Topic
Home / Berita / Opini / Gaung Boikot Israel dari Olimpiade Rio de Janeiro

Gaung Boikot Israel dari Olimpiade Rio de Janeiro

Atlet asal Mesir, Islam El Shehaby (biru), menolak berjabat tangan dengan atlet Israel, Or Sasson (putih) setelah pertandingan Judo 100 kg di Olimpiade Rio 2016 pada tanggal 12 Agustus 2016. (edition.cnn.com)
Atlet asal Mesir, Islam El Shehaby (biru), menolak berjabat tangan dengan atlet Israel, Or Sasson (putih) setelah pertandingan Judo 100 kg di Olimpiade Rio 2016 pada tanggal 12 Agustus 2016. (edition.cnn.com)

dakwatuna.com – Olimpiade tidak selamanya dikenal sebagai ajang kompetisi olahraga internasional saja, yang menentukan prestasi atlet kelas dunia, namun juga ajang pertaruhan terhadap nama bangsa yang mereka bawa. Tak jarang berbagai aksi di dalamnya kerap mencuri perhatian masyarakat dunia. Bukan soal prestasi saja, tapi soal sikap pribadi atlet yang mungkin saja menjadi representatif negara mereka.

Hal menarik yang menjadi catatan dalam Olimpiade kemarin adalah sikap sebagian dari para atlet yang mengacuhkan lawan mereka wakil penjajah Israel. Memang benar, ini hanyalah sebuah pertandingan, tidak ada unsur politik di dalamnya. Tapi bagi seorang atlet yang jujur, bertanding tidak cukup bermodalkan kekuatan fisik, tapi juga moral dan kejernihan nurani. Di balik fisik mereka yang kuat, tersimpan perasaan yang tersayat-sayat karena melihat saudara mereka di Palestina dijajah oleh Israel.

Selama ini mungkin banyak yang memahami, cara untuk melawan penjajah Israel hanya dengan senjata. Namun faktanya tidak terbatas dalam hal itu. Masyarakat dunia pun dapat melakukan perlawanan serupa dengan memboikot produk atau apapun yang berbau penjajah Israel. Seperti beberapa peristiwa yang terjadi dalam Olimpiade yang baru ditutup pada hari Ahad, (21/8/2016) lalu.

Ada 3 peristiwa menarik yang penulis catat dari pertandingan internasional yang berlangsung selama 16 hari tersebut. Pertama, peristiwa yang terjadi menjelang pembukaan Olimpiade. Dikabarkan bahwa kontingen Libanon yang menumpangi sebuah bus menolak masuknya kontingen Israel ke bus yang mereka tumpangi. Walhasil panitia meminta kontingen penjajah Israel itu menumpangi bus yang lain.

Kalau ditelusuri hubungan antara kedua belah pihak, didapati memang ada dendam kesumat di antara keduanya. Kisah perang Lebanon-Israel pada tahun 2006 lalu menyimpan cerita tentang itu. Perang yang berkecamuk selama 33 hari tersebut telah menewaskan 1200 orang warga Lebanon dan 160 orang Israel. Kemarahan rakyat Lebanon terhadap agresi Israel itu nampaknya masih membara, hingga terbawa ke dalam momen olahraga internasional ini.

Kedua, keputusan boikot dari salah satu atlet asal kontingen Arab Saudi yang bernama Joud Fahmy. Atlet perempuan dari cabang olaharaga judo ini melalui akun media sosial Twitter-nya menyatakan, dirinya mengundurkan diri dari pertandingan, dengan alasan cidera saat latihan, sehingga tidak dapat tampil membela Arab Saudi.

Pihak Israel, yang atletnya berada satu group dengan Joud dalam pertandingan itu mengatakan, itu hanya alasan yang dibuat-buat. Penguduran diri Joud dinilai karena menolak bertanding dengan atlet Israel. Kabar ini yang kemudian tersiar sehingga cukup memberi pengaruh kepada atlet asal Arab lainnya yang bertemu dengan atlet Israel.

Perlu diketahui bahwa Arab Saudi sama seperti Indonesia, yaitu sama-sama mendukung kedaulatan negara Palestina dan tidak mengakui keberadaan Israel.

Ketiga, Atlet asal Mesir, Islam el-Shehaby yang dipertemukan dengan atlet asal Israel, Or Sasson dalam pertandingan judo. Awalnya sempat ada dukungan dari pegiat medsos agar dirinya mengikuti jejak Joud Fahmy, atlet asal Arab Saudi yang menolak menghadapi Israel. Namun pada hari-H pertandingan ia akhirnya bersedia menghadapi atlet penjajah itu.

Yang menarik ketika pertandingan berakhir, Islam el-Shehaby menolak untuk berjabat tangan dengan Or Sasson dan lebih memilih pergi meninggalkannya. Ia beralasan, atlet Israel itu bukanlah temannya.

Rezim kudeta yang menguasai Mesir saat ini buru-buru memberikan klarifikasi terkait sikap Islam itu. Pihaknya menyebut penolakan itu bersifat pribadi, dan tidak ada hubungannya dengan pemerintah Mesir saat ini. Bukan rahasia lagi rezim kudeta di Mesir memang memiliki hubungan erat dengan Israel dan sekutunya, adapun rakyat Mesir secara umum tetap berada bersama rakyat Palestina menentang pendudukan yang dilakukan Israel.

Pertandingan Lain

Masih pada bulan yang sama dengan penyelenggaran Olimpiade Rio de Janeiro di Brazil, sebuah pertandingan sepak bola di Skotlandia juga banyak menyita perhatian masyarakat dunia. Celtif FC salah satu klub sepakbola di negeri itu bertanding melawan klub asal Israel, Hapoel Beersehab dalam ajang Liga Champions di Celtic Park, Rabu (17/8/2016) lalu.

Pendukung Celtic menjadikan ajang pertemuan dengan klub Israel ini sebagai kesempatan menunjukkan rasa simpati mereka terhadap rakyat Palestina. Mereka juga memanfaatkanya untuk mengecam kebiadaban Israel terhadap rakyat Palestina, yang masih menjajah, memblokade dan melakukan agresi militer.

Aksi ini ternyata sudah disiapkan para fans dari klub Skotladia ini sejak jauh hari. Hal ini nampak dari kampanye Celtic Fans for Palestine dalam jejaring sosial Facebook dengan sebuah seruan, “Kibarkan bendera untuk Palestina, untuk Celtic, untuk keadilan”. Kelompok ini kemudian menyatakan telah ada 12.000 orang yang mendaftar untuk memenuhi seruan itu.

Mereka menilai klub Israel tidak pantas ikut serta dalam ajang kompetisi sepakbola, karena melanggar aturan UEFA yang melarang sistem apartheid. Kampanye ini terhitung sukses, terbukti dengan datangnya gelombang suporter Celtic yang membawa bendera Palestina dan mengibarkannya di dalam stadion pertandingan.

Dalam pertandingan tersebut klub Skotlandia ini berhasil menaklukan klub Beerseheba dengan skor akhir 5-2. Namun seperti biasa, Israel selalu mendapat pembelaan dari UEFA. Klub Celtic FC justru akan dikenai denda karena aksi fans mereka yang membawa bendera Palestina dalam pertandingan.

Agak lucu memang dengan sikap Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) ini, yang melarang bendera Palestina namun tidak melarang bendera Israel. Seperti yang diberitakan laman Indonesiareport.com, para pendukung Ajax Amsterdam (Belanda) dan Tottenham Hotspurs (Inggris) kerap membawa bendera Israel dalam laga mereka, namun tidak dianggap sebagai tindakan provokatif terhadap politik Palestina. Standar ganda memang kerap dimainkan organisasi internasional seperti UEFA demi mengamankan posisi Israel di pentas dunia.

Dukungan dari Lapangan

Fakta-fakta yang telah disebutkan di atas adalah reaksi dari nurani bangsa-bangsa di dunia yang menolak penjajahan yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina. Ternyata untuk menekan penjajahan di sana bukan hanya dengan senjata, namun juga bisa dengan mengucilkan keberadaan mereka di pentas dunia.

Aksi boikot seperti ini sangat efektif, dan tentunya sangat mengkhawatirkan pihak Israel dan sekutunya, sehingga menggunakan jejaring mereka untuk memukul para pelakunya. Tindakan seperti ini di satu sisi menggambarkan begitu “kuatnya” jejaring Israel dalam pentas Internasional, dan di satu sisi membuktikan, masih kuatnya dukungan masyarakat dunia terhadap bangsa Palestina. Terbukti aksi-aksi mereka baik secara pribadi maupun kelompok berhasil membuat Israel malu dan berusaha untuk memperbaiki citranya dengan payung “Internasional”. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Peneliti di Pusat Studi Islam Wasathiyah dan Aktivis Palestina di LSM Asia-Pacific Community For Palestine

Lihat Juga

Palestina Tolak Rekonsiliasi Tanpa Kemerdekaan

Figure
Organization