumbuhan entitas syariah di Indonesia dari waktu ke waktu mengalami kenaikan. Sebagai salah satu contohnya adalah pertumbuhan bank syariah. Menurut data OJK di Laporan Triwulan II  tahun 2016, jumlah aset, pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga (DPK)  perbankan syariah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,05%, 2,05% dan 2,45% menjadi  Rp297,9 triliun, Rp217,9 triliun dan Rp238,4 triliun. Tapi marketshare untuk bank syariah masih rendah yaitu kurang dari 5%. Padahal Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

Langkah yang ditempuh bank syariah untuk meningkatkan marketshare salah satunya dengan melakukan audit syariah. Laporan audit menjadi dasar pengambilan keputusan para stakeholder. Audit syariah adalah proses sistematis yang terdiri dari proses menghitung, mengevaluasi, dan memonitor tim manajemen agar kegiatannya sesuai dengan prinsip dan tujuan syariah sehingga tidak terjadi masalah keagenan, yaitu ketimpangan informasi (asymmetric information) akibat dari moral hazard dan adverse selection.

Ruang lingkup audit syariah tidak sebatas tentang laporan keuangan tapi juga meliputi kinerja manajemen dalam perilaku sosial dan nilai-nilai syariah dalam setiap aktivitas di dalam organisasi. Konsentrasi syariah tidak sebatas hubungan antar individu tetapi juga hubungan antara individu dengan Penciptanya.

Masalah yang ada dalam audit syariah adalah pertama, auditor syariah jumlahnya terbatas, karena lembaga penyuplai SDM berkualitas belum mampu memenuhi kebutuhan industri. Salah satu penyebabnya adalah adanya time lag yang panjang, dimana industri membutuhkan SDM dalam waktu yang singkat, sedangkan lembaga penyuplai SDM (Lembaga Pendidikan) membutuhkan waktu yang panjang untuk menyiapkan SDM yang dibutuhkan. Seperti yang kita ketahui untuk jenjang strata 1 atau S1 dibutuhkan paling singkat waktunya adalah 3,5 tahun sampai 4 tahun.

Kedua, auditor yang disediakan lembaga penyuplai SDM dengan auditor yang dibutuhkan industri mengalami mis-match kualifikasi. Idealnya seorang auditor syariah memiliki kemampuan yang integrative antara pengetahuan umum, syariah, dan bisnis industri kontemporer. Sehingga saat ini yang mengaudit Laporan Keuangan (audit umum) adalah Auditor Umum dan yang di sisi syariah adalah Dewan Pengawas Syariah (DPS).

Ketiga, saat ini di Indonesia yang berperan sebagai auditor syariah adalah DPS. DPS inilah yang melakukan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan prinsip syariah di LKS. Namun, dalam melaksanakan tugasnya, standar mekanisme kerja DPS dalam LKS belum ada. Opini yang DPS keluarkan sifatnya umum, belum terstruktur, belum seragam dan belum memiliki klasifikasi layaknya opini auditor umumnya (seperti wajar tanpa pengecualian, wajar dengan pengecualian, tidak wajar dan tidak memberikan opini). Opini yang dibuat masih berdasar inovasi dan inisiatif DPSnya sendiri.

Dalam mengatasi masalah yang berkaitan dengan SDM kita bisa mengadopsi usulan Nor Aishah Mohd Ali, dkk yang dalam jurnalnya (2015) mengusulkan ada tiga hal yang harus dimiliki auditor, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang umum dan syariah, terampil di bidang yang digeluti dan berkarakter.

Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi sebagai Lembaga Penyuplai SDM harus memenuhi kewajiban tridharma perguruan tinggi UU No 12 tahun 2012 yang diimplementasikan dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pendidikan akademik, pendidikan vokasional dan pendidikan profesi. Dalam penyelenggaraan pendidikan tersebut ada tiga konsen yang harus dipenuhi perguruan tinggi yaitu bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Perguruan tinggi sebagai lembaga penyuplai SDM harus menyediakan pendidikan yang dapat melahirkan auditor- auditor syariah di masa depan dengan kurikulum yang sesuai kompetensi auditor syariah. Kurikulumnya harus meliputi pengetahuan umum dan pengetahuan syariah yang bersifat komprehensif dan pendalaman keterampilan teknis. Bahan ajar dalam kurikulum yang dibutuhkan ini bisa didapat dari penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para civitas akademis di lembaga pendidikan tersebut. Sehingga kurikulum yang diberikan dalam kegiatan pendidikan perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan industri. Perpaduan pendidikan, penelitian dan pengabdian dalam perguruan tinggi yang dijalankan secara seimbang mampu melahirkan SDM yang memiliki intelektual, visi inovasi dan berdaya bagi masyarakat sehingga mampu menciptakan kualitas kehidupan yang semakin baik dalam bidang apapun.

SDM yang terampil dan berkarakter adalah SDM yang mampu menerapkan ilmu yang dimilikinya dalam bidang yang ia geluti dan memiliki karakter yang baik. Keterampilan bagi SDM ini dapat diperoleh dari lembaga informal. Lembaga informal seperti pelatihan ini dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang wawasan dan skill akuntansi dan syariah seorang SDM, sehingga nantinya SDM tersebut dapat terampil dan profesional di bidangnya. Untuk itu dibutuhkan juga peran lembaga pelatihan dan lembaga sertifikasi.  Pelatihan- pelatihan yang dilakukan pun dapat diselenggarakan oleh entitas itu sendiri, yaitu pelatihan dari senior auditor kepada junior auditornya. Sehingga auditor junior memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan bidang yang ia geluti. Lembaga sertifikasi contohnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). IAI sudah mengeluarkan sertifikasi akuntansi syariah. Harapannya kedepan IAI juga membuka sertifikasi bagi auditor syariah. sehingga nantinya auditor syariah yang ada lebih berkualitas.

Sedangkan karakter dalam diri setiap individu SDM yang dapat menjadi pembeda antara individu satu dengan yang lain, contohnya adalah kemampuan berkomunikasi, negosiasi dll. Karakter atau kepribadian ini dapat dibangun di pendidikan formalnya, melalui kurikulum yang ada di lembaga perguruan tinggi. Selain itu juga dapat dibangun dari lingkungan dan pendidikan informal. Saat ini banyak lembaga informal yang membuka kelas kepribadian bagi SDM yang ingin menjadi pribadi yang berkarakter.

Mengatasi tugas, mekanisme kerja dan klasifikasi opini DPS, harapannya ada regulasi dari pihak yang berwenang yang mengatur bagaimana tugas, mekanisme kerjanya dan kualifikasi opini auditor syariah, seperti layaknya audit yang ada saat ini. Dalam hal ini dibutuhkan sinergi antara DPS dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) selaku yang mengeluarkan fatwa syariah. Sehingga segala sesuatunya dapat terarah dan terstruktur rapi.

Dengan ketiga problem tersebut teratasi maka fungsi auditor syariah sebagai pihak yang menjembatani kepentingan kedua belah pihak, management dan stakeholder dalam masalah keagenan dapat terlaksana. Untuk itu auditor syariah (DPS Indonesia) sebagai tumpuan dari para stakeholder terkait pemenuhan prinsip syariah LKS harus melakukan pengawasan ex-ante auditing dan ex-post auditing, tidak hanya sebatas mengawasi saat peluncuran produk. Tetapi, juga memastikan praktik tersebut sesuai dengan prinsip syariah. Sehingga nantinya dapat menghasilkan opini yang tidak menyesatkan para stakeholder saat proses pengambilan keputusan. Selain itu, pengawasan dari pangkal hingga ujung dalam proses audit syariah, mampu menekan risiko ketidakpatuhan syariah, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.  Yang akhirnya market share entitas syariah pun meningkat.

Referensi:

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Ikatan_Akuntan_Indonesia di akses pada 17 Oktober 2016 pukul 20.00 WIB
  • Mohd Ali,N.A, Muhamed,Z.M, Shahimi, Shahida, & Shafii, Zurina. “Competency of Shariah Auditor in Malaysia: Issues and Challenges.” IIUM: Journal of Islamic Finance 4.1 (2005): 022-030.
  • Mardiyah, Qanita, dan Sepky Mardian. “Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia.” Akuntabilitas: Journal of Accounting Studies 8.1 (2015):01-17.
  • Laporan Triwulanan II tahun 2016 Otoritas Jasa Keuangan
  • Mardian, Sepky. ”Auditor Syariah: Lulusan Syariah atau Lulusan Akuntansi”. Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta, 13.1 (2013): 179-198, ISSN 1411-6154.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswi semester ke-7 program studi Akuntansi syariah di STEI SEBI Depok. Penerima Beasiswa Amil Zakat STEI SEBI. Mahasiswi asli dari Purworejo, Jawa Tengah. Lahir di Purworejo pada bulan Juni 1995.

Lihat Juga

Fintech Bagi Muslim

Figure
Organization