Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Koreksi Niat Sebelum Bertindak, Adakah Riya di Dalamnya?

Koreksi Niat Sebelum Bertindak, Adakah Riya di Dalamnya?

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (zukreenazulkeplee.blogspot.com)
Ilustrasi. (zukreenazulkeplee.blogspot.com)

dakwatuna.com – “Niat itu ibarat surat, salah tulis alamat akan sampai salah tempat”

Betapa pentingnya niat, sehingga Imam Nawawi dalam kitab Hadits Arba’in menomor satukan hadits tentang niat

“Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapat keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.” (HR. Bukhari Muslim)

Niat yang lurus tidak hanya dilakukan dalam ibadah mahdoh atau ibadah yang disyariatkan dan menghubungkan langsung seorang hamba kepada Rabb-Nya, namun lurusnya niat ini mencakup perbuatan apapun. Hendaknya kita selalu mengoreksi niat dan bertanya pada hati; apakah faktor pendorongnya adalah untuk mendapatkan ridha Allah Subhanahu wa ta’ala dan pahalanya, ataukah untuk mendapatkan kehormatan, pujian, dan harta benda. Jika jawaban yang kedua muncul, hendaknya kita meninggalkannya.

Ada salah satu jalan yang rawan kita memasukinya, hingga tersesat niat kita, yaitu Riya’. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam telah mewanti-wanti dalam sabdanya;

“Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.” Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik ashgor, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik ashgor adalah) riya’. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya’ pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya’ di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’ (HR. Ahmad)

Pada zamam modern ini dengan teknologi semakin canggih semakin banyak pula sarana yang mempermudah kita untuk terjerumus ke dalam riya’. Sedikit-sedikit update di media sosial untuk memperlihatkan apa yang sedang dilakukannya atau mengabarkan ke khalayak umum tentang prestasinya. Pada hakikatnya tidak salah, bahkan bila itu suatu kebaikan justru bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Namun yang perlu diperhatikan adalah apakah benar yang kita lakukan niatnya suci hanya mengharap ridho Ilahi atau justru berharap sanjungan atau respon kekaguman dari orang-orang. Misalnya kita dipandang sebagai seorang dai yang giat berdakwah. Hendaknya kita juga selalu mengoreksi untuk siapa dakwah ini atau justru kita hanya menjadikan dakwah sebagai dalih untuk mencari popularitas semata.

Perlu diperhatikan juga, sebagai sudut pandang ke dua bahwa kita tidak bisa dan tidak boleh menuduh bahwa seseorang memiliki sifat riya’. Karena ia sangat lembut. Bahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam menganoligakan riya’ ini bagaikan semut hitam yang berada di batu hitam pada malam hari. Namun masing-masing pribadi bisa mengantisipasi dengan cara selalu mengoreksi niat dan bertanya kepada hati. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Aktif di pesantren mahasiswa Darul Arqam Hidayatullah Surabaya dan LDK JMMI (Jamaah Masjid Manarul Ilmi ITS). Kegiatan sekarang adalah memperdalam ilmu agama yang terfokus pada dakwah dan kaderisasi.

Lihat Juga

Habits

Figure
Organization