Topic
Home / Berita / Opini / Kasus Guru Dipolisikan, Ketidakselarasan Peran Rumah dan Sekolah

Kasus Guru Dipolisikan, Ketidakselarasan Peran Rumah dan Sekolah

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Sambudi, seorang Guru yang jadi pesakitan setelah dilaporkan orang tua muridnya ke polisi akibat mencubit. (tribunnews.com)
Sambudi, seorang Guru yang jadi pesakitan setelah dilaporkan orang tua muridnya ke polisi akibat mencubit. (tribunnews.com)

dakwatuna.com – Belum hilang dari ingatan kita akan berita ibu Nurmayani, guru SMPN 1 Bataeng gara-gara mencubit siswanya dipenjara akibat dilaporkan oleh orang tua anak didiknya pada 12 Mei 2016 lalu (www.makassar.tribunnews.com). Dan kemarin Rabu 29 Juni 2016, kembali terulang kasus serupa, seorang guru SMP di Sidoarjo dipolisikan atas kejadian pencubitan kepada siswanya pada 3 Februari 2016 lalu. Bapak Samhudi, mencubit siswa tersebut dikarenakan tidak mengindahkan peraturan sekolah untuk melaksanakan shalat Dhuha berjamaah (www.brilio.net)

Dari beberapa kasus di atas memperlihatkan bahwa betapa buramnya potret dunia pendidikan kita hari ini. Belum lagi bola salju kasus lain yang tak kalah menyedihkan seperti pembunuhan dosen oleh mahasiswa, siswa bunuh diri karna Ujian Nasional dan banyak kasus lainnya. Semakin hilangnya wibawa guru yang sejatinya menjadi pihak yang harus kita junjung akhlak terhadapnya. Bagaimana anak didik akan merasakan manisnya ilmu jika orang tua anak merendahkan harga diri sang guru bahkan sampai dipolisikannya guru tersebut hanya karena mencubit untuk menegakkan kedisiplinan.

Jauh sangat berbeda dengan pendidikan zaman tahun dahulu, di mana adab terhadap guru sangat dijaga dan hukuman ditegakkan dengan disiplin, meski terasa sangat sakit dan memberikan luka yang membekas. Namun hal tersebut tak membuat siswa zaman dahulu cengeng dan lemah mental dengan mengadukannya ke orang tua, karna jika diadukan ke orang tua malah justru sang anak yang akan tambah diomeli bahkan dihukum lagi akibat kesalahannya. Tapi justru dengan pendidikan dan adab yang baik pada guru, semua mengatakan hal tersebut memberikan efek yang baik bagi terbangunnya mental yang kuat dan prestasi yang berkualitas di masa depan anak didik.

Zaman ini, sebagian orang tua berpikir bahwa sekolah adalah tempat untuk menitipkan anak kemudian mereka (orang tua) sibuk dengan segudang aktivitasnya, kemudian tidak peduli dengan pengawalan kegiatan pendidikan anak di rumah bahkan terkesan ‘cuek’ dengan perkembangannya. Sehingga yang ada di pikiran orang tua ini adalah bahwa mereka sudah menyerahkan pada sekolah, tinggal menunggu hasilnya untuk menjadi anak pintar, rajin, shalih shalihah, berbakti pada orang tua dan sebagainya.

Mereka lebih memilih membiarkan dan menyalahkan guru apabila anak–anak mereka tidak berkembang sesuai harapan dan melakukan tindakan yang menyimpang di tengah masyarakat. Begitu juga dengan guru yang tidak mau kalah menyalahkan masyarakat yang tidak mau mengarahkan dan mendidik dengan baik dan benar agar anak-anaknya belajar di rumah.

Lingkungan masyarakat sekitar pun menjadi apatis melihat dekadensi moral anak didik hari ini yang banyak bolos sekolah, bergaul bebas dan vulgar, juga yang terlibat kenakalan remaja seperti tawuran dan konsumsi NAPZA (Narkotika Psikotropika Zat Adiktif).

Pendidikan yang bersinergi

Pendidikan merupakan proses pewarisan, penerusan, inkulturasi, sosialisasi perilaku sosial dan individu yang telah menjadi model panutan masyarakat secara baku. Proses pendidikan ini bisa tersalurkan  Melalui lingkungan pendidikan formal (sekolah), informal (keluarga) dan non formal (lingkungan).

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar pasal 31 dan UU No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan di Indonesia, berharap pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua pihak (baik formal, informal maupun non formal) dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan. Melalui Undang-Undang Dasar dan Undang-Undang dapat kita tahu bahwa pendidikan harus memanfaatkan dan menjadi tanggung jawab bersama, sehingga kontrol terhadap pendidikan berjalan dengan baik dan tidak menjadi tanggung jawab sepihak.

Sekolah memang merupakan tempat menimba ilmu dari gurunya, dan orang tua pun berharap saat anak-anak mereka bersekolah mendapatkan pendidikan yang baik. Namun, tidak sebatas itu saja, orang tua juga memiliki peran andil yang besar dalam keberhasilan anak baik di rumah, sekolah dan masyarakat.  Karenanya sekolah butuh ber-sinergi dengan orang tua dan keluarga. Sehingga orang tua bukan hanya sekedar menitipkan anak pada sekolahnya, melainkan ikut serta dalam perkembangan anaknya. Akhirnya saat itulah peran sekolah dalam pendidikan anak adalah hanya membantu para orang tua melahirkan generasi yang gemilang di rumahnya. Di sinilah peran Orang tua dalam menghadirkan suasana pendidikan di rumah, penuh dengan wibawa keilmuan, memberikan keteladanan dan yang terpenting menghadirkan suasana keislaman yang memenuhi hati dan pikiran anak. Hal ini akan membuat suhu di rumah dan sekolah menjadi berimbang dan menghasilkan kesepaduan dalam mendidik anak.

Rumah, Lembaga Pendidikan Pertama

Sebelum anak mengawali perjalanan panjang ilmunya bersama para ahli ilmu, maka rumah menjadi penting untuk membentuk kesiapan anak melangkah ke jenjang selanjutnya. Akhirnya rumah bukan lagi sekedar tempat tinggal sebuah keluarga, atau hanya tempat berkumpulnya manusia setelah menjalankan rutinitas kehidupannya.

Namun ada hal yang jauh lebih penting, yaitu rumah adalah lembaga pendidikan pertama untuk anak-anak. Sebagaimana sabda Nabi SAW: “Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian orang tuanyalah yang akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani ataupun Majusi …” (HR. Muslim No.4803). Di sinilah peran keluarga dalam mendidik anak sudah dimulai dengan mendekatkannya pada fitrah.

Contoh hal yang mendekatkan kepada fitrahnya adalah mengajari anak tentang Tauhid dengan berbagai cara, sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut, Hakim meriwayatkan dari Ibnu Abbas RA bahwa Nabi saw, bersabda : “Ajarkanlah kalimat Laa ilaaha illallah sebagai kalimat pertama dan talqin kan kepada mereka Laa ilaaha illallah ketika menjelang ajal mereka “

Karena Allah SWT memberikan amanah kepada orang tua untuk dipertanggungjawabkan, bukan kepada sekolah atau pihak lain. Keluarga menjadi lembaga pendidikan pertama untuk anak. Mengajar dengan mendekatkan fitrahnya, yaitu mendekatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hingga anak tersebut siap dimasukkan ke dalam sekolah untuk menambah keilmuannya. Jika seluruh keluarga sadar untuk memaksimalkan fungsinya sebagai tempat pendidikan pertama anaknya, maka akan terbentuk masyarakat yang kuat. Keluarga-keluarga yang terbiasa mengisi kegiatan dan ruh rumahnya sebagai lembaga pendidikan akan lebih mudah menyepadukan antara rumah dan sekolah saat anak sekolah nanti.

Peran besar Ayah dalam pendidikan anak

Kasus pelaporan di awal yang dilakukan oleh orang tua yakni sang ayah, menjadi evaluasi bahwa tanggung jawab pendidikan anak tak lepas dari peran besar seorang ayah yang notabene sebagai kepala keluarga juga kepala sekolah di rumahnya.  Bahwa tanggung jawab ayah dalam pendidikan akhlak kepada anak tidak terbatas pada akhlak kepada Allah, Rasul, malaikat dan diri anak, tapi juga akhlak pada sang guru. Tujuannya agar ayah mengetahui kewajiban dan perannya dalam membina pola perilaku anak sehingga terbentuk penguatan pendidikan pada diri anak dan terwujud masyarakat yang berakhlakul karimah.

Beberapa tips praktis peran ayah dalam mendidik anak dalam berakhlak terhadap guru, yang diharapkan dengannya akan terbangun rasa cinta, hormat anak terhadap sang guru, :

  1. Ayah harus menanamkan rasa hormat kepada pengajar anaknya dalam diri anak khususnya.
  2. Ayah harus mengupayakan rasa terikat anak dengan pelajaran yang disampaikan pada sang guru, misalnya memberi kesempatan anak untuk bertanya
  3. Ayah dapat membuat jadwal kunjungan ke rumah guru bersama anak untuk mengakrabkan anak dengan gurunya
  4. Ayah juga harus mengajarkan anaknya etika dan adab bergaul dengan guru. Misal, mengucapkan salam ketika bertemu, merendahkan diri, tidak berbicara dengan kawan saat sang guru sedang mengajar, dll.

Hukuman Pendisiplinan Anak Didik

Para pendidik mengakui bahwa hukuman penting karena berguna untuk meluruskan dan mengarahkan perilaku. Hukuman dapat diterapkan seperlunya saja dengan memperhatikan jenis hukuman dan kadarnya. Memukul anak boleh dilakukan ketika diperlukan dengan tujuan mendidik dan mendisiplinkannya. Namun yang perlu diperhatikan bahwa hukuman badan merupakan sarana terakhir dalam proses pendisiplinan. Bila anak sudah terbiasa dengan hukuman badan dan apabila anak sudah tahu kalau setiap kali melakukan kesalahan akan dihukum, maka hukuman badan pun tak berguna lagi. Oleh karena itu, merupakan keharusan dalam pemberian hukuman kepada anak didik dilakukan secara bertahap. Misalnya hukuman diawali dengan tidak memberikan motivasi, tidak memperhatikan, memberitahukan ketidaksenangannya, bentakan dengan wajah angker, dimarahi dan menjauhinya dari hal-hal yang disukainya hingga sampai pada puncaknya hukuman badan. Untuk melakukan hukuman badan pun dilakukan secara bertahap pula, mulai dari pukulan yang ringan sampai dengan pukulan yang keras dan hal ini merupakan hukuman yang paling berat terasa. Hukuman juga harus dilakukan dengan tepat yaitu pada saat anak mengakui kesalahannya dan hukuman itu tidak melukai dan tidak membahayakan bagi diri anak didik.

Akhirnya, menjadi evaluasi bersama bagi semua pihak yakni orang tua, keluarga di rumah juga sekolah dan tak lupa anak didik dalam mencapai keselarasan dan keberhasilan pendidikan. Diharapkan adanya kerja sama dan pengertian serta komunikasi yang baik dalam menjalankan perannya masing-masing bagi terlaksananya proses penguatan pendidikan anak.

Wallahu’alam bishshawab. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Ardne

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Seorang ibu Rumah Tangga, S1 UNJ (Universitas Negeri Jakarta), pernah bekerja di Bank Syariah dan kini fokus berusaha menjadi istri dan ibu yang shalihah, mengasuh dan mendidik ketiga putra dan mengurus rumahnya. Menjadi peserta perkuliahan Akademi Keluarga mustawa 1 dan 2 di Parenting Nabawiyah.

Lihat Juga

Bisakah Renovasi Rumah Tanpa Rubah Muka Lama Rumah?

Figure
Organization