Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Menghidupkan Sunnah Dalam Berhari Raya

Menghidupkan Sunnah Dalam Berhari Raya

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.

 

Ilustrasi. (lensaindonesia.com)
Ilustrasi. (lensaindonesia.com)

dakwatuna.com – Lebaran tinggal satu hari lagi, hari yang membahagiakan itu sudah di hadapan mata. Tanggal 1 Syawal 1437 H jatuh pada hari Rabu besok sebagai hari besar bagi umat Islam dunia. Kelihatannya perayaan Idul Fitri tahun ini serentak di Indonesia. Hal ini sangat didambakan muslim selama ini di Tanah air agar terlihat kesemarakan dan kekompakan dalam berhari raya. Berbagai persiapan menuju hari bahagia itu sudah terlihat jelas baik secara pribadi atau secara massal. Suasana lebaran sudah mulai terasa sejak beberapa hari menjelang hari H. Tradisi mudik merupakan pandangan yang biasa ada dalam setiap hajatan akbar ini. Sementara maal dan pasar tradisional ramai dikunjungi masyarakat untuk mendapatkan pakaian dan keperluan lebaran lainnya.

Bagi seorang muslim, Idul Fitri merupakan hari yang sangat membahagiakan. Pasalnya hari itu merupakan puncak perjuangan muslim setelah selama satu bulan penuh melaksanakan amalan Ramadhan. Selama Ramadhan seorang muslim tidak hanya sebatas melaksanakan ibadah puasa dalam mengendalikan hawa nafsu. Berbagai kegiatan ibadah dalam menegakkan malam Ramadhan justru dilakukan dalam rangka meraih derajat Taqwa. Tidak mudah memang untuk memeroleh kedudukan yang paling mulia ini di sisi Allah Swt. Namun harapan untuk meraih derajat ini membuncah dalam diri seorang muslim dan berharap rangkaian ibadah dapat diterima-Nya. Sejatinya amaliyah Ramadhan berlanjut terus dalam merayakan Idul Fitri sebagai bukti keberhasilan pembinaan Ramadhan selama ini.

Makanya, seorang muslim harus menghidupkan sunnah dalam berhari raya. Dengan mengikuti sunnah dalam berhari raya dan mengisi bulan Syawal maka bekas-bekas Ramadhan masih melekat kuat dalam diri kita. Jangan sampai, ketika kita berpisah dengan Ramadhan maka berpisah juga dengan amalan Ramadhan seperti pemandangan selama ini. Untuk itu butuh itikad dan usaha kuat dalam rangka mempertahankan amalan Ramadhan bahkan justru semakin meningkat sesuai dengan makna Syawal tersebut. Adapun sunnah yang harus diperhatikan dalam berhari raya itu adalah, Pertama, bertakbir pada Hari Raya. Takbiran merupakan syiar Islam yang luar biasa. Dengan bertakbir kita dapat memuji dan membesarkan asma Allah sekaligus sebagai pertanda menyambut hari kemenangan. Takbiran sudah dapat dimulai pada malam menjelang Idul Fitri dan berlanjut pada pagi harinya sebelum menunaikan shalat Id.

Untuk bertakbir pada ‘Idul Fitri, Allah Ta’ala berfirman: “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah (2): 185). Syaikh Sayyid Sabiq Ra, dalam Fiqhus Sunnah, mengatakan: “Mayoritas ulama berpendapat bahwa bertakbir pada ‘Idul Fitri dimulai sejak keluar menuju shalat ‘Id, sampai mulainya khutbah.

Kedua, mandi sebelum shalat ‘Idul Fitri. Kita disunnahkan untuk mandi sebelum menunaikan shalat Id sebagai bentuk pemuliaan. Dengan mandi sunnah maka kaum muslimin akan merasakan kesegaran untuk menunaikan shalat dua rakaat di lapangan atau masjid yang telah ditentukan. Berkaitan dengan mandi sunnah ini, Ibnul Qayyim dalam Za’dul Maad mengatakan,” Nabi mandi pada dua hari raya|” Hal ini telah terdapat dalam hadits shahih seperti yang terdapat dalam hadits Ibnu Abbas, dari riwayat Jabarah Mughallis, dan hadits Al Fakih bin Sa’ad, dari riwayat Yusuf bin Khalid As Samtiy.

Ketiga, memakai pakaian terbaik dan minyak wangi. Sunnah lain yang harus diperhatikan dalam berhari raya terutama menghadiri shalat Id adalah dengan memakai pakaian yang terbaik yang kita miliki. Di anjurkan kita memakai pakaian baru yang spesial digunakan pada hari lebaran tersebut. Apabila tidak memungkinkan maka pilih pakaian terbaik kita yang tersedia, yang penting bersih dan rapi. Di samping itu kaum adam dianjurkan sangat untuk memakai minyak wangi untuk mengharumkan suasana. Dalam memilih minyak wangi kita harus berhati-hati karena tidak seluruh minyak wangi yang aman dan syar’i (sesuai dengan syariat).

Dalam hal pakaian dan minyak wangi, Nafi’ menceritakan tentang kisah Abdullah bin Umar Ra saat hari raya: “Beliau shalat subuh berjamaah bersama imam, lalu dia pulang untuk mandi sebagaimana mandi janabah, lalu dia berpakaian yang terbaik, dan memakai wangi-wangian yang terbaik yang dia miliki, lalu dia keluar menuju lapangan tempat shalat lalu duduk sampai datangnya imam, lalu ketika imam datang dia shalat bersamanya, setelah itu dia menuju masjid Nabi Saw., dan shalat dua rakaat, lalu pulang ke rumahnya.”

Keempat, makan dulu sebelum shalat ‘Idul Fitri. Makan sebelum menunaikan shalat Idul Fitri merupakan sunnah yang harus dilaksanakan. Hal ini dilakukan Rasulullah setiap menjelang berangkat menuju masjid untuk menunaikan shalat Idul Fitri. Berbeda dengan shalat Idhul Adha, yang mana kita justru dianjurkan berpuasa sampai selesai shalat tersebut. Rasulullah Saw, bersabda, “Janganlah keluar pada hari Idul Fitri sampai dia makan dulu, dan janganlah makan ketika hari Idul Adha sampai dia shalat dulu.” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ahmad)

Kelima, melaksanakan Shalat ‘Id di lapangan atau masjid. Kita disunnahkan untuk datang beramai-ramai melaksanakan shalat Id di lapangan untuk syiar Islam dan ajang silaturahmi. Shalat hari raya di lapangan adalah sesuai dengan petunjuk Nabi Saw, karena Beliau tidak pernah shalat Id, kecuali di lapangan Namun, apabila ada kendala dan halangan seperti hujan, lapangan yang berlumpur atau tidak bersih maka shalat lebih baik dilakukan di dalam masjid. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah berkata, “Shalat Id boleh dilakukan di dalam masjid, tetapi melakukannya di lapangan adalah lebih utama, hal ini selama tidak ada ‘uzur seperti hujan dan semisalnya, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua hari raya di lapangan, tidak pernah Beliau shalat di masjidnya kecuali sekali karena adanya hujan.”

Keenam, saling mendoakan dan mengucapkan selamat hari raya. Idul Fitri merupakan momen yang tepat untuk saling mendoakan. Pada hari raya ini, kita dapat memaafkan kesalahan orang lain dan menghilangkan rasa dendam dalam hati. Bahkan kita diperintahkan untuk mendoakan sesama muslim. Dengan lafazh “Taqabbalallahu Minna wa Minka” telah diriwayatkan dari Al Watsilah, bahwa beliau berjumpa Nabi Saw, dan mengucapkan: “Taqabballahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amal kami dan Anda).”

Ketujuh, bergembira dengan pesta yang halal. Idul Fitri sebagai hari bahagia maka boleh kita rayakan dengan pesta atau hiburan yang dibenarkan agama. Kita harus selektif mengikuti permainan atau hiburan dalam merayakan hari spesial tersebut. Jangan sampai dalam perayaan itu terdapat kemaksiatan dan kemungkaran yang sangat dibenci agama seperti orgen tunggal dengan menghadirkan penyanyi wanita yang berpakaian seksi, menyediakan minuman keras dan perjudian. Nikmatilah hiburan yang Islami dalam mengisi hari kemenangan. Adapun tujuan hiburan ini dikemukakan Syaikh Sayyid Sabiq Ra dalam sebuah bukunya . Beliau berkata, “melakukan permainan yang dibolehkan, gurauan yang baik, nyanyian yang baik, semua itu termasuk di antara syiar-syiar agama yang Allah tetapkan pada hari raya , untuk menyehatkan badan dan mengistirahatkan jiwa”.

Kedelapan bersilaturahim dan saling berkunjung. Di hari bahagia ini kita juga dianjurkan untuk memperkuat jalinan persaudaraan sesama muslim. Saling mengunjungi atau datang ke rumah kerabat atau orang lain merupakan cara yang tepat dalam menjalin silaturahim. Kita sadari karena kesibukan dan aktivitas kerja yang padat selama ini membuat kita sulit untuk berkunjung dan bersilaturahmi dengan orang lain. Makanya pada momen yang istimewa ini, kita harus mampu memanfaatnya dengan maksimal. Jadikan lebaran sebagai ajang menyambung yang terputus dan mengokohkan yang tercerai berai. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lahir di Batusangkar tanggal 28 September 1967. SD sampai SMA di Batusangkar dan menamatkan S1 pada Fakultas Tarbiyah IAIN �Imam Bonjol� Batusangkar. Tamat April 1993 dan kemudian mengajar di MTSN Batusangkar sebagai tenaga honorer. Tahun 1992-2005 aktif mengelola kegiatan Pendidikan dan Dakwah Islam di bawah naungan Yayasan Pendidikan Dakwah Islam Wihdatul Ummah. Tahun 1995 bersama aktivis dakwah lainnya, mendirikan TK Qurrata A�yun , tahun 2005 mendirikan SDIT dan PAUD. Semenjak tahun 1998 diangkat sebagai guru PNS dan mengajar di SMAN 2 Batusangkar sampai sekarang. Tahun 2012 mendirikan LSM Anak Nagari Cendekia yang bergerak di bidang dakwah sekolah dan pelajar diamanahkan sebagai ketua LSM. Di samping itu sebagai distributor buku Islami dengan nama usaha � Baitul Ilmi�. Sejak pertengahan Desember 2012 penulis berkecimpung dalam dunia penulisan dan dua buku sudah diterbitkan oleh Hakim Publishing Bandung dengan judul: "Daya Pikat Guru: Menjadi Guru yang Dicinta Sepanjang Masa� dan �Belajar itu Asyik lho! Agar Belajar Selezat Coklat�. Kini tengah menyelesaikan buku ketiga �Guru Sang Idola: Guru Idola dari Masa ke Masa�. Di samping itu penulis juga menulis artikel yang telah dimuat oleh Koran lokal seperti Padang Ekspress, Koran Singgalang dan Haluan. Nama istri: Riswati guru SDIT Qurrata A�yun Batusangkar. Anak 1 putra dan 2 putri, yang pertama Muthi�ah Qurrata Aini (kelas 2 SMPIT Insan Cendekia Payakumbuh), kedua Ridwan Zuhdi Ramadhan (kelas V SDIT ) dan Aisyah Luthfiah Izzati (kelas IV SDIT). Alamat rumah Luak Sarunai Malana Batusangkar Sumbar.

Lihat Juga

Khutbah Idul Fitri 1439 H: 8 Pelajaran dari Ramadhan

Figure
Organization