Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Sekelumit tentang Pulang Kampung

Sekelumit tentang Pulang Kampung

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Achmad Salido)
Ilustrasi. (Achmad Salido)

dakwatuna.com – Hidup laksana sebuah pengembaraan yang mempunyai jalur dan tujuan akhir. Melewati sebuah jalan panjang yang tak jelas ujung dan rintangannya. Jalan yang tidak sedikit orang tersesat di atasnya. Pun dengan rintangan yang banyak membuat manusia putus asa karenanya. Pengembaraan yang mengemban sebuah amanah dan tugas dari Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Hidup juga ibarat sebuah perantauan. Perantauan yang menggiring manusia pada beberapa titik dalam rangka menyelesaikan targetan hidupnya. Targetan hidup sebagai konsekuensi dari tugas dan amanah yang disandangnya dalam status sebagai yang dicipta. Hanya saja amanah dan targetan sering menjadi bias karena godaan dunia. Membuat manusia tidak sadar bahwa ia telah berada pada sisi-sisi jalan yang salah. Sehingga membuat manusia abai dan lupa akan tugas yang diembannya. Padahal tugas kita tidak lain hanyalah mengumpulkan amal sebanyak-banyaknya sebagai bekal saat berjumpa dengan Allah SWT. Amalan yang mengarah kepada gelar taqwa sebagai sebaik-baik bekal. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Baqarah ayat 197, “

…………..Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa ……………”.

Secara naluriah, umumnya manusia senantiasa merindu pada kampung halamannya. Siapapun dia ketika merantau, maka momen yang paling ditunggu setiap tahunnya adalah pulang kampung. Para pelajar, pegawai, buruh, pejabat, ataupun profesi lainnya yang diperantauan selalu menunggu momen ini. Bahkan mereka rela menghabiskan banyak uang untuk agenda yang satu ini. Seberapa jauh pun jaraknya, diusahakan untuk bisa ditempuh. Bahkan persiapan untuk agenda ini disusun jauh-jauh hari sebelumnya. Hal yang tidak terlewatkan dari persiapannya antara lain bekal dan oleh-oleh yang akan dibagi saat berada di kampung halaman nanti. Tidak ingin terlambat ataupun mengantisipasi kepadatan pemudik, tiket kendaraan pun dipesan jauh hari sebelum hari H. Seolah dunia akan berhenti ketika ia tidak ikut pulang kampung. Mereka yang bekerja sebagai karyawan, biasanya izin pulang kampung disampaikan kepada pimpinannya lebih awal. Alasan mereka untuk mengantisipasi perubahan kebijakan yang akan mengganggu agenda pulang kampung. Kerinduan untuk pulang kampung pun kian hari kian terasa di dada mereka.

Akan tetapi, di antara mereka yang merindu pulang kampung ternyata juga ada beberapa orang yang enggan bahkan menolak pulang kampung. Alasan mereka bervariasi. Ada yang karena tidak memiliki jatah libur, ada yang lebih mencintai pekerjaan dari pada pulang kampung, ada juga yang merasa malu untuk pulang kampung. Mereka yang malu untuk pulang kampung biasanya didasari karena ketidakberhasilannya menunaikan amanah yang diembannya. Tipe seperti ini, biasanya lebih sulit diajak untuk pulang kampung. Kalaupun harus terpaksa pulang, diperjalanan hati dan perasaan mereka deg-degan tidak karuan. Seolah kepulangannya akan menjadi momen pengadilan baginya. Kampung halaman pun menjadi momok yang sangat menakutkan. Ibarat yang mudik menggunakan pesawat, mereka berdoa agar pesawatnya tidak mendarat dan langsung terbang lagi menuju tempat lain. Asalkan itu bukan kampung halamannya.

Mereka yang enggan pulang kampung sangat berbeda jauh dengan mereka yang merindu kampung halamannya. Biasanya mereka yang merindu kampung halaman adalah yang berhasil dalam mengemban tugas dan amanahnya diperantauan. Kecintaan dan kerinduannya semakin hari sangat kuat. Perasaannya untuk segera tiba di kampung halaman semakin tidak terbendung. Bahkan diperjalanan pulang kampung pun, mereka sudah tidak sabar untuk segera tiba ditempat yang dituju. Ibarat mereka yang mudik menggunakan pesawat, di detik-detik pendaratan pesawat ingin segera membuka pintu darurat dan langsung lompat sehingga bisa segera sampai di kampung halaman.

Kerinduan akan kampung halaman bukanlah sesuatu yang salah. Hanya saja akan lebih bijak ketika kerinduan itu dikorelasikan dengan kerinduan pada kampung akhirat kita yang kekal lagi abadi. Tersebab ia adalah tempat kembali setiap makhluk yang dicipta. Anda, saya, dia, mereka dan kita semua termasuk yang pasti kembali ke kampung akhirat. Siap ataupun tidak, perjalanan hidup pasti akan mengantar kita menemuinya. Pengembaraan dan perantauan yang sedang kita lakoni hari ini tidak lain adalah sebuah perjalanan panjang menuju pada kampung akhirat. Kesadaran ini harus hadir dalam diri setiap pribadi muslim. Sehingga bisa menjadi motivasi dalam mengumpulkan dan memperbanyak bekal untuk dibawa di kampung akhirat nanti. Kita ingin masuk dalam kelompok orang-orang yang rindu kampung akhirat. Rindu karena kita telah memiliki bekal yang banyak. Bukan sebaliknya menjadi kelompok yang enggan untuk pulang kampung.

Setiap yang hidup di dunia ini memiliki batas waktu. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al Imran: 185, “tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati……”. Kematian merupakan sesuatu yang pasti. Kedatangannya menjadi suatu perkara yang tidak bisa ditawar. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al Imran: 145, “sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya. …..”. Kematianlah yang merupakan pintu untuk menuju kampung akhirat. Siap ataupun tidak, kita semua akan sampai pada titik itu. Hanya saja persoalannya adalah pada kelompok manakah nantinya kita. Apakah yang menginginkan pulang kampung ataukah yang enggan.

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang senantiasa berbekal dengan bekal yang sebaik-baiknya. Yakni ketaqawaan sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT sebagaimana firman-Nya, “maka berbekallahh kalian, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Guru Konsultan Yayasan Pendidikan Dompet Dhuafa

Lihat Juga

Pulanglah

Figure
Organization