Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Futur, Maafkan Kami yang Sekarang Yaa Allah

Futur, Maafkan Kami yang Sekarang Yaa Allah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (7-themes.com)
Ilustrasi. (7-themes.com)

dakwatuna.com – Kejayaan seorang muslim adalah ketika kita senantiasa dimudahkan dalam bermesraan dengan kekasihnya Allah subhanahu wata’ala. Titik di mana kita bisa bermesraan dengannya adalah suatu kenikmatan yang luar biasa.

Ada masa ketika shalat dhuha sudah mendarah daging setiap harinya,
ketika shalat rawatib tertib dilaksanakan di antara shalat wajib,
ketika Tilawah menjadi lebih nikmat di awal hari mu dengan mendayu syahdu,
ketika Shalat malam menjadi perlombaan di sepertiga malam, dengan dibangunkan suara gemericik air wudhu teman solih di sebelah kamar,
ketika ilmu hadist yang diperdengarkan di lingkaran majlis solih menjadi sebaik-baiknya nasihat,
ketika kerelaan mandi pagi demi mengikuti kajian pagi di masjid kampus yang dinanti, mendengarkan nasihat dari ustad setiap pekannya,
ketika pertama kali kita dipaksa untuk berbicara di depan umum.

Ah, masihkan kita miliki semangat itu ketika kita sudah di luar kampus? Ketika kita sudah tidak mempunyai teman seperjuangan dalam satu rumah kost? Dan masihkah semangat itu bertahan ketika kita sudah mempunyai jundi kecil yang menjadi amanah untuk kita didik menjadi insan yang lebih baik dari pada kita?

Jika kampus adalah titik dari zero to hero, maka perjuangkan sampai kita keluar dari kampus. Jika kampus menjadikan kita singa, maka perjuangkan ketika keluar dari kampus tetap menjadi singa. Bisa jadi ketika ada istilah Singa yang menjadi kucing itu mempengaruhi pikiran kita selepas dari kampus, maka menjadi seperti itulah kiranya kita.

Saat di mana kita masih mempunyai lingkaran kebaikan, tetapi ruhiyah kita masih hampa.
Saat di mana kita masih mempunyai Allah sebagai tujuan kita, tetapi kita lah yang menjauh.
Saat di mana semua ibadah lezat yang rutin kita tinggalkan satu persatu.
Saat di mana saudara seperjuangan tak sesuai yang kita harapkan.
Saat di mana kita merasa punya mantan sebuah kajian ahad pagi yang sarat makna.
Saat di mana kita terlenakan oleh nikmatnya tidur yang mendekatkan lambung kita  ke tempat tidur.
Saat di mana gadget lebih kita pedulikan dari Al Qur’an.
Saat di mana kita termakan kata ‘sibuk’ yang kita ciptakan sendiri akibat ketidakdisiplinan kita.
Saat di mana kita tidak menyadari bahwa ada hal yang lebih menyedihkan daripada kehilangan nikmatnya bermesraan kepada Allah, dan kita tidak mau ambil sikap.

Ya Allah, maafkan kami yang sekarang, karena lalai kepadamu ya Rabbi.
Jangan kita pelihara futur kita. Segeralah bangkit untuk mengambil posisi siap berperang melawannya.

Shalatlah dhuha esok hari. Bangunlah di sepertiga malam dan laksanakan shalat malam nanti malam. Mari kita lawan sifat malas kita, dan segera meraih kejayaan yang dulu pernah kita capai. Menjadi lebih baik bukan hal yang mustahil ketika kita percaya dan yakin. Bisa jadi berulangkali kita diingatkan oleh Allah tetapi kita tidak menyadari, sehingga tamparan yang bisa mengingatkan kita kembali. Lawanlah sampai futur itu tidak mempunyai banyak alasan untuk kembali bersarang di diri kita. Bertaubatlah dan carilah teman yang bisa menyemangati dan saling mengingatkan akan Allah. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Blasteran Kebumen dan Klaten, dan akhirnya diputuskan untuk menghabiskan masa kecilnya di Klaten. Bercita-cita menjadi penulis dan pengen ke Jepang.

Lihat Juga

Sebuah Nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Figure
Organization