Topic
Home / Berita / Nasional / UU PKS untuk Menghapus Tindak Kekerasan Seksual

UU PKS untuk Menghapus Tindak Kekerasan Seksual

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Fahira Idris, Anggota DPD periode 2014-2019 asal DKI Jakarta (indopos.co.id)
Fahira Idris, Anggota DPD periode 2014-2019 asal DKI Jakarta (indopos.co.id)

dakwatuna.com – 10 Juni 2016—Komitmen Pemerintah dan Parlemen untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) menjadi terobosan dalam pencegahan kekerasan seksual, perlindungan dan pemulihan korban kekerasan seksual dan keluarganya, serta penindakan tegas para pelaku kekerasan seksual di Indonesia.

Pembahasan RUU PKS semakin mendesak, mengingat kasus kekerasan seksual terutama kepada perempuan semakin meningkat dari tahun ke tahun, bahkan yang memprihatinkan pola kekerasannya semakin sadis dan biadab. Untuk itu, Komite III DPD meminta masukan masyarakat demi kesempurnaan RUU ini sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.

“Komite III DPD sudah mulai banyak mendapat masukan dari berbagai lapisan masyarakat lewat berbagai saluran. Semua berharap RUU ini menjadi payung hukum yang komprehensif untuk melindungi perempuan Indonesia dari segala bentuk kekerasan seksual. Namun, ada juga masyarakat yang bertanya apakah RUU ini khusus untuk melindungi perempuan saja? Bagaimana jika ada laki-laki terutama anak yang juga menjadi korban kekerasan seksual. Mereka minta RUU ini melindungi semua warga negara dari tindak kekerasan seksual,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris, di sela-sela kunjungan kerja di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (10/6).

Berbagai pertanyaan dan usul-usul dari masyarakat ini, lanjut Fahira, perlu menjadi bahan pertimbangan Pemerintah dan Parlemen. Karena, memang tujuan dari dibuatnya RUU ini adalah untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual. Selain itu, menurut masyarakat, fakta di lapangan memang ada laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual baik secara fisik maupun psikologis, misalnya permintaan, ajakan, penghinaan atau celaan yang bersifat seksual. Namun, jumlah korbannya memang tidak sebanyak perempuan.

“Kekerasan seksual, baik korban maupun pelakunya tidak mengenal siapa saja baik jenis kelamin, usia, bahkan profesi. Makanya semua warga negara harus terlindungi dengan hadirnya undang-undang ini. Hemat saya, saat ini, RUU PKS adalah RUU yang paling mendesak untuk segera dibahas,” ujar Senator Jakarta ini.

Menurut Fahira, semangat RUU PKS ini sangat luar biasa karena berupaya menggerakkan masyarakat untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual. Nantinya, jika RUU ini disahkan, diharapkan mampu mengisi kelemahan atau celah-celah UU lain seperti UU Perlindungan Anak, UU Penghapusan KDRT, UU Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terutama KUHP dan KUHAP dan tentunya mampu menetapkan sanksi tegas dan menjerakan tidak hanya bagi pelaku tetapi juga membuat siapa saja ‘takut’ melakukan kekerasan seksual.

Fahira berharap selain efektif mencegah kekerasan seksual, UU ini nantinya memberikan ruang bagi korban sebagai subjek dalam sistem peradilan pidana, punya mekanisme pemulihan yang jelas bagi korban dan keluarganya, mengutamakan hak-hak korban, serta memberi energi baru bagi bangsa ini untuk melawan bersama segala bentuk kekerasan seksual.

“Ketika UU ini disahkan, saya harap tidak ada lagi ruang bagi hakim untuk menjatuhkan hukuman yang biasa-biasa saja terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika kekerasan seksual dilakukan secara sadis, biadab, berulang-ulang dan mengakibatkan kematian,” tukas Fahira. (sb/dakwatuna.com)

Redaktur: Samin Barkah

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization