Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Merajut “Kemesraan” Abadi Bersama Ramadhan

Merajut “Kemesraan” Abadi Bersama Ramadhan

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi - Ramadhan (inet)
Ilustrasi – Ramadhan (inet)

dakwatuna.com – Ramadhan, kau sungguh sudah semakin dekat, bahkan sangat dekat. Sungguh kami benar merasakannya. Jarak antara kita, kini tak lagi abu-abu. Semua tentangmu semakin tampak terang-benderang, kami pun menjadi senang (katanya).  Sebentar lagi, hanya tinggal beberapa hari lagi, kau akan menghampiri. Semoga Allah meridhoi, pertemuan kita benar-benar terjadi.

Wahai Ramadhan, izinkan kami mengungkapkan sesuatu, bahwa kami adalah perindumu (katanya, sekali lagi). Betapa tidak, setiap kali mengingatmu, jujur terbayang kenangan manis yang pernah kita goreskan bersama di waktu-waktu yang dahulu. Ya, mana lagi momen yang lebih indah selain bisa kembali ke kampung halaman bagi seorang perantau dan bertemu dengan keluarga tercinta, lalu merasakan nikmatnya berbuka dan sahur bersama. Mana lagi yang lebih indah selain membayangkan merasakan keseruan buka bersama sahabat lama. Ya, juga momen indah ketika kami bisa kembali membersihkan kitab suci dari debu yang entah sejak kapan sudah lama tak kita sentuh, lalu setiap hari kami membacanya, menghitung-hitung tiap lembarannya sembari tersenyum karena sebentar lagi kan segera khatam, bukankah itu juga indah sekali. Suara-suara lantunan suci Quran pun terdengar di Masjid dan Surau-Surau yang ada di kampung, meski tak jarang harus tersenyum mendengar suara lucu anak-anak yang membacanya, atau kami malu tersebab hanya bisa menjadi penikmat, pun juga indah. Apalagi bersama keluarga dan teman lama, nantinya kami juga siap berbondong-bondong melaksanakan shalat tarawih, meski terkadang kami harus sedikit memaksa, karena saat berbuka kami khilaf, terlalu nikmat menyantap makanan yang terhidang. Bahkan, kami pun sudah tak sabar lagi ingin merasakan indahnya berkeliling ria menggunakan kendaraan kebanggaan kami, pergi ke satu rumah menuju rumah lainnya saat hari raya. Kami merayakan kemenangan (katanya) dengan berpawai ria, atau hanya sekedar ingin mencicip kue Ramadhan yang serasa tak kunjung bosan dan kenyang untuk menyantapnya. Ya itulah indahnya bayangan Ramadhan yang mungkin sebagian di antara kami kini membayangkannya.

Ah, Ramadhan. Tapi benarkah semua kemanisan yang kami bayangkan itu benar-benar yang kau harapkan? Juga benarkah semua itu yang Rabb semesta inginkan? Atau jangan-jangan selama ini, berkali-kali kau hadir mengampiri kami, kami hanya berpura-pura merindukanmu.

Jika saja kau bisa berbicara wahai Ramadhan terkasih, (mungkin) rasa bahagia akan kau ungkapkan. Bagaimana tidak, kita kembali bertemu, momen kemesraan kita telah kembali, kembali setelah 11 bulan memudar, bahkan hilang. Kau akan melihat kami, kami yang kembali membuka dan membaca kitab suci yang telah lama berdebu itu, melihat kami lalu lalang bersilaturahim dengan balutan buka puasa bersama itu, melihat kami kembali bisa merajut ukhuwah bersama keluarga kami itu, melihat kami lebih sering rela untuk menipiskan dompet demi senyuman banyak orang itu, bahkan kau akan melihat kami sejak dini telah siap menyambut hari kemenangan dengan pawai takbiran ke sana sini.

Sekali lagi, kau akan melihat kami melakukan ini, itu, ke sana, dan ke sini. Indah sekali kebersamaan kita itu. Tapi sebentar, mari kita tengok kembali hubungan percintaan kita yang lalu-lalu. Oh ternyata, sadarkah selama ini hubungan kita semu, cinta kita pragmatis. Bukan, bukan sama sekali salahmu, tapi semua karena salah kami, kami yang mudah untuk “selingkuh”. Ramadhan oh Ramadhan, ternyata kau sering kami buat kecewa, sedih, dan patah hati. Kami semena-mena memutuskan hubungan kemesraan kita, kebersamaan indah yang pernah kita ciptakan bersama itu pudar menghilang setelah sebulan kau pergi lagi. Maafkan, kami telah berpaling darimu dan merajut kemesraan dengan yang lain. Kami ternyata selama ini lebih memilih mengisi sebelas bulan lain dengan bermesraan kembali bersama kemaksiatan, kehedonan dunia, hawa nafsu dan bersekutu dengan setan. Rabb, ampuni kami.

Duhai Rabb, oh Ramadhan, semoga tak begitu lagi. Kesempatan bisa beretemu denganmu sesungguhnya adalah anugerah terindah dari Rabb semesta alam. Yang dengannya, kebaikan yang lebih baik dari seribu bulan bisa kami raih, berlipat-lipat amalan bisa kami dapat, kemesraan ukhuwah lebih akan bisa kami rasakan. Maka wahai Ramadhan, tahun ini, beri kami kesempatan, izinkan kami membuktikannya. Membuktikan ketulusan cinta kami kepadamu, dengan sebenar-benarnya memaknai kebersamaan kita nantinya. Tak lain, sebagai bentuk ketatan kami kepada Rabb dan Rasul-Nya. Ya Allah, izinkan, sampaikanlah, hingga benar-benar kami bisa bertemu dengan Ramadhan terkasih tahun ini, izinkan kami bisa merajut “percintaan mesra” dengannya, lalu mempertahankan kemesraan bersamanya di sebelas bulan mendatang, hingga Engkau wahai Rabb, pertemukan kembali kami dengannya di tahun-tahun depan.

Semoga, semoga kitab suci kami akan tetap bersih dari debu di sebelas bulan mendatang, lalu mulut kami selalu basah oleh lantunan indah firman-Nya. Semoga juga semain banyak orang-orang yang kami sambangi untuk bersilaturahim setelah kau pergi Ramadhan, sama seperti segudang agenda Bukber yang ada selama kita bersama. Semoga semangatnya kami untuk bisa bangun pagi lalu shalat shubuh berjamaah tetap bisa kami jaga setelahnya, sama seperti semangatnya kami bangun pagi untuk sahur. Semoga, semoga semua kebaikan yang yang telah kita goreskan bersamamu Ramadhan, kemesraannya akan tetap abadi. Meski, kami tau duhai Ramadhan terkasihku, kau akan pergi setelah satu bulan kita bersama.

Duhai Ramadhan terkasih, ini tentang kita, tentang kemesraan kita yang akan segera kembali kita rajut! Tinggal sebentar lagi. Maka singkirkan semua yang bisa mengganggunya. Ingat, cukup kita berdua, yang Allah persaksikan. Biarlah alam dan seisinya menjadi saksi itu. Lalu bersumpah setia akan mempertahankan kemesraan itu. InsyaAllah, akan ku rajut kemesraan ini setelah kita berpisah, sampai menjadi kemesraan yang abadi.

Duhai Ramadhan terkasih, izinkan kami mencoba menjadi sejujur-jujur dan sebenar-benarnya perindumu. Bukan yang selama ini bercinta palsu dan berpura-pura merindukanmu! (dakwatuna.com/hdn)

 

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ketua Umum Forum Studi Islam (FSI) FISIP UI 2015.

Lihat Juga

Sambut Ramadhan dengan Belajar Quran Bersama BisaQuran

Figure
Organization