Topic
Home / Narasi Islam / Sosial / Menjadi Muslim Pembelajar

Menjadi Muslim Pembelajar

Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)

dakwatuna.com – Kehidupan seorang muslim sepantasnya tidak terpisahkan dari proses belajar. Berulang kali Allah menyatakan dalam Al Quran mengenai ‘Ulil Albab’, yakni orang-orang yang mau menggunakan akal yang telah Dia berikan. Hanya dengan belajar, seseorang akan menguasai ilmu pengetahuan. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan inilah yang akan menghantarkan pada kejayaan umat Islam.

Setidaknya, ada tiga hal yang terbersit dalam pikiran penulis sehingga meluangkan waktu untuk menulis artikel ini. Pertama, umat Islam sudah dikaruniai oleh nikmat Al Quran, kitab yang amat sempurna yang di dalamnya berisi berbagai narasi mengenai ciptaan Allah. Kedua, generasi muda umat Islam, khususnya yang berada di Indonesia, banyak yang tidak semangat ketika disampaikan ilmu, baik ilmu agama, maupun ilmu sains dan sosial. Bahkan cenderung fobia jika diajak mendalami ilmu. Ketiga, kebutuhan kita akan pemimpin muslim yang sholeh, cerdas dan jujur, yang hanya bisa didapat dari pendidikan dan pembelajaran yang baik.

Faktor penyebab

Berkaca dari tiga hal yang penulis rasakan, penulis merasa terdapat tiga alasan mengapa umat Islam belum dapat sepenuhnya mengembangkan ilmu pengetahuan. Pertama, umat Islam terlalu sibuk dengan urusan konflik internal. Kedua, mindset yang masih salah dalam memandang urgensi belajar. Ketiga, kurangnya perhatian kita pada pengembangan ilmu pengetahuan.

Pertama, konflik di negara-negara Islam. Jika kita ditanya, di manakah tempat yang paling tidak damai di dunia saat ini, tentu kita yang akan menjawab ‘Timur Tengah’ yang notabene mayoritasnya muslim. Palestina yang terus dijajah oleh Israel, munculnya kelompok teroris seperti ISIS, konflik di Suriah, Irak, dan Yaman, serta banyak masalah lainnya. Konflik ini telah menguras perhatian umat Islam sehingga tidak lagi fokus mengembangkan ilmu pengetahuan. Inilah salah satu cara dari para pemicu konflik, yakni negara-negara Barat, agar umat Islam tidak merasakan kedamaian, sehingga sibuk dengan peperangan. Di sisi lain, hal ini juga kurang dimanfaatkan oleh ilmuwan muslim di kawasan yang damai seperti di Asia Tenggara untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Itulah fakta yang harus segera kita sadari agar kita mampu menguasai ilmu pengetahuan.

Kedua, permasalahan mindset. Pola pikir merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk diubah. Sekali suatu mindset telah tertanam dalam benak seseorang, ia akan sulit berubah. Salah satu yang marak dijumpai di kalangan pelajar muslim adalah, rasa malas untuk menuntut ilmu. Hal ini  dikarenakan mindset yang mengkotak-kotakkan ilmu pengetahuan telah tertanam. Sewaktu saya menjalani masa SMA, saya sangat merasakan bahwa ilmu itu seperti dipartisi. Siswa-siswa yang mengambil jurusan IPA akan mengabaikan pelajaran yang berbau IPS, seperti sejarah. Padahal, sejarah merupakan pelajaran yang penting untuk dipelajari karena akan memberikan pemahaman mengenai masa lalu daripada umat dan negara ini sehingga bisa merencakan masa depan umat dan negara.

Science is integrated. Ilmu pengetahuan itu terintegrasi serta saling mendukung satu sama lain. Meskipun pada akhirnya seorang ilmuwan akan mengambil spesialisasi bidang masing-masing, bukan berarti mengabaikan ilmu yang lain. Justru, umat Islam sudah sepatutnya menguasai berbagai bidang keilmuan. Ketika telah menguasai berbagai bidang, maka yang harus dilakukan selanjutnya ialah berkolaborasi untuk mengintegrasikan ilmu masing-masing.

Ghirah pelajar muslim dalam menguasai ilmu pun masih kurang. Banyak sekolah di Indonesia, khususnya yang sudah terkenal, siswanya lebih sibuk dalam mengurus suatu acara pensi dan berlomba-lomba menjadi acara yang paling megah di wilayahnya. Sebenarnya tidak terlalu salah dengan upaya organisatoris semacam ini, namun efek yang dirasakan justru banyak negatifnya. Pelajar akhirnya tidak lagi fokus dalam pengembangan prestasi dan akademik. Dampak lanjutannya, timbul pelajar yang lebih senang berhura-hura dibandingkan belajar dan menghasilkan sesuatu yang produktif. Akan menjadi lebih menyedihkan jika ini mulai menjangkiti sekolah-sekolah yang berstatus sekolah Islam.

Arus globalisasi juga menjadi salah satu penyebab mengendurnya semangat mencari ilmu. Penggunaan gadget yang tidak seharusnya menjadi pembuka bagi banyak kemudharatan. Internet bagaikan dua sisi mata uang. Di satu sisi, jika ia dimanfaatkan dengan bijak, akan memudahkan proses belajar. Pelajar mudah sekali mencari sumber-sumber bacaan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya membeli buku. Melalui chatting pun dapat melakukan forum belajar tanpa harus bertatap muka. Namun, di sisi lain, penggunaan internet yang tidak bijak membuat pelajar lupa waktu. Terlalu asik bermain game online, menggunakan chatting untuk berpacaran yang dapat menimbulkan fitnah, hingga membuka konten yang tidak pantas. Akhirnya, belajar tidak menjadi prioritas lagi.

Faktor ketiga adalah kurangnya perhatian kita pada pengembangan ilmu pengetahuan. Umat Islam sebenarnya dianugerahi dengan karunia yang luar biasa dengan mendapatkan kitab Al Quran  yang amat sempurna. Di dalam Al Quran terdapat ayat-ayat yang mengungkapkan berbagai macam ciptaan Allah. Apabila kita mau untuk menganalisis lebih dalam lagi, Insya Allah kita akan mampu menguasai ilmu pengetahuan.

Kita pun seringkali terjebak dengan memprioritaskan perkara yang tidak terlalu penting. Misalnya, upaya liberalisasi pemahaman terhadap Al Quran yang bertentangan dengan tuntunan. Ayat Al Quran hanya akan mampu dipahami jika kita memiliki pemahaman yang kompleks. Misalnya, memahami bahasa Arab, Asbab an-Nuzul, ilmu hadis, dan ilmu-ilmu lainnya. Kini, banyak orang yang mengaku sebagai cendekiawan justru menggugat keabsahan penafsiran yang dilakukan oleh para ulama, tanpa ilmu yang mumpuni. Parahnya lagi, hal ini diumbar di media massa sehingga meresahkan umat. Akhirnya, umat menjadi terkuras energinya melawan pemikiran yang salah ini.

Kemuliaan penuntut ilmu

Menjadi seorang penuntut ilmu sebenarnya merupakan hal yang sangat mulia. Mari kita merenungi Al Quran surat Al Mujadilah ayat 11, “Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dengan beberapa derajat”. Jelas bagi kita, bahwa tidaklah cukup menjadi seorang yang beriman saja tanpa memiliki ilmu, karena amal ibadah yang tanpa diiringi dengan ilmu tidak akan bernilai. Begitu pula ilmu yang dimiliki jika tidak diiringi dengan ketaatan kepada Allah akan menjadi kesia-siaan.  Allah akan meninggikan derajat kita apabila kita beriman dan berilmu. Maka, menuntut ilmu menjadi suatu hal yang akan sangat mulia jika dilakukan oleh hamba Allah yang beriman.

Di dalam sebuah hadis riwayat Muttafaq ‘Alaih, Rasulullah Saw. juga menjelaskan keutamaan orang yang berilmu. “Apabila seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara. Yakni, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang senantiasa mendoakan orang tuanya”. Betapa mulianya seorang penuntut ilmu yang menjadikan ilmunya bermanfaat. Ilmunya akan senantiasa memberikan pahala yang tidak terbatas kepadanya sekalipun ia meninggal. Semakin banyak buku yang ia tulis dibaca, semakin banyak anak-anak muda yang terinspirasi dengan perjuangannya menuntut ilmu dan semakin banyak teori dan pemikirannya dipraktikkan, Allah akan memberikan pahala yang tidak akan pernah putus.

Ciri seorang penuntut ilmu, sebenarnya sudah Allah jelaskan di dalam Al Quran surat Ali Imran ayat 190-191. “Sesugguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. Di dalam ayat ini, setidaknya terdapat tiga ciri seorang yang disebut sebagai ‘Ulil Albab’.

Pertama, seorang Ulil Albab akan selalu ingat kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring. Ingat kepada Allah berarti ketika kita mendapat ilmu, kita sadar bahwa ilmu ini berasal dari Allah dan kita bersyukur atas nikmat dianugerahinya Ilmu. Kedua, seorang Ulil Albab senantiasa memikirkan penciptaan langit dan bumi. Inilah yang kemudian menjadikannya seorang ilmuwan, orang yang menganalisis berbagai fenomena yang ada di alam semesta dan menjadikannya sebuah ilmu. Ketiga, seorang Ulil Albab apabila dia mendapatkan Ilmu, ia akan berdoa. Di dalam doa ini ia memuji Allah yang Maha Berilmu, mensucikan zat-Nya dan kemudian berdoa agar tidak mendapatkan siksa neraka. Karena, salah satu ujian bagi orang yang berilmu adalah kesombongan atas ilmu yang dia miliki.

Strategi

Menjadi seorang yang berilmu amatlah mulia. Sudah sepantasnya kita menuntut ilmu agar kita dapat menguasai kembali dunia ini. Menjadi konsekuensi setiap muslim, agar berusaha menjadi muslim yang Ulil Albab sehingga mampu mengantarkan peradaban Islam menuju kejayaan. Terdapat beberapa strategi yang perlu dijalankan seorang muslim dalam menuntut ilmu.

Pertama, menguatkan keimanan dan keislaman. Menuntut dasar-dasar ilmu agama hukumnya adalah fardhu ‘ain. Mampu membaca Al Quran dan Hadits akan mengantarkan kita pada memahami kedua sumber agama ini. Dengan memahami keduanya, kita akan memahami pula masalah inti agama, seperti aqidah, akhlak, fiqih dan muamalah. Pemahaman yang baik pada hal-hal yang mendasar ini akan membawa kita menjadi umat yang satu karena tidak mudah untuk dipecah belah dengan konflik internal yang tidak terlalu penting.

Kedua, bersemangat dalam menuntut ilmu. Semangat merupakan kunci masuknya ilmu pengetahuan. Apabila semangat menuntut ilmu ini sudah ada dalam diri seorang muslim, sesulit apapun ilmu, akan mudah ia serap dan ia pahami. Berdasarkan riset, seseorang yang sering menggunakan otaknya untuk berpikir, maka akan semakin membuat otaknya cemerlang. Dibutuhkanlah kesabaran untuk mengasah kecemerlangan otak tersebut. Menjadi seorang yang berilmu tidaklah sulit, yang dibutuhkan adalah usaha dan semangat untuk meraih ilmu tersebut. Jika kita bersungguh-sungguh, Insya Allah, Allah pasti akan membukakan kita berbagai jalan.

Ketiga, tidak mengkotak-kotakkan ilmu. Sangat penting bagi umat Islam untuk menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. Di bidang kedokteran, teknik, hukum, diplomasi, ekonomi, sejarah, sains dan bidang lainnya harus ada muslim yang ahli di dalamnya. Tujuannya adalah, apabila muslim sudah menguasai seluruh bidang ilmu, akan menjadi mudah bagi umat Islam dalam membangun peradaban dunia. Di sinilah urgensi penguasaan dan pengintegrasian seluruh ilmu pengetahuan oleh umat Islam.

Demikianlah beberapa hal yang perlu umat Islam sadari mengenai penguasaan ilmu pengetahuan mulai saat ini. Kita memiliki masalah, namun kita memiliki pedoman, maka buatlah strategi untuk menyelesaikan permasalahan yang kita hadapi saat ini. Menjadi seorang ilmuwan atau ulama sangatlah mulia. Marilah kita kejar kemuliaan itu demi kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Yakinlah, bahwa Allah akan menolong kita jika kita berusaha demi meraih ridha-Nya. Janganlah takut, Allah bersama kita!

Wallahu a’lam. (dakwatuna.com/hdn)

Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya

Beri Nilai:
1 Star2 Stars3 Stars4 Stars5 Stars (No Ratings Yet)
Loading...
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Indonesia, Alumni SMA Pesantren Unggul Al Bayan.

Lihat Juga

Grand Launching SALAM Teknologi Solusi Aman Covid-19 untuk Masjid

Figure
Organization