Topic
Home / Berita / Silaturahim / Masih Ada Modal Sosial di Tengah Bencana

Masih Ada Modal Sosial di Tengah Bencana

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Penyerahan bantuan untuk korban banjir di Garut. (Nana.s/PKPU)
Penyerahan bantuan untuk korban banjir di Garut. (Nana.s/PKPU)

dakwatuna.com – Garut.  Kamis (29/9/2016) saya akhirnya sampai ke Garut, bersama Tim IZI yang ketiga sekalian menemani Bapak-bapak dari Rohis Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang akan memberikan sejumlah bantuan langsung ke korban banjir bandang di Garut.

Alhamdulillah perjalanan kami Allah mudahkan, dari Jakarta kami berangkat pukul 09.00 WIB dan tepat pukul 13.20 WIB kami sampai ke Masjid Agung Garut untuk shalat dzuhur dan koordinasi dengan tim yang ada di sana.

Dari sini kami bergerak menuju lokasi korban banjir dan bertemu langsung dengan Pa Asep Saepuloh. Ia adalah  Ketua RW 10 Desa Haur Panggung, Kec Tarogong Kidul, Garut. Ia menjadi mitra kami dalam membantu menyalurkan bantuan untuk warga yang membutuhkan.

Di RW yang dikelolanya, RW 10 ini ada 171 kepala keluarga (KK) yang terdampak bencana banjir bandang atau sejumlah 680 jiwa yang tersebar di 5 Rt, yaitu RT 01 sampai 05. Adapun jumlah kepala keluarga (KK) nya masing-masing RT sebagai berikut : RT 01 berjumlah 14 KK, RT 02 berjumlah 9 KK, RT 03 berjumlah 73 KK, RT 04 berjumlah 68 KK serta RT 05 berjumlah 57 KK. Kondisi paling parah menimpa RT 03 dan RT 04. Alhamdulillah kata pa Asep walau air setinggi dua meter lebih tapi tak ada korban jiwa.

Masih menurut cerita Pa Asep, banyak warganya salah sangka terhadap banjir kali ini. Biasanya kampung ini memang sering terlanda banjir, paling-paling selutut orang dewasa dan kedatangan air pun perlahan, sehingga warga selama ini punya keleluasaan waktu untuk memindahkan barang-barang berharga dan memastikan semua anggota keluarganya selamat. Namun diluar dugaan, banjir kali ini luar biasa. Hanya hitungan dua jam kurang air tiba-tiba datang, meninggi dan menggelombang dan menyapu secara cepat apa saja yang dilewati. Pintu, mebeler, kursi, meja, bahkan kulkas dan televisi terseret banjir yang amat cepat ini.

Warga belum sempat berpikir panjang apalagi sempat memastikan kondisi keluarganya masing-masing karena begitu air datang, yang ada dalam benaknya adalah bagaimana ia secepatnya keluar dari genangan air berlumpur pekat yang dingin dan penuh sampah serta barang-barang yang terhanyut.

Untungnya di RW-nya Pa Asep, warga yang selamat langsung memanggil-manggil tetangganya sekaligus langsung membantu bila ada yang butuh pertolongan. Sebagian warga disuruh Pa Asep dan tetangga-tetangga yang lebih dulu siaga untuk naik ke atap rumah dan bertahan di sana hingga air surut.

Di tengah bencana, tampak solidaritas sebenarnya diantara warga. Ini pula barangkali modal kuat atau modal sosial yang masih melekat erat di warganya Pa Asep. Ternyata  moral dan filosofi orang Sunda untuk “Silih asah, silih asih serta silih asuh” mewujud nyata dan menyelamatkan kondisi mereka. Saling tolong dan peduli tak terkikis dan hilang ditengah geliat Garut yang semakin metropolis. Garut yang tumbuh menjadi Kota pariwisata dan semakin menarik minat investor untuk masuk, tak menghilangkan modal sosial warganya.

Saat ini memang sejumlah bantuan sudah masuk ke warga di RW ini, namun sebenarnya kebutuhan seluruh warga belum tercover memadai, mengingat beragamanya kebutuhan yang ada, sementara bantuan yang masuk sifatnya masih terbatas. Saat ini yang masih dibutuhkan warga menurut Pa Asep adalah air bersih, peralatan mandi, peralatan sekolah untuk anak-anak, karpet, alat-alat kebersihan, kebutuhan bayi dan makanan-nya serta uang. Ketika kami tanya kenapa butuh uang, ia dengan tersenyum menjawab bagaimana bisa tenang pa, saya dan warga tak pegang uang sama sekali. Saya punya, mungkin juga warga lain punya, tapi banyak yang terbawa banjir entah kemana.

Ketika kami lihat perkampungan warganya Pa Asep dan sekitarnya, tampak sejumlah warga masih banyak yang belum bekerja, masih bingung, apalagi melihat lumpur dimana-mana sementara saat yang sama, ada begitu banyak orang datang, bertanya-tanya dan mendokumentasikan mereka dan para warga.

Bencana sepertinya bukan hanya mengubah sebagian kota Garut yang indah menjadi rusak, dan sebagiannya dalam kondisi yang parah. Bencana pula ternyata menjadikan Garut jadi tujuan “Wisata Bencana”. Ada begitu banyak orang dari luar Garut datang untuk menunjukan simpati dengan membawa barang-barang bantuan. Dan ada pula sebagian lain yang kepo, hanya ingin melihat dari dekat, seberapa parah kondisi bencana sebenarnya. Mereka yang datang terpengaruh haru biru media sehingga mendorong mereka ingin mengambil gambar sendiri dan berselfie di tengah situasi bencana.  (Nana.S/SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Tujuh Kompleks Pengungsi Sulteng Diresmikan ACT

Figure
Organization