Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Batu Itu Keluar Dari Mata Saat Membaca Al-Quran

Batu Itu Keluar Dari Mata Saat Membaca Al-Quran

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi-Alquran (inet)
Ilustrasi-Alquran (inet)

dakwatuna.com – Senja itu datang, menandakan Ramadhan pertama telah berakhir. Maka orang-orang mukmin merayakan kebahagiaan saat waktu berbuka telah tiba. Semua orang sibuk, menikmati segala sesuatu yang telah mereka tahan seharian. Suara adzan terdengar bersahutan. Saling menyambung, semakin meramaikan perayaan buka puasa di hari pertama. Namun ternyata, masjid di desa itu masih gelap. Belum ada satu orang pun yang ‘rela’ mengorbankan sedikit kenikmatan untuk menggugurkan dosa seluruh penduduk desa dengan mengumandangkan adzan maghrib.

Hingga akhirnya, hati seorang ibu di sebuah rumah mungil terketuk hatinya. Sang anak yang dikaruniai Allah dengan suara yang begitu merdu, diutus untuk mengumandangkan adzan. Keshalihan membuatnya tak sempat berpikir ulang untuk tidak mengucap kata ‘iya’.

Maka berangkatlah sang anak.

“Allahu Akbar.. Allahu Akbar……”

Gugur sudah kewajiban penduduk desa itu. Selepas adzan, sang anak nan shalih, berjalan keluar. Dengan langkah ringan, diiringi kebersihan hati yang begitu suci. Tanpa pamrih ataupun ujub di hati. Di depan pintu masjid, sang anak telah dinanti oleh temannya. Namun ternyata, sang teman telah menantinya dengan menyodorkan sebuah petasan kecil yang ia masukkan ke dalam sebuah bambu. Tepat ke arah wajah sang anak. Sebuah hal yang begitu tidak terduga. Refleks, ia segera menghindar dengan menoleh ke samping.

Dan, senja itu, di sebuah pintu masjid, seorang anak yang bahkan belum baligh, yang baru saja menyelamatkan seluruh penduduk desa itu, kini bersimbah darah. Petasan itu tepat mengenai mata kanannya.

Sebuah tangis terdengar memecah senja, dari sang muadzin kecil. Kebahagiaan berbuka puasa di hari pertama Ramadhan, tertunda sudah. Bahkan, saat itu, Ramadhan menjadi bulan yang penuh ujian. Ujian kesabaran yang berlipat.

Ramadhan itu ia habiskan di rumah sakit khusus mata yang cukup jauh dari tempat tinggalnya. Dan setiap hari, tangisan itu kembali terdengar, saat sang muadzin kecil merasakan deraan rasa sakit yang begitu hebat. Hingga akhirnya, dokter memutuskan untuk operasi. Dan akhirnya, ia harus merelakan satu kenikmatan penglihatannya. Mata kanannya terpaksa harus diambil.

Ia, dengan usia yang bahkan belum genap 10 tahun, harus menjalani takdir yang bahkan belum bisa ia pahami. Sebuah skenario yang telah Allah tetapkan, dan ia harus mau menerima, meski bahkan belum tahu hikmah apa yang Allah tunjukkan atas ketetapan itu.

Tiga bulan berlalu, pasca operasi. Ia masih sering merasa rasa sakit yang begitu hebat, terutama saat ia kelelahan. Tiga bulan bukanlah waktu yang sedikit untuk masa penyembuhan. Apalagi, mata kanannya pun telah diangkat. Maka bukankah seharusnya ujian itu sudah cukup? Bukankah seharusnya ia kini bisa menikmati ‘sisa’ kenikmatan penglihatan tanpa ada masalah lagi? Pun dokter telah mengatakan case closed!

Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Ujian itu belum cukup sampai di situ. Sampai akhirnya kini, ia bisa berdamai dengan ujian itu. Meski tangisannya sesekali tak bisa ia tahan karena rasa sakit yang terus menyiksanya.

Namun, ujian itu tak menyurutkannya untuk terus berlatih qira’ah. Sebuah bentuk syukur, bahwa Allah telah mengaruniakan pita suara yang begitu merdu. Sesekali, ia harus menyeka air mata yang terus menerus keluar dari mata kanannya, bahkan meski ia tidak sedang menangis.

Hingga suatu hari, ia berlatih untuk perlombaan tilawatil Quran ditemani sang ibu.

Bacaan demi bacaan ia lantunkan dengan merdu. Namun, di tengah bacaan, tiba-tiba,  mata kanannya mengeluarkan air mata secara terus-menerus. Bahkan tissue yang ada di sampingnya sudah hampir habis.

Meski harus sembari menyeka air mata yang terus mengalir, ia tetap melanjutkan bacaan tiwahnya. Hingga tiba-tiba,  bersamaan dengan tetesan air itu, ada sebuah benda keras yang keluar dari matanya! Seperti batu dengan ukuran yang dapat dikatakan cukup besar untuk bisa bersarang di mata seorang anak kecil!

Sang ibu, segera mengambilnya. Dan ternyata, batu itu adalah tutup petasan yang bersarang di matanya selama 3 bulan! Yang bahkan dokter pun tidak dapat mendeteksi keberadaan batu itu! Yang membuat sang anak sering kali kesakitan kala lelah mendera.

Masya Allah! Batu itu pun keluar di saat ayat-ayat-Mu dilantunkan, oleh seorang hamba-Mu yang shalih, bahkan sejak ia belum menanggung kewajiban untuk berbuat shalih.

Allahu akbar!

Kisah nyata yang dialami oleh keponakan saya sendiri. Ia bernama Muhammad Ulin Nuha. Saat ini berusia 13 tahun dan sering menjuarai lomba qira’ah dan tilawatil Quran.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Tentor bimbingan belajar.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization