Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Dunia Sangat Menakjubkan, Tetapi Ada yang Lebih Lagi…

Dunia Sangat Menakjubkan, Tetapi Ada yang Lebih Lagi…

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Mencintai kehidupan dunia adalah hal alami yang terjadi pada diri setiap orang. Dunia dengan segala gemerlapnya tidak membutuhkan waktu dan usaha yang panjang untuk digandrungi manusia. Dunia memiliki magnet untuk menarik manusia agar berada dalam genggamannya. Magnet-magnet tersebut di antaranya; kehidupan yang nyaman dengan segala fasilitasnya, pemandangan alam yang menyejukkan mata, keluarga yang saling mencintai, usaha yang terus maju dan berkembang, serta harta benda yang terus bertumpuk di rumahnya.

Akan tetapi seluruh daya tarik nikmat dunia ternyata tidak seberapa dibanding dengan nikmat kehidupan akhirat. Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah pernah memberikan analogi perbandingan antara kehidupan dunia dan akhirat. Rasulullah bersabda; “celupkan jarimu ke lautan, kemudian lihatlah tetesan air yang masih tersisa di jarimu! Air yang tersisa Itulah dunia. Sementara sisa air lautan yang tak terhingga adalah nikmat akhirat yang tersimpan.

Allah swt mengingatkan kepada kita beberapa kali dengan redaksi yang hampir sama. Dalam surah Al-A’la ayat 17, Allah berfirman; “dan akhirat lebih baik dari pada dunia dan lebih kekal”. Sementara dalam surah Adh-Dhuha ayat 4, Allah berfirman; “dan sungguh kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia”. Begitulah sunnatullah penciptaan dunia dan akhirat, yang sama kedudukannya dengan sunnatullah yang lain seperti; terbitnya matahari dari sebelah timur dan terbenam di sebelah barat. Kehidupan yang harmonis dapat dijalankan manusia jika ia mengikuti dan beradaptasi dengan sunnatullah tersebut, termasuk di dalamnya manusia perlu beradaptasi dengan sunnatullah bahwa dunia yang penuh ketakjuban tidak seberapa jika dibandingkan dengan akhirat.

Mungkin mirip seseorang yang sedang merasakan nikmatnya makan cireng isi. Pada saat seseorang memakan kulit bagian luar cireng, maka ia akan merasakan nikmatnya makanan tersebut. Akan tetapi si penjual menambahkan daging dalam cireng tersebut yang rasanya jauh lebih enak dari kulit cireng tersebut. Kalau seseorang berhenti dan merasa puas dengan kulitnya maka ia mendapatkan kulit cireng tersebut tanpa mendapatkan dagingnya, tetapi jika ia tahu bahwa di bagian dalam cireng ada yang rasanya lebih enak dari kulit tersebut maka ia akan terus memakan cireng hingga menemukan isinya. Begitulah kehidupan dunia dan akhirat. Ada yang saat merasakan kulit nikmat Allah berupa dunia, kemudian ia merasa cukup dan tidak tertarik untuk mengejar nikmat akhirat. Tetapi bagi mereka yang hatinya tertambat sampai kepada nikmat akhirat, kenikmatan dunia tidak melenakan mereka dari akhirat.

Dari sisi usianya saja sangat tidak bisa diserupakan. Kehidupan dunia yang kita jalani rata-rata antara usia 60 sampai 70 tahun. Sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan abadi. Dari sisi ini saja dapat dibayangkan sangat tidak logisnya jika seseorang mencari kepuasan kehidupan dunia yang cuma beberapa puluh tahun akan tetapi resikonya adalah kesengsaraan pada kehidupan akhirat yang berlangsung jutaan, milyaran tahun  lamanya, bahkan abadi di sisi Alloh SWT.

Dalam riwayat Imam Bukhari, Rasulullah menjelaskan bahwa kehidupan dunia adalah kehidupan yang berisi amal tanpa hisab, sementara kehidupan akhirat adalah kehidupan yang berisi hisab tanpa amal. Dari hadits tersebut jelas kehidupan akhirat merupakan kehidupan yang menjadi muara perjalanan hidup manusia. Laksana sebuah drama, akhirat adalah tempat di mana kebenaran memenangkan pertarungan melawan kebathilan. Dapat dibayangkan kehidupan dunia tanpa akhirat, laksana sebuah drama yang berhenti di tengah pergumulannya dan tentu saja akan menjadi drama yang penuh lelucon dan menjadi bahan tertawaan. Drama yang berakhir tanpa kejelasan antara peran yang benar dan salah, akan berakhir dengan kekecewaan para penonton. Dunia adalah bagian awal dari sebuah drama kehidupan, akhirat adalah babak lanjutan dari awal drama tersebut. Dari sini jarak antara dunia dan akhirat tidak lebih dari pergantian dari satu babak sebuah penampilan drama untuk masuk ke babak berikutnya. Jika akhirat tidak menjadi konsekuensi kehidupan dunia, maka kehidupan yang luar biasa ini menjadi absurd, tidak bermakna dan tidak bernilai. Logika manusia menuntun pada kesamaan persepsi bahwa orang-orang yang baik saat hidupnya di dunia akan mendapatkan manfaat dari kebaikannya itu di akhirat, sebaliknya orang-orang yang memberi mudharat terhadap dunia akan mendapatkan ganjaran keburukannya. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Dosen STIU Al-Hikmah

Lihat Juga

Pemimpin Chechnya Tagih Janji Mo Salah Kembali Kunjungi Grozny

Figure
Organization