Topic
Home / Narasi Islam / Artikel Lepas / Kaulah Surga Dunia Akhiratku, Bu

Kaulah Surga Dunia Akhiratku, Bu

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (Foto: blogspot.com)
Ilustrasi. (Foto: blogspot.com)

dakwatuna.com – Melihat wajahnya yang terlelap, terlihat guratan-guratan penuh keletihan. Kerut-kerut di wajah akibat makin menuanya usia. Beban-beban pikiran yang selama ini mengganggu, dilupakannya sejenak. Hanya kenyamanan dalam tidur yang dibutuhkannya saat ini.

Aku melihat pantulan diri yang makin dewasa di depan cermin, membuatku menyadari bahwa ada orang lain yang makin menua. Ibuku. Ibu yang mengandungku selama sembilan bulan dan membesarkanku dengan penuh cinta. Tak pernah diungkitnya berapa banyak materi yang ia keluarkan untuk membuatku tumbuh menjadi anak yang sehat.

Ia tentu ingin memberikan yang terbaik untukku. Berbagai asupan penuh vitamin dibelinya untukku. Wajah pucat bercampur panik terlihat saat aku sakit. Semua uang ditabungannya dikeluarkan tanpa pikir panjang apakah masih ada cukup uang untuk makan hari-hari selanjutnya.

Tak apa bila hanya ada nasi dan garam yang tersisa, pikir ibuku. Yang terpenting aku—anaknya tak kekurangan apa pun yang akan menunjang kesehatanku kelak. Dibelikan olehnya aku baju yang terbaik, tanpa berpikir kelak aku akan memberi imbalan atas jasanya selama ini.

Semua keperluanku berusaha dipenuhi ibuku agar aku tak merasa kekurangan. Sekolah berkualitas, pakaian bersih, sepatu bagus dibelikannya untukku tanpa sepercik rasa pamrih sedikit pun.

Ia hanya berharap kelak aku dapat lebih sukses daripada dirinya. Yang penting aku dapat membahagiakan diriku sendiri katanya. Ibuku pernah berkata, “Tak perlulah kau pikirkan berapa banyak rupiah yang ku keluarkan, yang penting kau bahagia, Nak.”

Kata-kata yang menghujam jantungku, membuatku berurai air mata mengenang betapa besar jasa ibuku selama ini dalam membesarkanku. Berapa banyak waktu yang ia habiskan dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk menghidupiku. Tanpa rasa ingin dibalas jasanya olehku.

Ibu, maafkan aku yang telah membebani pikiranmu.
Ibu, maafkan aku atas segala ucapanku yang menyakiti hatimu.
Ibu, maafkan aku atas segala perbuatanku yang membuatmu malu.
Ibu, maafkan aku yang selalu membuatmu marah.

Ibu, terima kasih atas doa yang selalu kau panjatkan selama ini.
Ibu, doakan aku selalu agar kelak aku dapat membanggakanmu.
Ibu, kaulah surga dunia akhiratku.
Aku mencintaimu, Bu.

(dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...

Tentang

Seorang mahasiswi yang lahir pada 1997. Putri pertama dan sedang mencoba mengembangkan potensi dalam dirinya.

Lihat Juga

Ibu, Cintamu Tak Lekang Waktu

Figure
Organization